Dialog ini tidak hanya untuk memahami nilai-nilai agama, tetapi juga menjadi salah satu wujud kasih sayang dan kedamaian untuk menunjang rasa saling menghargai. Seminar berjalan dengan baik, bersuasana hangat, dan penuh tawa. Seminar dialog ini menjadi bekal bagi para Kanisian kelas XII sebelum terjun dan pergi langsung ke pondok pesantren. Kegiatan ini menegaskan pentingnya dialog sebagai sarana untuk menjembatani perbedaan.Â
Menjadi Santri untuk Sementara : Aksi Nyata yang Menggembirakan
Selama kurang lebih tiga hari dan dua malam, para Kanisian terjun langsung dan tinggal bersama para santri/santriwati. Kanisian kelas XII terbagi untuk menuju berbagai pondok pesantren di wilayah sekitar Jakarta.
 Perjalanan menuju Pondok Pesantren Al-Marjan, Lebak, Banten diiringi dengan suasana senang, gembira, antusias, dan dengan rasa penasaran yang tinggi. Antusiasme sangat terlihat di raut wajah. Sambutan secara hangat dari para santri/santriwati setibanya kami di pesantren menjadi momen kebersamaan awal bagi kami.Â
"Jadikan toleransi sebagai pondasi dalam setiap langkah kehidupan!"
Fasilitas sederhana yang ada di pondok pesantren itu yang membuat dan mengingatkan saya akan pentingnya bersyukur di dalam kehidupan. Di pondok pesantren itu terlihat jauh dari sentuhan-sentuhan kemewahan.Â
Tidak seperti di kota-kota besar. Kesederhanaan itulah justru mencerminkan kehidupan bahagia tanpa ketergantungan oleh materi. Saya menemukan salah satu nilai lagi dari kehidupan yang ada di pondok pesantren ini, yaitu rasa cukup dan bersyukur yang membawa ketenangan di dalam kehidupan.Â
Di sana kami menjalani rutinitas yang sama dengan para santri/santriwati. Kami berbaur, berdinamika, dan melakukan aktivitas bersama-sama. Pada dasarnya, aktivitas saya dan teman-teman tidak jauh berbeda dengan aktivitas yang dilakukan oleh para santri/santriwati di saa.Â
Contohnya seperti sekolah, bermain, belajar, dan melakukan banyak aktivitas lainnya. Hal ini dapat membuka hati saya bahwa sebenarnya perbedaan tentang suatu kepercayaan atau agama tidak menjadi penghalang bagi kami untuk terus berelasi dengan sesama. Justru perbedaan itulah yang membuat keunikan di dalam kehidupan. Perbedaan seharusnya menjadi suatu keharmonisan di tengah keberagaman keyakinan.Â
Kami mulai membiasakan diri dengan peraturan dan kehidupan yang ada di Pesantren Al-Marjan. Contohnya seperti cara makan, jam tidur, cara berpakaian untuk menyelaraskan diri dengan santri/santriwati di sana. Seiring berjalannya waktu, kami mulai semakin berbaur dengan para santri di sana. Bertukar pikiran dan cerita adalah salah satu jembatan bagi kami untuk mempererat hubungan dengan para santri di sana.Â
Pengalaman yang sungguh mengesankan bagi kami dapat mengenal budaya dan keberagaman yang ada di pesantren itu. Bukan kami saja yang antusias untuk menjalankan kegiatan ini, mereka pun juga. Contohnya bisa terlihat dari cara mereka mendengarkan cerita-cerita yang dibagikan oleh para Kanisian.Â