Tuhan? Katanya Tuhan tak terpikirkan. Tapi oknum yang satu ini selalu memikirkan kita. Jadi, apa salahnya bila kita pun memikirkan Dia? Atau Dia tak butuh kita memikirkan-Nya? Apa tanpa campur tangan kita, eksistensi Tuhan akan goyah? Hmm..atau justru manusialah yang butuh Tuhan? Apa jadinya kita tanpa Tuhan? Mmm?
Oh, iya..satu lagi. Bagaimana jika kita berpikir ala Tuhan? Ck ck ck.. Bukannya lancang untuk menyamai eksistensi-Nya. Tapi bukankah kita yang mengaku umat Tuhan, anak-anak Tuhan, serupa dan segambar dengan-Nya, sepatutnyalah kita pun bertindak dengan cara-cara yang Tuhan. Eits! Tunggu dulu! Bertindak dengan cara yang bagaimanakah? Pada saat yang mana? Ohoo..siapakahkah yang bisa mengetahui kehendak Tuhan sehingga bisa tahu keputusannya merupakan keputusan (yang sama dengan)Tuhan? Ouw..ouw.. Sok-sok berakting jadi Tuhan? Atau jangan-jangan mau mengkudeta Tuhan dari posisi ke-Mahaan-Nya? Halah! Serba salah, ya? Jadi?
Ah! Sudahlah..capek bila memikirkan hal ini terus. Mengapa? Otak kita terbatas..pikiran kita terbatas, tak mampu mengukur kuasa dan eksistensi Tuhan yang tak terbatas itu. Logika kita tak bakal sampai pada defenisi masuk akal yang termaktub dalam angka maupun aksara. Justru karena Tuhan itu lain..lain daripada yang lain..tak terjamah logika yang baku sehingga Dia disebut TUHAN. Benar begitu? Setuju? Haaa? Tidak setuju? Aaa...pusing! Tidak tahu, ah! Lebih baik sekarang aku makan siang dulu sebelum aku semakin pusing! Lapaaaaar..... ^_^
------
*cuma pikiran orang galau (►˛◄'!)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H