Mohon tunggu...
Garaduz Grace
Garaduz Grace Mohon Tunggu... pegawai negeri -

..Garaduz untuk Grace..(✿◠‿◠)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Cinta 2 # Perempuan Jahanam (dan Bukan Jahanam) Itu Sahabatku

25 Juli 2011   19:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:23 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

lihat sebelumnya: Cinta 1 # Menyuap Tuhan Demi Cinta?

Lalu perempuan jahanam itu datang. Jahanam? Hmm..apa penggunaan kata itu tidak terlalu kasar? Ah! Masa bodoh! Tragisnya, perempuan jahanam itu adalah sahabatku sayang. Ah, sahabatku sayang, diam-diam tangan kananmu tak takut-takut menerobos laci tas tua murahan, mengobrak-abrik hati si perempuan lugu dan mungkin bodoh tepatnya. Ya, kau baca hatinya yang mengkerut diantara empat kali lipatan dua lembar kertas kusam itu kala wajahnya sedang berpaling membingkai roh pelangi.

Betapa jahanamnya lagi, kau datang tanpa rasa berdosa, memoles rupamu dengan senyum manis seorang sahabat. Lalu duduk meneguk senja di teras berlantai marmer merah itu. Masih beranikah kau merenggut pelangi si perempuan bodoh ke dalam botol kaca bersumbat kayu? Kali ini meja rotan yang dipisahkan paksa dari bagian tubuhnya yang lain di hutan tak dikenal untuk menjadi saksi kejahanamanmu, ketika kau pulangkan dua lembar kertas bernyawa di samping pot bunga yang daunnya menjuntai lemah, selemah hati si pemilik surat. Lemah ini bukan lemah lembut yang sebenarnya tetapi lemah lembut yang dipaksakan dalam lunglainya pengkhianatan manis. Hmm..pengkhianatan yang mungkin belum sebanding dengan kisah klasik ciuman si murid ke pipi Sang Rabi yang menghantarkan-Nya kepada Via Dolorosa.

Ah! Sahabat jahanamku sayang. Sayang bilang sayang, sayang kau sahabatku. Dan Tuhan yang katanya Maha Tahu itu pun mungkin telah menganugerahkanku sebongkah hati yang tak pernah bisa memaki seorang sahabat. Aku tak tega, tapi kau tega. Kau tega menelanjangi hatiku. Adilkah? Heh! Jaman sekarang jangan pernah mempertanyakan keadilan. Bahkan lembaga yang berlogo neraca yang berisikan orang-orang berjubah hitam panjang itu pun tak mampu mendefeniskan kata itu dari jutaan kasus hilangnya ayam potong, potong kepala hingga potong anggaran.

Meskipun begitu ada kesakitan luar biasa tak bernama di dalam sana. Sakit, sayang. Lebih baik seorang jahanam asing menghujamkan belati ke jantungku daripada seorang sahabat tersayang sendiri yang melakukannya. Dan sejak itu, arti persahabatan kita telah merubah haluannya secara otomatis. Persahabatan palsu yang mungkin lama-kelamaan akhirnya kau sadari. Karena semua takkan sama lagi, sayang. Tapi tenang, sayang. Tak ada benci dan dendamku untukmu. Hatiku pun masih menyisakan sedikit ruang kecil untuk menampung koleksi kekecewaan terbaruku ini.

Dan lagi-lagi Tuhan tidak berpihak padaku, ketika para lelaki di almamaterku menggunjingkan cinta tak sampai si lelaki jangkung nan kalem kepada si perempuan jahanam sahabatku itu. Entah kau tahu atau tidak..entah apa yang kau rasakan sekarang, sahabat. Kau puas? Tuhan, apa Kau juga senang? Itu kan yang Kau inginkan? Mau jadi apa hatiku ini?

***

Stok sahabatku tak pernah habis. Kali ini masih dari almamater dan angkatan yang sama, aku pun punya salah seorang sahabat perempuan. Syukurlah dipastikan dia tidak masuk golongan sahabat jahanam yang mungkin masih bertalian dengan golongan Farisi dan Saduki. Dan dengan rasa kepada lelaki jangkung nan kalem yang masih tetap kubawa-bawa dengan kadar yang masih tetap sama seperti pertama kalinya, aku kembali menelan getir dalam senyuman manis tanpa gula pasir maupun gula merah Saparua yang cukup terkenal negeri Siwalima ini. Ya, kala sahabat manisku ini memproklamirkan cintanya dengan si jangkung nan kalem di hadapanku, yang katanya sudah berkisah beberapa tahun selama ini. Ehm! Sambil berpegangan tangan pula. Aha! Tada! Wow! Wow! Wow! Apa lagi ini? Tuhan, Kau penuh kejutan rupanya. Biasanya ada pelangi sehabis hujan. Tapi rasa-rasanya sudah lama hujan tak pernah berhenti juga. Dan mungkin saja ada puting beliung yang sedang menanti gilirannya untuk beraksi. Who knows?

Sahabat perempuanku, sayang.. Tak ada alasan bagiku untuk tidak gembira dan mengalungkan senyum. Apalagi waktu itu ada kuman-kuman yang makin agresif akhir-akhir ini, yang membuatmu terbaring lemah di pembaringanku. Dan si jangkung nan kalem itulah yang selama ini menemanimu. Masakan aku tega?Lagian bukan berarti tubuhku tak berkuman atau karena dipasangi anti-virus yang selalu up to date, tapi kau lebih layak didampingi seorang ksatria yang bisa membopongmu kapan saja ketika lilitan di bawah lambung itu membuat nafasmu satu-satu.

Tenanglah, sayang! Biar rasaku mengendap disini dan tentu saja bahagiamulah yang kujunjung. Biar saja kunikmati tawa lelaki jangkung nan kalem itu bersamamu yang kadang kalian bagi bersamaku. Karena bagi kalian, aku adalah sahabat mulia. Apa sih yang tidak untuk kalian? Kalian pun terlalu baik bagiku. Aku malah terlalu yakin mengatakan itu karena dua pasang sorot mata itu lebih tajam dalam menerjemahkan isi hati hati kalian dari kamus bahasa Hindi manapun di muka bumi ini! Benarkah begitu? Oh, benar, sayang..

Kadang buru-buru aku cemburu saat kalian mengerling mesra. Atau saat lelaki jangkung nan kalem masih mencuri-curi pandang terhadap sahabat perempuan jahanan itu. Aku bisa apa? Tapi tenang..tanpa kau minta pun, pertolongan akan selalu kuberikan setiap kali kau membutuhkannya. Karena pijar rasaku masih ada seiring hasrat untuk meredupkannya perlahan-lahan lewat kaki dian di atas gantang sana.

(bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun