Sekarang, ambil satu contoh yakni terkait kawasan terlantar. Banyak pihak menaruh harap agar BBT mewujudkan kemaslahatan pemanfaatan tanah untuk pembangunan dan kepentingan umum. Mengatasi backlog hunian umpamanya.
Kita tahu, pemerintah saat ini terus berupaya mengatasi krisis kebutuhan kepemilikan rumah atau backlog.Â
Menurut data Kementerian PUPR, angka backlog hunian itu mencapai 12,7 juta unit.Â
Pemerintah pun menargetkan, membangun tiga juta rumah per tahun. Satu juta unit dibangun di perkotaan, dan dua juta unit di pedesaan.
Sejauh ini, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menghitung, pembangunan tiga juta rumah dengan asumsi dibutuhkan 60 meter persegi per unit membutuhkan lahan 22.200 hektare. Sementara Kementerian ATR/BPN mengeklaim ada 77.297 hektare cadangan tanah terlantar plus 10.000 hektare lahan hasil konversi yang bisa dimanfaatkan.
Alhasil, ketersediaan lahan untuk program membangun tiga juta rumah per tahun tidak lagi jadi persoalan. Tinggal masalahnya, melakukan pencocokan peta topografi dan ketersediaan infrastruktur terutama jalan menuju lokasi lahan bakal permukiman itu.
Bagaimana partisipasi BBT terkait backlog? Situs banktanah.id menyebutkan, sudah ada dua HPL BBT yang dimanfaatkan untuk membangun rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Lokasinya di Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Kendal seluas 4,26 hektare, dan Brebes 0,19 hektare.
Pembangunan rumah MBR itu bersinergi dengan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). BBT menyiapkan lahan pembangunan rumah dengan harga kompetitif, sedangkan SMF menyediakan pendanaannya.
Melalui penjelasan profil persediaan tanahnya, BBT masih punya sejumlah lokasi untuk dimanfaatkan sebagai Kawasan Permukiman, yaitu di Bangka (3 hektare), Brebes 2 (0,48 hektare), Semarang (0,79 hektare), dan Tabanan (4,52 hektare).