Mohon tunggu...
Garaduz Grace
Garaduz Grace Mohon Tunggu... pegawai negeri -

..Garaduz untuk Grace..(✿◠‿◠)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tiga Jurus Menaklukkan Kerewelan Anak - Kanya 2

20 Maret 2012   04:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:44 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13322160071313853413

[caption id="attachment_177319" align="aligncenter" width="300" caption="Ma"][/caption]

Terlalu sering dimanja ayahnya kadang membuat Kanya – tiga tahun - keras dan besar kepala, serta membangkang kepada ibunya – Ma’i. Ayahnya beralasan, dirinya dulu dididik dengan cara demikian dan karena Kanya merupakan anak yang dinanti cukup lama kedatangannya ke dunia. Tentu saja sang ibu kelabakan. Apalagi sudah beberapa bulan ini, frekuensi perpisahan mereka dengan sang ayah makin meningkat karena penugasannya di Papua.

“Ayahnya terlalu memanjakannya. Segala permintaannya dituruti, apapun itu. Kadang kala kami berdua perang dingin berhari-hari hanya karena dia terlalu membela Kanya ketika aku menolak menuruti kemauan Kanya yang di luar jangkauanku, memarahi atau memukuli Kanya saat nakal,” curhat Ma’i kepada pada suatu ketika.

Menurut Ma’i lagi, ayahnya tidak suka mendengar Kanya menangis atau merengek karena alasan apapun, anaknya benar atau salah. Bila pertengkaran Kanya terjadi dengan teman-teman sepermainannya hanya karena makanan ringan, ayahnya akan segera membelikan makanan itu dalam jumlah banyak.

“Itu yang aku tidak suka darinya. Ada hal-hal yang bisa dituruti, ada pula yang tidak. Jangan membiasakan anak seperti itu. Jangan sombong. Hari ini Tuhan masih memberikan kita berkat, salah satunya dengan banyak uang. Tapi ada juga hal-hal tertentu yang tidak bisa dibeli dengan uang. Hidup ini berputar. Bisa jadi suatu saat kita tidak punya banyak uang lagi, dan bila kita masih tetap dengan pola didikan seperti ini, akibatnya kita terpaksa mencuri hanya untuk memenuhi keinginan anak,” lanjut Ma’i ketika kami sedang santai di kamar sempitku.

Dan pada suatu Minggu pagi sepulang ibadah di gereja....

Aku, Ma’i dan Kanya berniat untuk makan papeda. Maka diayunkanlah ringan, empat kaki orang dewasa serta dua kaki balita menuju pasar utama di kota kecil kami yang lebih layak di sebut desa itu. Setelah mendapatkan dua bola sagu mentah yang merupakan bahan utama pembuatan papeda, kami berjalan menyusuri lorong kecil yang menjual aneka pakaian cakbong – cakar bongkar. Terbuai dengan kemiringan harganya yang benar-benar miring, dengan bantuan Ma’i, aku berhasil membarter Rp.6.000 dengan tiga potong pakaian.

Rupa-rupanya sepasang tangan ini belum mau berhenti berkolaborasi dengan sepasang mata yang diperisaikan dengan lensa bersayap itu. Cakar..cakar..cakar..bongkaaaar!

Tiba-tiba..

“Mama...Kanya mau mainan itu.”

“Kanya, Mama tidak membawa uang lebih. Uang kita hanya cukup untuk membeli sagu tadi.” “Tidak mau! Tidak mau! Tidak mau! Kanya mau itu...mainaaan!”

“Ge, kita pulang saja. Kanya sudah mulai rewel.”

“Ah, Kanya..padahal ini kan lagi murah-murahnya? Hmm..ya sudah..”

Jurus pertama pun dilancarkan Ma’i seirama dengan langkah perjalanan pulang kami melalui jalan belakang..

“Kanya..Mama mohon, nak. Jangan bikin malu-malu Mama di sini..” Ma’i berkata selembut mungkin kepada Kanya. Malah ucapannya itu mungkin selembut sutra.

“Tapi Kanya mau mainan itu..” Rewelnya mulai menjadi-jadi.

“Mama tadi kan sudah bilang, nak. Tidak bisa sekarang..”

Jurus kedua, ketika kami hampir keluar pasar. Sebelum mencapai jalan setapak melalui rumah-rumah warga setempat, ada semak-semak dan rerumputan hijau..

“Kanya, ayo cepat diam! Kalo tidak, ada belalang di sana yang mendekatimu!”Ma’i agak meninggikan intonasi suaranya.

Biasanya dengan ancaman belalang, Kanya sudah bisa ditaklukkan – Kanya takut belalang. Ternyata kali ini tidak mempan. Tangisannya semakin meningkat ke level berikutnya. Apa mau dikata, jurus ketiga pun akhirnya dikeluarkan. Bisa dibilang, ini merupakan jurus pamungkas alias alternatif terakhir bagi Ma’i. Kebetulan kami sudah keluar dari pasar dan suasana di situ agak sunyi.

“Mama harus bilang berapa kali untukmu? Kamu ini banyak maunya! Nakal!”

“Aaaa....Papaaaaa...Aku nanti bilang ke Papa kalau Mama memukul akuuuuu! Huuu..”

Kali ini aku terjebak dalam rasa lucu terhadap keduanya dan kasihan terhadap Kanya. Bagaimana tidak? Masalahnya, jurus ketiga ibunya itu tak hanya berupa ucapan semata, tapi disertai pukulan ringan bertubi-tubi ke mulut, tangan dan pantat Kanya. Pertahanan kesabaran Ma’i sudah runtuh. Alhasil, kami pulang dalam iringan tangisan Kanya yang akhirnya bisa diredam saat Kanya digendong Ma’i.

“Maafkan Mama, ya? Kanya nakal, makanya Mama pukul.”

Lama-kelamaan, aku jadi hafal betul tiga jurus utama yang sering dipakai teman kostku itu untuk menaklukkan kerewelan putra semata wayangnya itu. Hmm..Jadi ibu benar-benar tidak gampang. He he he..

╚═════♥══════════♣══════════♥═════╝

Catatan:

  1. Terlalu memanjakan anak akan berdampak buruk bagi:

a.Orang tua – lama-kelamaan karena anak tidak bisa dinasehati/dibimbing.

b.Anak – akan tumbuh dengan karakter egoisme tinggi; akan menempuh segala cara untuk mencapai                                  keinginannya.

2. Menjadi orang tua itu tidak gampang.

3. Mungkin perlu sedikit "kekerasan" dalam mendidik anak.

-✿-

lihat juga: Mama Mau Mencuri, Ya? - Kanya 1

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun