Mohon tunggu...
Garaduz Grace
Garaduz Grace Mohon Tunggu... pegawai negeri -

..Garaduz untuk Grace..(✿◠‿◠)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Mengancam" Anak dengan Mitos Batu Edaong (Badaong)

4 Februari 2012   03:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:05 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makin hari Lidya kecilku makin lucu dan tentu saja makin banyak tingkah serta rupa-rupa kenakalan yang kadang kala membuatku naik pitam hingga berubah gemas. Agresif, lincah, ceria, penuh kejutan, sehat dan berkemampuan berkomunikasi yang baik membuatku mensyukuri  Sang Khalik atas berkat istimewa yang dititipkan-Nsya ke dalam rahimku tiga tahun silam. Sebagai putri tunggalku, dia adalah penghiburan tiada taranya bagiku, ibunya yang merangkap single parent ini.

Seperti yang terjadi hari itu. Aku mulai kebabisan akal untuk mengerem kenakalannya yang mulai meningkat ke stadium yang lebih tinggi. Beberapa diantaranya, dia sering menolak kasar ketika kumintai tolong, bahkan juga membantah dengan perbendaharaan katanya yang sarat dengan alasan sibuk serta aneka permainannya seperti berikut ini:

Lidai – nama panggilannya -, tolong angkat sepatu mama di depan pintu..”

“Ah! Tidak mau..”

“Anak mama payah, ah.”

“Lidai sedang asyik bermain dengan teman-teman.”

Atau yang seperti ini..

“Lidai, tolong ambilkan mama segelas air putih. Mama haus.”

“Mama ambil saja sendiri.”

“Yaaa..”

Juga yang ini..

“Tolong pijat kaki mama, nak..”

“Malas..”

“Ayolah, Lidai..sebentar saja.”

“Tidak mauuuu...”

[caption id="attachment_168288" align="aligncenter" width="300" caption="Batu Edaong (Badaong) - ilustrasi"]

13283265151325626016
13283265151325626016
[/caption]

Cling! Tiba-tiba aku mendapatkan ide cemerlang! Terlintas di pikiranku untuk menceritakan sebuah mitos khas Maluku yang disebut Batu Badaong kepada buah hatiku. Cerita ini memang sering dikisahkan turun-temurun tentang seorang ibu yang akhirnya memilih pergi untuk selama-lamanya ketika sang anak tidak mematuhinya lagi. Namun, aku bercerita kepadanya dengan versiku agar dia mudah memahami.

“Eh, mama punya cerita bagus. Mau dengar?”

“Apa itu, Ma?”

“Ini tentang Batu Badaong?”

“Batu Edaong?”

“Badaong..”

“Edaong..”

“Ya sudah..Edaong..”

“Begini..pada suatu hari, ada seorang anak perempuan bernama Lidai.”

“Hah? Namanya sama denganku?”

“Iya, sayang. Seorang anak kecil, perempuan, kulitnya hitam, rambutnya keriting.”

“Ooo..”

Lidai memperhatikanku dengan seksama sembari menatap kulit kaki-tangan serta memegang rambutnya.

“Lidai ini tinggal bersama mamanya yang setiap hari bekerja keras agar mereka bisa hidup, termasuk makan-minum dan kebutuhan sekolah Lidai.”

“Ooo..lalu, Ma?”

“Setiap hari mama Lidai pulang kerja sore hari, kadang-kadang juga malam hari.”

“Apa dia membawa pulang uang yang banyak?”

“Kadang-kadang banyak, kadang-kadang sedikit.”

“Terus?”

“Karena capek bekerja, mama Lidai minta tolong kepada anaknya itu untuk mengangkat sepatunya di teras.”

“Lalu, sepatu mama itu diangkat, Ma?”

“Tidak. Karena Lidai sibuk bermain. Dia juga tidak mau mengambilkan air ketika mamanya haus. Pokoknya tidak mau dimintai tolong.”

“Yaa..”

“Lama-lama mama Lidai sedih sekali karena anaknya itu tidak mau mendengarkannya lagi. Mama Lidai berpikir, mungkin anaknya tidak lagi sayang kepadanya.”

“Tapi aku sayang Mama..”

“Iya..dengar dulu. Lalu mamanya pergi.”

“Pergi ke mana?”

“Ke batu Edaong.”

“Batu Edaong itu seperti apa, Ma?”

“Batu besar yang ditutupi banyak daun.”

“Lalu mamanya menyanyi di depan batu itu seperti ini,

Batu Edaong (Badaong), batu la batangke Buka mulutmu, telangkan beta

Guna la apa beta tinggal sendiri Sedangkan mama suda tar ada.."

“Kemudian batu Edaong terbuka dan mama Lidai masuk di dalam. Dia ditelan batu Edaong dan tidak keluar lagi selama-lamanya.”

Sampai di situ, mata putriku sudah berkaca-kaca, sedangkan aku tetap mempertahankan air muka sedih yang sebenarnya ingin segera berubah menjadi ledakan tawa yang setengah mati kusembunyikan.

“Lalu anak itu tinggal sendiri, Ma?”

“Iya..itu karena dia tidak mau mendengarkan mamanya.”

Kali ini tangisannya sudah pecah seperti bendungan runtuh.

“Huuuuu...aaaaa...mama jangan pergi tinggalkan Lidai, Ma. Lidai sayang Mama.”

“Makanya Lidai juga tidak boleh nakal dan harus patuh pada Mama.”

“Lidai janji akan jadi anak penurut.”

Dipeluknya diriku erat-erat seakan takut aku pergi seperti dalam cerita tadi.

“Ha ha ha..” aku tertawa dalam hati sembari balas memeluknya sambil membelai rambutnya. Senyum keberhasilan kusunggingkan sesekali di belakangnya.

Sukses ini berbuah manis keesokan harinya. Dengan ramahnya Lidai-ku menyambutku di depan pintu ketika aku pulang. Tanpa kusuruh, sepatuku sudah diangkatnya ke dalam rumah. Segelas air putih dituangkan dan dibawakannya kepadaku. Eh, masih ada juga bonus lainnnya.. pijatan jari-jemari kecilnya hingga injakan kakinya pada tubuhku yang pegal dan letih. Duh, enaknya!

***

Keesokan harinya

“Lidai...Mama pulang...”

“Permen?”

“Ini..”

“Sepatu Mama tidak diangkat?”

“Mama angkat saja sendiri. Lidai sedang sibuk main!”

Kuhampiri dia..

“Kalau kamu masih nakal, Mama akan pergi ke Edaong!”

“Kalau Mama masih suka marah-marah kepada Lidai, Lidai akan pergi ke Batu Edaong meninggalkan Mama! Mau aku Lidai pergi?teriaknya sembari berlalu dari hadapanku

“Haaaaaaa? Ya, ampun..” ternyata sekarang giliran anakku mengancamku balik. Aku tidak tahu lagi harus bilang apa..hiks....

(!_!)

*dikisahkan kembali sebagaimana pengalaman yang dituturkan seorang sahabat...

You are one of a great Mom I ever knew.. ^_^

_________________________________________

Ket (bahasa Melayu Ambon):

Edaong = badaong = berdaun

Batangke = bertangkai

Telangkan = telanlah

Tar = tak

Sandiri = sendiri

Suda = sudah

Talalu = terlalu

Beta = aku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun