Mohon tunggu...
Garin Nanda
Garin Nanda Mohon Tunggu... Freelancer - @garinnanda_

Mengemas sebuah cerita jadi lebih bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Juan Roman Riquelme: Sang Penikmat Sepak Bola Sejati

24 Mei 2023   06:54 Diperbarui: 24 Mei 2023   07:07 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: el Bocon

Bukan kopi, musik, atau senja, Juan Roman Riquelme adalah penikmat sepak bola. Melalui gocekan yang ditunjukkan di atas lapangan, Riquelme telah berhasil menyatukan itu semua.

Dia bisa menikmati pahitnya perjalanan dalam secangkir karir sebagai seorang pemain. Selain itu, bak lantunan melodi dalam sebuah karya seni, Riquelme juga telah menuangkannya ke dalam liukan tak tertandingi. Untuk senja yang kata banyak orang timbulkan bahagia dan tenang, Riquelme pun telah menuliskannya dalam tiap lembar kehidupan.

"Jika kalian harus berjalan dari tempat A ke B, semua orang akan masuk tol dan sampai ke tujuan secepat mungkin, kecuali Riquelme. Dia akan memilih jalan yang berkelok-kelok di pegunungan yang akan menghabiskan waktu enam jam lamanya. Tapi dengan itulah dia akan mengisi mata kita dengan pemandangan yang serba indah."

Ungkapan itu muncul dari mulut seorang legenda asal Argentina bernama Jorge Valdano, ketika menggambarkan tentang perjalanan dan permainan Riquelme di atas lapangan. Valdano tampak memahami betul bahwa apa yang dilakukan Riquelme adalah untuk membuat semua orang terkesima.

Riquelme ingin orang-orang menikmati permainannya di atas lapangan. Sebaliknya, cara itu juga membuatnya menikmati sepak bola dalam arti yang sebenarnya.

Di setiap langkahnya, Riquelme tidak membutuhkan kecepatan dan liukan tajam seperti yang dilakukan Lionel Messi. Dia juga tampak tidak mempedulikan pujian orang-orang terhadap hebatnya kemampuan dan tubuh sempurna Cristiano Ronaldo. Dalam satu lembar kisah yang lain, Riquelme juga menolak untuk bersikap kaku seperti sosok Dennis Bergkamp. Filsuf sepak bola asal Belanda itu barangkali disebut sebagai si jenius lapangan hijau. Namun Bergkamp terlalu dingin dan terlalu profesional selama menjadi anak buah Arsene Wenger.

Riquelme punya caranya sendiri untuk menjadi seorang pemain yang selalu dikenang. Maka dari itu, dalam sebuah kesempatan, dia pernah berujar,

"Saya menikmati sepak bola secara maksimal. Saya harap orang-orang menikmatinya bersama saya. Saya mencoba bersenang-senang."

Sosok Elegan Boca Juniors

Argentinos Juniors memiliki peran penting dalam melahirkan sosok nomor 10 sejati bernama Riquelme. Klub tersebut pernah membiarkan akademi nya jadi tempat latihan Riquelme. Selama kurang lebih empat tahun, Riquelme mendapatkan banyak sekali hal untuk memasuki persaingan ke panggung yang lebih besar.

Jadi salah satu pemuda penuh harapan, raksasa Argentina, Boca Juniors, lantas memanggilnya. Boca tak ragu untuk memberinya nomor punggung 10. Memiliki perjalanan serupa dari Argentinos Juniors ke Boca Juniors, para penggemar lantas melabeli Juan Roman Riquelme sebagai penerus Diego Maradona.

Mendengar banyak sekali pujian berlebihan yang dilontarkan para penggemar akan gelar penerus Maradona, Riquelme memilih cuek. Sebab pada kenyataan nya Riquelme tidak sama dengan Maradona. Memang benar bila gaya sepak bola mereka serupa. Permainan efektif yang ditampilkan juga cenderung sama. Namun sekali lagi, mereka berbeda.

Moniker 'The New Maradona' barangkali membebani siapapun yang mendapatkannya. Akan tetapi itu tidak berarti apa-apa bagi sosok Riquelme. Dia menjadi legenda Boca Juniors dengan caranya sendiri.

Benar saja, setelah melihat permainan dan kontribusi besarnya di atas lapangan, publik La Bombonera memiliki pembicaraan lain. Mereka menyebut bila legenda baru telah lahir.

Selama membela Boca, Riquelme menjadi sosok sentral dari sistem yang dijalankan. Dia jadi playmaker handal yang menolak untuk mengikuti perkembangan zaman. Riquelme dengan gaya sederhana namun mematikan sering dijuluki sebagai pemain bernomor 10 klasik di baris terakhir.

Sebagai seorang gelandang serang, visinya tergolong mengagumkan. Umpan-umpan yang dilepaskan sering temui sasaran. Gocekan untuk melewati lawan pun ia tanam dengan sangat menawan. Ketika kecepatan menjadi sesuatu yang tidak terlalu penting baginya, kesan malas yang sering disematkan terhadapnya justru kerap timbulkan mahakarya yang tak ternilai harganya.

Dengan hanya melakukan sedikit gerakan, Riquelme akan mencari ruang kosong di kotak penalti lawan, atau melihat rekan yang bebas tanpa pengawalan, untuk kemudian mengirimkan bola atau melepasnya langsung ke gawang lawan.

Sosok Riquelme jadi kian istimewa ketika kesempatan bola-bola mati tak jarang dimanfaatkan untuk ciptakan kemenangan.

"Saya adalah seseorang yang mengambil keputusan dengan tenang, dan berpikir sangat dalam." kata Riquelme dalam sebuah kesempatan.

Dalam rentang 1996 sampai 2002, Riquelme telah berhasil menciptakan 44 gol. Tak sedikit yang mengakui bila gol-gol yang diciptakan Riquelme merupakan hasil dari proses keindahan yang mencengangkan.

Buah dari kegemilangannya di atas lapangan pun menghasilkan prestasi besar bagi Boca. Bersamanya, Boca sukses menggondol trofi Argentine Primera Divisin sebanyak tiga kali beruntun, yakni pada 1998, 1999, dan 2000. Prestasi besarnya juga tertuang dalam gelar Copa Libertadores pada tahun 2000 dan 2001.

Jelas sudah bahwa tak lama lagi, bakat Riquelme akan segera dibayar oleh pencari bintang-bintang berkelas asal dataran Eropa.

Pelajaran Berharga di Barcelona dan Kejayaan di Villareal

Pendaratan pertama Riquelme di Eropa terletak di wilayah Catalunya. Saat itu, Barcelona berani membayar kemampuannya senilai 11 juta euro. Melihat kiprah sang pemilik nomor 10 begitu perkasa di selatan Amerika, harapan tinggi pun dilambungkan para penggemar klub berjuluk La Blaugrana.

Sayangnya, kursi kepelatihan yang diduduki Louis van Gaal tidak melihat ada sesuatu yang istimewa dalam diri Riquelme. Entrenador asal Belanda itu mengeluarkan kata-kata kejam yang masih diingat olehnya hingga sekarang.

"Saya (Louis van Gaal) tidak memintamu datang ke Barcelona,"

"Anda (Riquelme) adalah pemain terbaik ketika menguasai bola, tetapi jika Anda tidak mendapat bola, maka kami kehilangan satu pemain di lapangan," kata Riquelme menirukan kata-kata Louis van Gaal, seperti dikutip dari Mundo Deportivo.

Louis van Gaal pun sempat dipecat menyusul performa buruknya sebagai pelatih kepala. Tak berselang lama, van Gaal akhirnya digantikan oleh sosok Radomir Antic. Dari situ, harapan untuk Riquelme sempat berpendar. Radomir Antic menjadikan Riquelme sebagai pemain inti. Namun, setelah kalah 0-3 dari Sevilla di Camp Nou, terdapat sosok yang dianggap berpengaruh di klub meminta pelatih Serbia itu untuk mencadangkan Riquelme pada pertandingan melawan Real Mallorca.

Melalui dua pelatih berbeda, Barcelona resmi mencampakkan begitu saja talenta besar yang dimiliki Juan Roman Riquelme. Dia kemudian dipinjamkan ke Villarreal, dan sukses mencapai puncak performa di persepakbolaan Spanyol bahkan Eropa.

Menjadi salah satu pilar penting dari tim Kapal Selam Kuning bersama nama Diego Forlan dan Marcos Senna, Riquelme sukses melukiskan kembali karya terbaiknya di atas lapangan setelah sempat kehilangan kuasnya.

Menjadi pemain yang beroperasi di belakang para penyerang, Riquelme lagi-lagi tidak terlalu mementingkan catatan gol. Baginya, menikmati permainan di atas lapangan sebagai poros, jauh lebih menyenangkan. Dalam dunia nya, Riquelme lebih melihat dirinya sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Dia sering membuat langkah yang nantinya akan menguntungkan pemain lain. Riquelme benar-benar melihat sesuatu secara berbeda. Dia ingin menjadi kepala suku, atau orang yang bertanggung jawab atas tujuan tertentu. Dia ingin memegang kendali dari sistem yang dimainkan. Jika dia mematikan kran, maka semua orang seperti dituntut untuk memohon padanya agar menyalakannya kembali.

Untuk setiap kebebasan, arogansi, dan kepercayaan diri yang tinggi, Juan Roman Riquelme sangat layak dicintai.

Berada di bawah asuhan pelatih Manuel Pellegrini, Riquelme dan kolega mampu persembahkan trofi Intertoto tahun 2003 dan 2004. Selama Riquelme bertahan di Estadio de la Cermica, Villarreal juga nyaris selalu menempati posisi lima besar di kompetisi La Liga.

Selama berkarir di Negeri Matador, mahakarya yang diciptakan di atas lapangan sempat membuatnya dianugerahi penghargaan sebagai Pemain Paling Artistik oleh Marca.

Argentina yang Mengawali, Argentina Pula yang Mengakhiri

Ketika petualangan nya di Eropa dirasa telah cukup, Riquelme lantas meminta pulang ke kampung halaman nya, Argentina. Boca Juniors, menjadi tim yang masih sangat percaya akan kemahiran Riquelme dalam mengolah bola.

Kepulangannya ke Buenos Aires ketika itu pun seolah mewakili kepergian pemain paling anggun yang keluar dari Argentina sejak Fernando Redondo.

Di periode keduanya bersama Boca, Riquelme masih sangat layak disebut dewa sepak bola. Dia telah menciptakan 48 gol dari 187 pertandingan yang dimainkan. Dia tetap, dan akan terus diidolakan para penggemar, sekaligus mengukuhkan warisannya sebagai fantasista terbesar di baris terakhir.

Persembahan dua trofi Argentine Primera Divisin, serta satu raihan trofi Copa Libertadores pada 2007, kian membuat nama Riquelme layak dimasukkan ke dalam daftar legenda sepak bola Argentina.

Bagi sebagian penggemar, nama Riquelme jelas mewakili puncak kenikmatan yang diberikan sepak bola.

Kembali lagi, ketika melihatnya bermain di atas lapangan, kita akan disuguhkan tiga kenikmatan sekaligus, yang tertera pada setiap tegukan karir sepak bolanya, nyanyian di atas panggung sebelas lawan sebelas, serta sinar kedamaian yang terpancar dari karakter kuatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun