Tahun ini, BBT menargetkan perolehan tanah kelolaan seluas 140 ribu hektare. Nah, seiring target tersebut, BBT diharapkan:
Pertama, meningkatkan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait. Misalnya dengan Kementerian ATR/BPN untuk menggenjot lagi program rumah MBR; dan Kementerian Keuangan misalnya terkait lahan sitaan dari obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Kedua, memantapkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk optimalisasi pemanfaatan dan pendayagunaan lahan sesuai peruntukkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah. Ini penting agar pemanfaatan kawasan perkebunan misalnya, dapat sesuai norma-norma kearifan lokal masyarakat setempat.
Ketiga, tetap menjaga transparansi dan akuntabilitas. Aspek keterbukaan memang sudah dilakukan BBT melalui situs resminya, dalam hal ini melalui fitur Profil Persediaan Lahan. Publikasi ini harus rutin diaktualisasikan saban waktu.
Keempat, jalin kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat maupun instansi non-pemerintah lainnya termasuk Media. Ini penting, agar tercipta kerjasama yang baik sekaligus menjadi semacam early warning system dari potensi konflik agraria. Sekaligus, menjadi wujud pelaksanaan program kerja BBT yang prudent dan berkelanjutan.
Kelima, tetap mengedepankan status tanah "Clean & Clear" dalam setiap input kerja, process hingga output. Ini demi terpeliharanya tujuan mulia dari setiap kerja BBT yang senantiasa berkomitmen menggapai kemaslahatan tanah untuk kesejahteraan masyarakat.
Keenam, studi banding dengan Land Bank di mancanegara. Misalnya untuk bagaimana meningkatkan nilai ekonomi aset tanah dan lainnya. Seperti pernah dilakukan BBT dengan Federal Land Development Authority (Felda) dari Malaysia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H