Mohon tunggu...
Garin Nanda
Garin Nanda Mohon Tunggu... Freelancer - @garinnanda_

Mengemas sebuah cerita jadi lebih bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Roberto Baggio: Cinta Mati Fiorentina, Cinta Setengah Hati Juventus

3 Maret 2022   10:04 Diperbarui: 4 Maret 2022   04:52 3431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini, sepak bola Italia dihebohkan dengan kepindahan salah satu pemain muda berbakat dari Fiorentina menuju tim berjuluk Si Nyonya Tua. Dusan Vlahovic, nama yang tentu tak asing bagi penggemar Serie A. Baru berusia 22 tahun, pemuda kelahiran Belgrade ini sudah berhasil mencetak total 20 gol di kompetisi Serie A, dengan rincian 17 untuk Fiorentina dan tiga lainnya untuk Juventus.

Kepindahan Vlahovic senilai 70 juta euro atau setara 1,1 triliun rupiah berhasil membuatnya jadi andalan di lini depan Juventus lengkap dengan nomor punggung tujuhnya. 

Namun meski kedatangan Vlahovic ke Turin disambut meriah oleh para penggemar tim Zebra, berbeda halnya ketika kita bicara tentang penggemar yang berbasis di Fiorentina. Hooligan La Viola murka. Mereka tidak terima dan menganggap Vlahovic sebagai penipu karena sempat berujar akan bertahan di Artemio Franchi..

Luka yang dirasakan oleh penggemar La Viola pun kian mendalam usai kasus semacam ini sudah berulang kali menghampiri mereka. Sebelum Dusan Vlahovic, sudah ada nama Federico Chiesa, Federico Bernardeschi, sampai Juan Cuadrado, dan Giorgio Chiellini, yang putuskan gabung ke Juventus.

Kenangan Indah yang Ditutup dengan Luka Mendalam

Namun meski para pemain tersebut sejatinya telah memberi tusukan dari belakang kepada Fiorentina, sekitar lebih dari tiga dekade silam, nama Roberto Baggio sempat menjadi pemain yang paling membuat kebencian penggemar Fiorentina kepada Juventus kian memuncak. 

Ya, selain karena Juve dianggap sebagai tim yang kerap menggembosi kekuatan klub kesayangan, Si Nyonya Tua juga sering disebut oleh penggemar La Viola sebagai pencuri, karena dianggap "menggondol secara paksa" gelar scudetto Italia di tahun 1982.

Belum lagi kasus di ajang final Piala UEFA delapan tahun berselang, ketika panitia turnamen mengeluarkan keputusan yang dianggap merugikan Fiorentina hingga membuat mereka harus kehilangan gelar.

Kembali ke Roberto Baggio, kita semua sepakat bila pemain yang kini berusia 55 tahun itu layak disebut sebagai legenda. Akan tetapi, garam yang ia tabur di atas luka para penggemar Fiorentina tak pernah luput dari bahasan sisi kelamnya selama meniti karir sepakbola.

Sumber gambar: Twitter/Rahulvn5
Sumber gambar: Twitter/Rahulvn5

Roberto Baggio merupakan pemain yang besar di Vicenza. Dia bertahan selama tiga tahun di sana sebelum akhirnya mengukir cerita indah di klub yang berbasis di Firenze. Tepat di tahun 1985, Roberto Baggio resmi berseragam Fiorentina dengan membuka lembar demi lembar kisah dengan catatan gemilang.

Meski masalah cedera rutin menyapa dirinya, Roberto Baggio tetap mampu muncul sebagai salah satu pemain legenda dalam sejarah klub. Dia mendapatkan popularitas spektakuler ketika berseragam Fiorentina. Catatan gol nya yang meski "cuma" mencapai angka 55 biji dalam 135 pertandingan sama sekali tak menyurutkan semangat para penggemar Fiorentina untuk terus memberi dukungan kepadanya.

Baggio adalah sosok berbeda. Dia dianggap sebagai pemain yang lebih dari sekadar capaian gol belaka. Para penggemar menganggap, Baggio selalu memberi penampilan terbaik nan maksimal dalam keadaan apapun.

Salah satu momen terbaiknya bersama Fiorentina adalah mungkin ketika dia melakukan comeback dari cedera panjang dan berhasil mencetak gol ke gawang Napoli hingga memaksa laga berakhir imbang dengan skor 1-1. Dari hasil tersebut, Baggio berhasil menyelamatkan klub kesayangan dari jurang degradasi.

Dari kisah yang disaksikan oleh para penggemar, tentu mereka benar-benar menganggap Baggio sebagai sosok yang lagi-lagi layak dicintai.

Akan tetapi, rasa cinta yang begitu mendalam seketika berbalik menjadi duka tak terlupakan. Baggio, tiga hari setelah dia gagal membawa Fiorentina mengalahkan Juventus di laga final Piala UEFA musim 1989/90, tiba-tiba muncul di laman media lengkap dengan narasi yang menyebut bila Juventus berhasil menebus jasanya senilai 10 juta euro. Angka yang ketika itu sukses menjadikannya sebagai pemain termahal sepanjang sejarah.

Ulah Manajemen dan Bukti Kecintaan Baggio Kepada La Viola

Namun ternyata, setelah ditelusuri, transfer Baggio mencatut nama manajemen klub sebagai pihak yang patut disalahkan. Baggio, usai diresmikan sebagai pemain tim Zebra dan seketika membuat kegaduhan yang begitu luar biasa diantara garis pertikaian Fiorentina dan Juventus, langsung memberi klarifikasi bahwa transfer ini bukan kehendaknya.

Dia dipaksa pergi karena klub tengah mengalami krisis dan tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk bisa keluar dari lubang kehancuran.

"Kalian semua harus tahu, aku dipaksa menerima transfer ini!" ujar Baggio.

Para penggemar yang percaya dengan ucapan Baggio disaat mereka semua memang meyakini hal ini, langsung melakukan protes besar-besaran kepada manajemen Fiorentina. Mereka semua tidak terima bila pemain andalan yang baru berusia 23 tahun ketika itu dijual ke klub yang dianggap sebagai musuh bebuyutan.

Buah dari kerusuhan yang ditimbulkan penggemar Fiorentina atas transfer Baggio, jalanan kota Firenze saat itu dikabarkan mencekam. Mereka melakukan aksi anarkis seperti melempar batu sampai merusak fasilitas stadion. Tak ketinggalan pula aksi pelemparan bom molotov hingga membuat setidaknya 50 orang terluka akibat rentetan kerusuhan tersebut.

Bersama Juventus sendiri, Baggio bertahan selama lima musim. Namun yang perlu diingat, sang pemain tidak benar-benar menaruh hatinya kepada Juventus. Pikirannya hanya terdapat nama Fiorentina dengan sebuah aksi penolakan tendangan penalti melawan klub yang membesarkan namanya menjadi bukti nyata dari seorang Baggio.

Dalam sebuah laga melawan Fiorentina pada 6 April 1991, Baggio menolak untuk menjadi eksekutor tendangan penalti yang diberikan kepada Juventus. Dia berdalih bahwa sang kiper lawan sudah memahami arah tendangannya. Menariknya, Gigi de Agostini yang kemudian bertindak sebagai algojo malah gagal menuntaskan tugasnya dengan baik hingga membuat Juve kalah dengan skor tipis 0-1.

Belum sampai disitu, ketika pelatih menariknya keluar, Baggio dengan santai menerima syal ungu yang dilempar penggemar Fiorentina sambil membawanya berjalan menuju ruang ganti. Atas aksinya tersebut, Baggio banyak dihujat oleh penggemar Juventus. Sang pemain bahkan dipaksa untuk meminta maaf namun kata maaf tidak pernah keluar dari mulut Baggio.

Lebih gilanya lagi, secara terang-terangan, Baggio mengatakan bahwa hatinya akan selalu "ungu".

Meski menjadi bagian dari skuad Juventus yang meraih gelar scudetto pada musim 1994/95, nama Baggio tak dipertahankan. Ketika itu dia mulai kehilangan kepercayaan pelatih, dengan namanya juga perlahan digeser oleh pemain muda berbakat bernama Alessandro Del Piero.

Baggio pergi ke Milan untuk kemudian bergabung dengan sejumlah klub lainnya sebelum mengakhiri karir pada tahun 2004 bersama Brescia.

Roberto Baggio, meski melakoni laga terbanyak bersama Juventus dan sukses persembahkan sejumlah gelar, akan lebih diingat sebagai legenda Fiorentina.

Bukan karena tumpukan gelar yang diberikan, melainkan karena cinta yang begitu mendalam kepada klub kesayangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun