Mohon tunggu...
Gareth Darien Bong
Gareth Darien Bong Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seorang Murid

Kehidupan adalah untuk dijalani

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terjebak dalam Layar, Perjuangan Budi Melawan Kesehatan Mental di Era Media Sosial

14 November 2024   08:24 Diperbarui: 14 November 2024   08:32 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era digital yang semakin maju, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Meskipun kemajuan teknologi telah membawa banyak manfaat, namun juga membawa dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental. 

Salah satu contoh yang paling relevan adalah penggunaan media sosial yang berlebihan. Berikut adalah kisah Budi, seorang individu yang mengalami dampak negatif dari penggunaan media sosial berlebihan.Budi terjaga dari tidurnya di tengah malam yang sunyi. Matanya terpaku pada layar ponsel yang bersinar terang. 

Sejak beberapa bulan terakhir, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Awalnya, ia merasa senang bisa terhubung dengan teman-teman lama dan mendapatkan informasi terbaru tentang dunia di sekitarnya. Namun, seiring berjalannya waktu, ketergantungan itu mulai menggerogoti kesehatan mentalnya. 

Setiap kali membuka aplikasi, ia disambut dengan gambar-gambar kehidupan sempurna orang lain---liburan mewah, pesta meriah, dan kebahagiaan yang tampaknya tak berujung. Perasaan cemburu dan ketidakpuasan mulai menghantuinya, seolah-olah semua orang di sekitarnya sedang menjalani hidup yang jauh lebih baik.

Jika dibandingkan dengan kehidupan sebelum kemajuan teknologi, di mana interaksi sosial lebih bersifat tatap muka dan tidak terpengaruh oleh citra digital, Budi merasakan pergeseran besar dalam cara orang berkomunikasi dan membangun hubungan. Dulu, ia bisa berbincang santai dengan teman-teman di kafe atau taman tanpa merasa tertekan untuk selalu memperlihatkan momen-momen terbaiknya. 

Kini, setiap interaksi terasa seperti kompetisi untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan. Dalam perbandingan ini, jelas terlihat bahwa meskipun teknologi telah memudahkan komunikasi, ia juga menciptakan jarak emosional yang lebih besar antara individu.

Contoh nyata dari dampak ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari banyak orang. Misalnya, sebuah studi yang dilakukan oleh American Psychological Association menunjukkan bahwa pengguna media sosial yang aktif cenderung mengalami tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak terlalu sering menggunakan platform tersebut. 

Budi adalah salah satu contoh dari hasil penelitian ini; ia merasakan dampak negatif tersebut secara langsung dalam hidupnya. Setiap kali ia melihat teman-temannya memposting foto bahagia mereka, rasa cemburu dan ketidakpuasan hanya semakin mendalam.

Studi yang dilakukan oleh universitas ternama di Indonesia menunjukkan bahwa penggunaan media sosial memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental. Penelitian ini melibatkan 22.423 individu berusia 20 tahun yang tersebar di 297 kabupaten/kota. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental, sesuai dengan temuan global sebelumnya. Budi merupakan salah satu contoh nyata dari dampak negatif ini; ia merasakan perubahan drastis dalam mood dan perilakunya setelah terjun ke dunia medsos.

Dalam pandangannya, penting untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dan kesehatan mental. Budi percaya bahwa kita perlu menyadari batasan diri saat menggunakan media sosial. Menghabiskan waktu berjam-jam untuk scrolling feed hanya akan memperburuk perasaan tidak puas dan cemas. 

Oleh karena itu, ia mulai menetapkan waktu tertentu untuk menggunakan media sosial dan lebih banyak melibatkan diri dalam aktivitas offline yang memberikan kebahagiaan sejati---seperti berkumpul dengan teman-teman secara langsung atau mengeksplorasi hobi baru.

Budi juga menggambarkan kesehatan mentalnya seperti sebuah taman. Taman yang indah membutuhkan perawatan rutin; jika dibiarkan tanpa perhatian, tanaman akan layu dan mati. Begitu pula dengan kesehatan mental; jika tidak dirawat dengan baik melalui interaksi positif dan pengelolaan stres yang efektif, ia akan mengalami penurunan kualitas hidup. Dengan analogi ini, Budi menyadari bahwa penting untuk memberi ruang bagi diri sendiri agar bisa tumbuh dan berkembang tanpa tekanan dari dunia luar.

Suasana hati Budi saat ini sangat berbeda dibandingkan beberapa bulan lalu. Kini, ketika ia bangun di pagi hari, ia berusaha untuk tidak langsung memeriksa ponselnya. Ia menikmati secangkir kopi sambil membaca buku atau berjalan-jalan di taman dekat rumahnya. 

Deskripsi hari-harinya kini dipenuhi dengan momen-momen kecil yang membawa kebahagiaan---senyuman dari orang-orang yang ditemui di jalan, suara burung berkicau di pagi hari, atau bahkan aroma segar dari tanaman di kebunnya. Semua ini menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari dunia maya; terkadang, hal-hal sederhana di sekitar kita dapat memberikan kepuasan yang lebih mendalam.

Dengan semua pengalaman ini, Budi menyadari bahwa menjaga kesehatan mental di era digital bukanlah hal yang mudah tetapi sangat mungkin dilakukan. Ia bertekad untuk terus memperbaiki hubungannya dengan teknologi sambil tetap fokus pada apa yang benar-benar penting---kesejahteraan dirinya sendiri dan hubungan nyata dengan orang-orang di sekitarnya. 

Kisahnya adalah pelajaran bagi banyak orang lainnya: bahwa meskipun dunia digital menawarkan banyak kemudahan, kita tetap harus bijak dalam mengelola dampaknya terhadap kesehatan mental kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun