Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Senyum Sehat Penyandang Down Syndrome

23 Mei 2023   22:41 Diperbarui: 29 Mei 2023   00:56 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prodi Magister Ilmu Kedokeran Gigi Komunitas FKG Universitas Indonesia menggelar pemeriksaan gigi penyintas down syndrome. (Foto: Dok. IKGMP UI)

"Kegiatan yang dilakukan sangat baik dan sangat bermanfaat bagi penyandang disabilitas. Dukungan seperti ini sangat dibutuhkan untuk terus dilakukan," ujarnya.

Dante juga mengingatkan, pihak keluarga internal sangat beragam dalam memberikan dukungan pemeriksaan kesehatan terhadap anggota keluarga mereka yang menjadi penyandang disabilitas, termasuk down syndrome. "Keluarga masih perlu diedukasi untuk dapat mengerti tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan bagi keluarga dengan disabilitas," tuturnya.

Meskipun pemerintah, menurut Dante, sudah melakukan berbagai upaya guna mendukung kesehatan melalui berbagai program, baik yang dilakukan di sekolah maupun di fasilitas kesehatan. "Hanya memang masih perlu terus ditingkatkan usaha pemenuhan hak kesehatan ini agar menjangkau lebih banyak lagi penyandang disabilitas, dan layanan-layanan sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas," ujar Dante lagi

Lebih lanjut dikatakan, Komnas Disabilitas berharap, layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas termasuk bagi orang atau anak dengan down syndrome agar dapat diberikan sejak dini. "Mereka yang disabilitas termasuk anak dengan down syndrome harus diberi intervensi atau terapi sesuai dengan kebutuhannya," pesan Dante.

Sementara itu, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi mengatakan, pemeriksaan kesehatan penting dilakukan untuk memantau dan mengantisipasi kecacatan pada bayi baru lahir. Semua ini bila dilakukan, mampu menekan terjadinya kasus down syndrome. "Setelah lahir apa yang perlu kita lakukan, kita perlu memantau pertumbuhan perkembangan anak kita melakukan skrining salah satunya yang terbaru adalah semuanya melakukan skrining untuk mengetahui kondisi anak-anak itu kekurangan yodium atau tidak," kata Kartini.

Prodi Magister Ilmu Kedokeran Gigi Komunitas FKG Universitas Indonesia menggelar pemeriksaan gigi penyintas down syndrome. (Foto: Dok. IKGMP UI)
Prodi Magister Ilmu Kedokeran Gigi Komunitas FKG Universitas Indonesia menggelar pemeriksaan gigi penyintas down syndrome. (Foto: Dok. IKGMP UI)

Kartini mengungkapkan, saat ini ada sekitar 52 ribuan anak down syndrome yang berusia antara 12 hingga 59 bulan. Fakta dan data ini membuat masyarakat perlu tanggap dalam upaya deteksi dini saat bayi baru dilahirkan maupun saat kehamilan. "Perlu juga 60 kali minimal untuk memeriksakan kehamilan dan perlu dilakukan USG dan kita tahu apabila kehamilan itu ada kelainan atau tidak. Bila ada, agar bisa segera ditindaklanjuti," tuturnya.

Salah satu layanan medis yang penting diperhatikan oleh keluarga yang memiliki anggota keluarga disabilitas terutama down syndrome adalah kesehatan mulut dan gigi. Kementerian Kesehatan menguraikan, anak-anak yang terlahir dengan kondisi sindrom down, umumnya memiliki ciri fisik tertentu. Misalnya, floppiness (kekakuan otot), kondisi mata yang miring dan mulut kecil dengan lidah yang lebih menonjol. Disinilah kesehatan gigi dan mulut anak dengan down syndrome perlu diperhatikan. 

"Berbagai pihak harus mulai memahami bahwa kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut sangatlah penting untuk menunjang kehidupan anak sehari-hari. Jika untuk melakukan salah satu kegiatan dasar seperti makan saja anak mengalami kesulitan, entah karena gigi yang sakit atau gusi yang sering berdarah, maka hal itu akan sangat tidak nyaman bagi anak," papar drg Kiki Seyla Puar SpKGA di laman resmi Sehat Negeriku besutan Kemenkes RI.

Di artikel kesehatan lain disebutkan lebih rinci lagi. Yaitu, anak down syndrome biasanya bernapas melalui mulut. Perilaku ini dapat menyebabkan mulut mereka kering (xerostomia), gigi lebih maju ke depan (tonggos), lidah lebih lebar, gigi berjejal (maloklusi), dan timbul bau mulut (halitosis). (*)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun