Mengubah desa penuh debu menjadi desa wisata hijau? Pasti tidak mudah! Mengubah warga desa yang sering sakit ISPA dan Diare-nya akibat debu penambangan pasir menjadi warga sehat? Wah! Ini susah banget! Mengubah pemikiran orang bahwa desa wisata bisa membawa dampak buruk sosial lingkungan? Beuhhh! Ini pasti lebih susah lagi. Tapi di Bilebante, semua yang serba susah itu, justru berhasil diwujudkan. Aje Gile, Bilebante! Bagaimana ceritanya itu, kok semua bisaaaaaaaaa?!
Berikut penuturan Pahrul Azim, Ketua dan Perintis Desa Wisata Hijau (DWH) Bilebante, Kecaatan Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Penuturannya di satu webinar daring, saya nukilkan dan tuliskan dalam bentuk "Q&A". Supaya lebih mudah mengikuti konten "daging" paparannya.
Pahrul lahir di Dusun Dasan Telaga, Desa Bilebante, 10 Oktober 1985. Ia pernah mengajar di MTs An-Nasriyah Sintung, dan di SMK Bangun Bangsa. Perangkat Desa ini pernah juga jadi fasilitator PKBI NTB. Jabatannya, selain menjadi Direktur DWH Bilebante, sosok ramah ini juga SekretarisÂ
Umum Asosiasi Pariwisata Islami Indonesia (APII), Lombok Tengah. Masih kurang sibuk, ia juga jadi anggota Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Lombok, Sumbawa, NTB. Dan, tercatat juga sebagai Wakil Ketua Asosiasi Pokdarwis, Lombok Tengah. Begini "Q&A"-nya:
Desa Wisata Hijau (DWH) Bilebante berada di Nusa Tenggara Barat, Kabupetan Lombok Tengah, Kecamatan Pringgarata. Paling pojok utara Lombok Tengah. Kalau kita berangkat dari Jakarta, sampai di Bandara Internasional Lombok (BIL), jarak tempuh dari bandara itu sekitar 45 menit. Sedangkan dari Bilebante ke KEK Mandalika dan Sirkuit Mandalika sekitar 1,5 jam. Adapun jarak tempuh dari Bilebante ke kota provinsi yaitu Mataram, sekitar 20 menit.
Desa Bilebante berbatasan dengan desa-desa lainnya di Kecamatan Pringgarata. Yaitu, Desa Arjangka, Bagu, Menemeng, Murbaya, Pemepek, Pringgarata, Sepakek, Sintung, Sisik, dan Desa Taman Indah.
Luas wilayah Bilebante 278 km2, hamparan sawah 212 hektar, kebun 87 hektar, dan tanah aset desa 8 hektar. Itulah kenapa kita namakan Desa Wisata Hijau. Karena wilayahnya cukup luas, kemudian yang kawasan hijau itu sekitar 75 persen, dan nyaris terdiri dari kebun serta hamparan sawah, lengkap dengan irigasi sistem Subak yang sangat baik. Sehingga ketika musim kemarau, Bilebante nyaris tidak pernah kekeringan. Pola tanam di sini adalah padi, padi dan palawija. Atau kemudian bisa ditanam dengan tanaman yang lain.