Usia motif Batik Mega Mendung khas Cirebon, Jawa Barat, saya perkirakan lebih dari 440 tahun. Bagaimana mendapatkan penjelasannya? Sederhana.
Pergilah ke Keraton Kasepuhan Cirebon (KCC) di Jalan Kasepuhan No.43 Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Cirebon. Di sana, kunjungi Museum Pusaka KCC. Kita akan bisa menemukan ukiran kayu karya Panembahan II (Panembahan Girilaya) yang diberi judul "Ganesha Naik Gajah".
Perhatikan seksama ukiran kayu yang dibuat tahun 1582 itu. Diantara keseluruhan ukiran, kita akan temui bentuk ukiran awan berarak. Sama seperti motif Batik Mega Mendung yang saat ini semakin mendunia!
Hingga 2022 ini, ukiran kayu itu sudah berusia 440 tahun. Artinya, sketsa  Mega Mendung sudah ada, minimal sejak sejak 44 dasawarsa silam. Benda kuno bersejarah yang luar biasa. Selama ratusan tahun motif Mega Mendung berhasil "diabadikan" di ukiran kayu itu.
Lantas, apakah itu berarti Panembahan II pulalah yang menciptakan motif Mega Mendung? Walllahu'alam. Jawabannya bisa "ya" dan "tidak". "Ya", karena Panembahan II itu yang mengukir motif Mega Mendung di papan kayu. Nampak sekali, awan (mega) itu menjadi latar belakang sisi atas dari Ganesha yang sedang naik gajah.
Tapi, jawabannya juga bisa "tidak". Karena mungkin saja, Panembahan II mengukir motif Mega Mendung dengan mengikuti sketsa awan (mega) yang sebelumnya sudah terkenal sebelum tahun 1582. Periode dimana terjadi akulturasi dan asimilasi budaya antara "made in lokal" dengan "made in pendatang". Dalam hal ini, yang sering disebut-sebut sebagai "made in pendatang" adalah dari China.
Dari jawaban "tidak" itu juga, kita bisa mengira, Panembahan II mengukir motif Mega Mendung berdasarkan pengaruh seni China yang menguat di Cirebon. Memangnya seberapa kental "ke-China-an" itu merebak di Cirebon? Wah, ya jelas saja sangat mengental. Karena bukankah Syekh Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (1448-1568) saja memperistri Putri Ong Tien Nio, putri dari Kaisar Hongi Gie dari Dinasti Ming di Negeri Tar Tar.
Kehadiran Ong Tien Nio sebagai istri Sunan Gunung Jati sudah tentu kian membuat akulturasi dan asimilasi budaya "Cirebon dan China" makin gebyar di lingkungan dalam Keraton Cirebon.