Mohon tunggu...
Garda Maharsi
Garda Maharsi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pemerhati Sosial-Budaya

Seorang peneliti sosial-humaniora yang sekaligus praktisi dunia Public Relations.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Vaclav Havel

22 Desember 2024   22:46 Diperbarui: 22 Desember 2024   22:46 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://wartakota.tribunnews.com/2023/07/21/video-sosok-budiman-sudjatmiko-dipenjara-orba-kini-puji-prabowo-subianto#google_vignette

---untuk Henny Saptatia

Akhir-akhir ini, politik seperti kehilangan daya pukaunya sendiri. Jika kita bayangkan Indonesia itu dibangun dari gulat mulut antara ideologi, gagasan ideal, dan wacana-wacana keadilan, mungkin kita akan terpeleset oleh harapan.

Jangan-jangan benar kalau kita tidak boleh meremehkan sejarah. Saya ingat kisah Vaclav Havel, dengan setengah murung, bicara diantara kemegahan kota New York yang dipenuhi gedung menantang langit, sambil terisak. "a Farewell to Politics" dibacakan. Konon itu pidato politik terakhirnya sebagai Presiden Cekoslovakia, dan pidato itu memang seakan membius orang untuk percaya bahwa kita tidak melulu harus percaya politik.

Sebab Vaclav Havel memang sebentuk murung itu sendiri. "Banyak pecinta kebebasan di belahan dunia melihat Revolusi Beludru Cekoslovakia sebagai harapan bagi dunia yang lebih manusiawi, dimana para penyair dapat ruang yang sama dengan seorang bankir"...

Dan itu tidak terjadi. Cekoslovakia, layaknya negara yang tidak begitu matang untuk menyikapi perubahan bahwa demokrasi adalah bentuk lain dari silang-tumpang kepentingan-kepentingan, akhirnya memang terperosok. Memang ada yang lain dari biasanya. 41 tahun lamanya, Cekoslovakia dikungkung komunisme. Rezim komunisme adalah sinonim dari sentralisme politik, dan peminggiran yang berbeda melalui banyak perangkat. Havel sendiri merasakan itu.

Havel ditahan 4 tahun dalam bui, hanya karena menulis surat kepada Presiden Husak saat itu, bahwa rakyat "punya hak untuk menuntut keadilan sesuai harganya". Dia dianggap subversif. Dia dipenjara. Tapi ketika tahun 1989 komunisme mulai kehilangan pamor, rakyat bergerak melawan, Vaclav Havel justru bersulam nasib. Dari pesakitan, dipersalahkan, dan dingin penjara ruangan, dia diminta untuk menjadi Presiden Cekoslovakia.

Tapi tiga tahun kepemimpinannya tidak bisa menyelesaikan beberapa keganjilan yang timbul, dan demokrasi sendiri tidak benar-benar jadi obat mujarab buat masalah kebangsaan yang memar. Pada tahun 1992, muncul masalah. Dari Praha yang megah, Havel didorong oleh beberapa politisi untuk memperkuat sentralisasi fiskal dan moneter. Dan politisi memang kawanan spesies yang terlalu rakus untuk lumbung pangan yang sempit. Beberapa politisi lain seperti Vaclav Klaus (yang beretnis Ceko) mulai bicara hal lain. Ceko harus berdiri sendiri. Bahkan Klaus melobi Vladimir Meciar --tokoh politik beretnis Slovak---untuk menginisiasi "Perceraian Beludru"...

Akibatnya Presiden Vaclav Havel seperti terkena radang tenggorokan. Di satu sisi Havel berusaha keras mengemukakan demokrasi dan wajah baru tanpa komunisme, tapi di sisi lain semangat nasionalisme baru yang mekar justru menghasilkan benih-benih perceraian. Vladimir Meciar yang geram, mulai bertindak. Pada 17 Juli 1992, lewat Parlemen hasil desentralisasi, diumumkannya deklarasi kemerdekaan Slovakia. 6 hari setelah itu, pada sebuah pertemuan di Bratislava, disepakati bahwa pemisahan Republik Ceko dan Republik Slovakia akan efektif pada tahun baru 1993...

https://history.info/on-this-day/the-dissolution-of-czechoslovakia-was-supported-by-only-36-of-czechs-and-37-of-slovaks-1993/#google_vignette
https://history.info/on-this-day/the-dissolution-of-czechoslovakia-was-supported-by-only-36-of-czechs-and-37-of-slovaks-1993/#google_vignette

Aset nasional seperti gedung-gedung pemerintahan, persenjataan tentara, dan infrastruktur lain, dibagi dengan rasio 2 banding 1 (sesuai rasio etnis Ceko berbanding Slovak). Bendera negara dibuat berbeda. Namun mata uang mereka, koruna, disepakati tetap sama. Awalnya nilai tukar koruna masih setara. Akan tetapi dari waktu ke waktu, nilai tukar Slovak koruna mulai jatuh dibawah Ceko koruna.

Dan Presiden Havel bersedih. Sebab ia gagal mempertahankan apa yang coba ia percayai sendiri. Memang kemudian ia diangkat sebagai Presiden Republik Ceko. Tapi hanya sebagai simbol. Kepemimpinan pemerintahan diambil oleh Perdana Menteri Vaclav Klaus.

Presiden Havel --penyair itu---merasa ada yang cacat. Ia tumbuh besar dengan memadai. Masa kecilnya tinggal di apartemen yang rapih di pinggir Danau kecil di pinggir sungai Vitava. Udara Hapsburg terlalu indah, mungkin karena banyak kastil gotik dan trem yang membelah kota. Tapi ketika puisi dan naskah drama yang ditulisnya mulai ramai dibahas publik, sebuah nilai perjuangan akan humanisme mengetam lebih keras. Dan Presiden Havel, tersengat ketika apa "yang seharusnya" justru berhadapan dengan "yang terjadi". Perceraian beludru membuatnya bersedih hati...

https://www.flickr.com/photos/councilofeurope/3341360836/
https://www.flickr.com/photos/councilofeurope/3341360836/

Politik saat ini juga sering membuat kita sedih. Presiden Havel, menjadi kisah ajaib itu. Kita bahkan mungkin akan mendalami perasaan sejenis. Presiden Prabowo pernah berkali-kali maju Pilpres, dan mengekalkan kesetiaan jutaan orang pada mimpi politiknya. Indonesia akan jadi macan Asia. Ekonomi akan tumbuh 8 persen. Anak sekolah akan dapat makan siang bergizi. Akan, akan, dan akan berikutnya mungkin tak teringat di batas memori...

Dan kita rasakan betapa hidup ekonomi seperti balok es yang mencair. Kata-kata politik seperti rumpang: pertumbuhan ekonomi 8 persen terasa begitu jauh dari horizon kebangkitan kita saat banyak orang mengeluh tingginya angka PHK di sekitar Jabodetabek. Info lowongan pekerjaan diserbu lebih ramai daripada gerobak nasi goreng gila di pinggir jalan raya yang berdebu...

Ekonomi kita sedang melambat --meski tak seberat langkah siput---dan bebannya keliwat susah dijelaskan. Di kuartal 3 tahun 2024 ini, pertumbuhan ekonomi nasional kita pertama kalinya berada dibawah 5% sejak 2021 lalu: 4,95% secara YoY (year to year), dan 1,50% secara QtoQ (quarter to quarter). Pelambatan konsumsi rumahtangga di Q3 2024 juga terasa, dengan pertumbuhan konsumsi di 4,91% berbanding kuartal yang sama tahun lalu (5,05%). Penurunan daya beli terasa, dimana sepanjang jalan kita banyak temui korban PHK dari sektor industri masuk sektor informal, berjualan makanan dan minuman, namun tidak cukup menutup ongkos produksinya. Sedangkan belanja rumahtangga masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional, karena secara total mereka menyumbang 53% dari Pendapatan Domestik Bruto..

Dan Pemerintah akan mulai menjalankan perintah Undang-Undang untuk meneguk pajak PPN sebesar 12% pada awal tahun depan...

Prabowo bukan Vaclav Havel, dan Indonesia bukan Cekoslovakia yang akhirnya bercerai. Mungkin Prabowo pernah menulis sajak, atau sebuah cerpen, atau menikmati betapa kata-kata bisa jadi senjata untuk merubah apa yang terjadi.

Cekoslovakia menghadapi rasa memar itu. Pada 1993 setelah berpisah, kedua berusaha menemukan sendiri jalan selamat. Presiden Havel meneruskan Republik Ceko yang makin sempit, dengan berusaha menjual turisme ke kota-kotanya yang indah. Tapi Presiden Prabowo tidak cuma berhenti dengan turisme. Dia butuh ruang fiskal yang kuat, tersedia dalam lintasan yang panjang, dan sewaktu-waktu bisa digunakan untuk biayai janji politiknya yang segar. Tapi ruang fiskal itu sendiri sempit. Ruang yang ada bahkan tidak menyisakan ruang.

Karena itu pilihan terbentang, namun harus menikam sasaran. Datangkan investasi dalam jumlah besar, atau naikkan pajak. Dan sampai sekarang rasa haus untuk mencari ruang fiskal yang besar itu masih ada. Pajak akan naik untuk genjot pendapatan, dan segala ruang yang memungkinkan akan dibuka untuk investasi, biar hot money mampir dan memutar roda transaksi yang lebih luas lagi...

Yang sayangnya harus berhadapan dengan fakta bahwa ekonomi dalam negeri kita relatif lesu.

Saya ingat salah satu karya Presiden Havel berjudul "The Power of Powerless" yang ditulisnya ketika masih muda, dan setia membangkang. Kumpulan esai yang terasa dramatis itu menggambarkan hasrat untuk merubah keadaan. "Pada akhirnya kekuataan memang diam, tak bersuara. Tapi kekuatan akan bergerak ke arah mana saja" tulisnya.

https://wartakota.tribunnews.com/2023/07/21/video-sosok-budiman-sudjatmiko-dipenjara-orba-kini-puji-prabowo-subianto#google_vignette
https://wartakota.tribunnews.com/2023/07/21/video-sosok-budiman-sudjatmiko-dipenjara-orba-kini-puji-prabowo-subianto#google_vignette

Cekoslovakia bercerai. Mungkin PPN 12% tidak akan cukup memantik perceraian sejenis. Tapi kekuatan itu diam dan tidak bersuara, lalu akan bergerak ke arah mana saja bukan?

Mungkin sesuatu yang tanpa suara bisa menjadi awal pembangkangan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun