Mohon tunggu...
Luqman Abdul Chalik
Luqman Abdul Chalik Mohon Tunggu... -

tinggal di Bandung, suka barang-barang antik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dendam Kepada Penulis Abal-abal

29 April 2013   11:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:25 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sering merasa 'rugi' membaca tulisan baik cerpen maupun novel bila ternyata isinya 'biasa-biasa aja'. Peristiwa sehari-hari begini saja kok ditulis dan dipublikasikan. Rugi rasanya harus menyelesaikan membaca sampai tamat. Setelah itu perasaan mengambang. Coba waktu untuk membaca tulisan tadi digunakan untuk aktivitas lain, sepertinya lebih bermanfaat. Seharusnya penulisnya bertanggung jawab terhadap mata saya yang perih melototin komputer. Seharusnya penulisnya membayar waktu berharga saya yang hilang beberapa menit karena membaca tulisan iseng.

Adakah tanggung jawab seorang penulis iseng, atau novelis abal-abal yang sekedar curhat? Mereka seperti tidak punya beban, padahal dengan menulis asal-asalan mereka telah membebani saya sebagai pembaca. Mereka tidak sadar bhwa bukan satu atau doa orang saja yang berpikiran seperti saya. Banyak orang. Mereka tidak sadar bahwa tulisannya akan dibaca dan akan dinilai. Bila baik akan dipuji, bila tidak memuaskan akan dimaki (meskipun dalam hati). Memang Anda, wahai penulis iseng, tidak mendengar jerit memaki-maki karena tidak ada earphone di telingamu.. “Oh, maafkan saya karena saya penulis pemula”, jawab kalian dengan enteng. “Bisa menulis satu halaman dalam waktu berjam-jam adalah prestasi bagi saya”. Silakan membela diri, karena tidak akan ada tim advokasi yang akan membantumu.

Baik kalau begitu saya maafkan! Anda penulis pemula, tapi jangan puas. Boleh menangis, tapi jangan lama-lama. Boleh merasa hancur, tapi yang namanya perasaan bisa dibangun kembali, kok! Boleh jatuh, tapi jangan terus menerus tiarap, apalagi sampai tertidur. Sekali lagi saya maafkan. Tapi, cobalah menulis dengan tujuan yang baik, dengan cara yang baik. Memberikan inspirasi, memberikan pencerahan, bukan sekedar membabi buta menulis agar cepat memenuhi ruangan monitormu.

Kalau belum siap, simpan saja dulu dalam buku harian (Ih, jahat sekali diriku!)

Jangan salah sangka dengan tulisan saya ini. Saya tidak bermaksud 'menginjak-injak kecambah yang baru tumbuh'. Saya hanya ingin memberi siraman dan pupuk agar pohon itu tumbuh dengan cepat tapi tetap alami. Adakah yang tidak alami? Ada, yakni bila pohon itu ditarik-tarik, dibetot-betot sampai pucuk daunnya rusak. Pohon tumbuh bukan karena dibetot-betot, tapi disirami, disiangi, dipupuki, dan diberi cahaya matahari, tentu saja.. Namun, semuanya tidak boleh berlebihan. Segala sesuatu yang berlebihan itu jelek. Maksud hati ingin cepat berbuah, eh, malah mati. Kalau begitu penulis yang tidak alami alias karbita? Ada, makanya cepat-cepat habiskan tulisan saya ini, nanti ketahuan.

Bagaimana agar menulis menjadi sesuatu yang dinikmati? Mulailah seperti mencicipi hidangan besar yang harus dihabiskan. Dimulai dari pinggir. Rasakan manis gulanya, bedakan dengan asin garamnya, lalu tambahi dengan air liurmu. Kalau tak enak, jangan langsung diludahi. Hidangan masih banyak, coba dimulai dengan makanan pembuka, semangkuk kecil sop yang hangat atau sebutir anggur yang segar. Tak usah terburu-buru karena boleh deselangi obrolan sejenak. Lanjutkan lagi, perlahan tapi pasti hidanganmu akan ternikmati. Jangan pandangi tumpukan makanannya. Merem saja, hirup aromanya, lalu bayangkanlah nikmatnya. Horee, novel saya diterbitkan...!

Ah, ternyata tulisan ini iseng dan abal-abal juga. Maaf bagi yang tuntas membacanya. Sama-sama tak berisi, tapi setidaknya dendam saya kepada penulis yang asal menulis, terbalas tuntas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun