Kemajuan teknologi semakin lama semakin berkembang, tak terkecuali media massa TV. Pada masa ini, dimana semua masyarakat lebih mengantungkan dirinya pada media online, membuat media televisi tidak begitu banyak diminati oleh masyarakat sebagai media informasi utama. Ishadi, selaku ketua ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) mengatakan bahwa sebesar 40% anak muda tidak lagi menonton siaran TV secara fisik, melainkan melalui gadget. Begitu juga yang dikatakan oleh Naratama Rukmanda, selaku Producer dan Program Director Voice of America, bahwa anak-anak muda biasa menonton televisi melalui gadget yang mereka miliki. Hal tersebut, mengharuskan media televisi menyamaratakan diri dengan media online yang ada, agar dapat berkembang dan semakin diminati oleh masyarakat. Karena, perkembangan dan kemajuan teknologi dapat mengubah perilaku masyarakat dalam mengkonsumsi berita dari media konvensional berpindah ke media sosial. Dapat sama-sama kita lihat bahwasanya, pada era digital ini, tidak banyak media konvensional khususnya media cetak menerbitkan koran, tabloid, dan majalah. Mahalnya harga produksi surat kabar menjadi salah satu alasan media cetak, karena omset yang didapatkan tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan. Itu menjadi persaingan yang cukup sengit untuk media massa Televisi dengan media online yang memudahkan khalayak untuk menerima informasi di era digital ini.
Di era digital ini, khalayak dapat menerima informasi dimana saja dan kapan saja tanpa harus menunggu surat kabar terbit ataupun tanpa harus menunggu berita di siarkan. Media sosial yang sifat komunikasinya dua arah tersebut membuat masyarakat untuk dapat memproduksi sebuah konten yang sama seperti televisi maupun radio menggunakan handphone dan jaringan internet melalui akun sosial media yang mereka miliki, sehingga masyarakat tidak hanya sebagai konsumen namun bisa menjadi produsen. Dengan begitu, industri pertelevisian dituntut untuk menghadirkan berbagai inovasi agar dapat mempertahankan keberadaan atau eksistensi dirinya. Hal ini dilakukan oleh KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) bersama dengan Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) pada tahun 2016.
Media sosial sangat berdampak bagi media konvensional, alasannya karena media sosial dapat dengan cepat memberikan informasi untuk di konsumsi khalayak. Itu menjadi ukuran bagi masyarakat, bahwa media massa kalah unggul dengan media sosial. Kondisi tersebut membuat RCTI dan INews melayangkan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).Â
Melalui webinar Nasional yang dilaksanakan oleh Kwik Kian Gie pada Jum'at, 30 April 2021, dengan tema "Strategi Media TV di Era Industri 4.0 Dalam Upaya Menjaga Eksistensinya", membahas tentang kondisi  Media TV saat ini serta strategi Media TV dalam menarik minat khalayak. Webinar ini dihadiri oleh tiga narasumber yang sangat luar biasa pada bidang pertelevisian, seperti Melisa Gandasari dan Yohanes Stephanus, dan Dosen Ilmu Komunikasi Kwik Kian Gie, Abdul Kholik.Â
Dapat sama-sama kita lihat, di era ini media massa harus membuat strategi baru untuk mempertahankan eksistensinya di era yang serba digital ini. Seperti, lebih  memperhatikan konten yang akan di publikasikan secara kreatif dan inovatif, karena konten sangat berpengaruh pada minat masyarakat khususnya minat anak remaja.Â
Namun harus sama-sama di ketahui, walaupun media sosial lebih banyak keunggulannya dibandingkan media konvensional. Akan tetapi media massa masih menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan pers. Karena, informasi yang akan di publikasi ke masyarakat harus di saring kembali. Dengan begitu, kemampuan dan yang dimiliki oleh para wartawan media massa mahal nilainya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H