Pangandaran, terdapat sejarah yang tidak tercatat dalam sejarah, Sebagai salah satu daerah rawan tsunami di Indonesia, Pangandaran menjadi saksi bisu dari bencana tsunami yang terjadi ratusan tahun lalu.
Di balik keindahan PantaiPangandaran merupakan salah satu kabupaten yang rawan terjadinya bencana alam tsunami. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa Pangandaran terletak di sisi selatan Indonesia yang merupakan zona seismik yang paling aktif di negara ini. Daerah Pangandaran dapat dikatakan rentan terhadap gempa bumi dan pergeseran tektonik laut yang dapat memicu terjadinya tsunami.
Di sisi selatan Indonesia terdapat aliran subduksi lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia yang menciptakan zona subduksi yang rentan terhadap gempa bumi. Gempa yang terjadi di bawah laut memiliki potensi untuk terjadinya tsunami yang dapat mengancam daerah Pangandaran dan wilayah sekitarnya.
Dengan adanya resiko seperti itu, tidak heran jika daerah Pangandaran tercatat dalam sejarah pernah beberapa kali terjadi tsunami. Pangandaran pernah terjadi tsunami sedang pada tanggal 17 Juli 2006 yang mengakibatkan 668 korban jiwa dan 65 orang lainnya dinyatakan hilang.
Hal serupa ternyata juga pernah terjadi pada tahun sebelumnya di Pangandaran, yaitu pada tahun 1921. Pada saat itu, gempa yang mengakibatkan tsunami tersebut mempunyai kekuatan 7,2 skala richter. Meskipun serupa dengan kejadian tsunami tahun 2006, gempa dan tsunami tersebut tidak meninggalkan catatan dalam cerita masyarakat.
Namun, kejadian tsunami tahun 1921 dan 2006 hanya merupakan tsunami yang tercatat dalam sejarah.
Apakah benar bahwa pernah terjadi tsunami selain tahun 1921 dan 2006 di Pangandaran?
Ada beberapa orang yang menyebutkan bahwa pernah terjadi tsunami besar di Pangandaran jauh sebelum terjadinya tsunami tahun 1921 dan 2006.
Bapak Haris selaku orang yang bekerja di Cagar Alam Pangandaran menyebutkan bahwa pernah terjadi tsunami di Pangandaran pada masa kerajaan. Pak Haris mendapatkan informasi tersebut ketika dia mendapatkan tugas untuk menjadi tour guide dari tim penelitian Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) yang saat itu sedang meneliti tsunami tertua di Pangandaran.
"Penelitian tsunami di Pangandaran itu pernah dilalukan oleh LIPI yang saat itu di ketuai oleh Pak Eko. Dia bekerja sama dengan universitas yang ada di Amerika untuk mencari tsunami tertua di Pangandaran." Ucap Haris.
Selama Pak Haris melaksanakan tugasnya menjadi tour guide tim LIPI, dia ikut mengetahui beberapa informasi mengenai penelitian tersebut .
"Jadi di Pangandaran itu pada tahun 2006 bukanlah tsunami pertama, jadi jauh-jauh hari sebelum itu sudah terjadi tsunami pada masa kerajaan di Pangandaran. Menurut beliau (Pak Eko) yang merupakan ahli geologi mengatakan bahwa yang menyebabkan tsunami adalah karena adanya lempengan bumi yang patah atau mengalami pergeseran."
Pak Haris mengatakan bahwa pada saat dilaksanakannya penelitian di Goa Parat Cagar Alam ditemukan bekas-bekas terjadinya tsunami namun bukan berasal dari tsunami 2006.
"Pada saat Goa Parat itu diteliti, ditemukan jejak bekas tsunami berupa koral di bawah Goa Parat, namun itu bukan merupakan tsunami tertua. Justru jejak bekas tsunami tertua itu ditemukan di daerah Cikembulan. Jadi di sungai Cikembulan itu ditemukan bekas tsunami tertua di Pangandaran."
Bapak Eko Yulianto yang merupakan kepala pusat penelitian Geoteknologi LIPI juga menyebutkan bahwa pernah terjadi tsunami di Pangandaran selain tahun 1921 dan 2006 dari hasil penelitiannya.
"Tsunami yang tercatat dalam sejarah ada tsunami pangandaran 1921, namun yang tidak tercatat dalam sejarah tapi terekam dalam sedimen, ada tsunami yang kurang lebih terjadi 400 tahun yang lalu." Ujar Eko
Pada penelitiannya di daerah Cikembulan, Pangandaran, Jawa Barat, Eko menemukan empat lapisan pasir di tebing sungai Cikembulan. Salah satu dari empat lapisan pasir tersebut diketahui cukup tebal. Hasil penemuan tersebut menjadi bukti bahwa pernah terjadi tsunami berskala besar di daerah tersebut sebelumnya.
Dugaan semakin kuat dengan ditemukannya cangkang kerang Foraminifera dalam lapisan pasir tersebut. Endapan tersebut diyakini berasal dari laut yang terbawa saat terjadinya tsunami. Dari hasil penanggal yang dilakukan, temuan tersebut diperkirakan merupakan akibat dari tsunami yang terjadi 400 tahun lalu.
Penelitian tentang tsunami di Pangandaran yang tidak tercatat dalam sejarah juga pernah dilakukan oleh Kevin Lamar Stuart di Cagar Alam Pangandaran. Beliau merupakan peneliti dari Department of Geological Sciences Brigham Young University. Pada penelitiannya, kevin mengunjungi situs arkeolog Batu Kalde dan Goa Panggung.
Kevin menemukan lapisan pasir berkapur yang memiliki kandungan pecahan kerang dan cangkang di atas lapisan sisa-sisa material budaya di situs arkeologi Batu Kalde. Sementara itu di Goa Panggung, potensi endapan tsunami diidentifikasi berdasarkan komposisi sedimen dan variasi ukuran butir, geometri lapisan, dan umur sampel radiokarbon. Kevin mengumpulkan lima sempel yang berasal dari lapisan tipis pada kedalaman berbeda di sebuah lubang yang digali di dasar gua.
Dalam tesisnya yang berjudul Discovery of Possible Paleotsunami Deposits in Pangandaran and Adipala, Java, Indonesia Using Grain Size, XRD, and 14C Analyses, Kevin sulit untuk menentukan umur lapisan pasir berkapur. Terdapat beberapa kemungkinan yang menyulitkan untuk memastikan berapa umur dari hasil penemuannya tersebut.
Namun, dengan adanya lapisan pasir yang berkesinambungan dengan ketebalan yang sesuai (~15-22 cm), terutama pasir aragorant yang mengandung pecahan besar cangkang dan kerang di atas lapisan fragmen arkeologi, hal tersebut menjadi bukti penting tentang adanya endapan tsunami. Oleh karena itu, kemungkinan besar beberapa temuan seperti lapisan pasir berkapur dan cangkang laut merupakan hasil endapan tsunami.
Dengan adanya para peneliti yang menggali lebih dalam dalam melalui penelitian geologi dan arkeologi, dapat diketahui bahwa Pangandaran telah menjadi saksi bisu dari tsunami yang terjadi jauh sebelum tahun 1921 dan 2006. Beberapa hasil temuan di berbagai lokasi di Pangandaran, menjadikan suatu pandangan baru tentang sejarah tsunami di daerah Pangandaran.
Gardian Izzan Pancakusuma, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H