"Syukurlah, anak-anak perempuan muda di sini mulai suka menenun, tapi alat tenunnya tidak ada. Karena sudah terlanjur dijual, bahkan ada juga yang rusak kemudian dijadikan kayu bakar," tuturnya.
Pembuatan motif menenun di masa lalu, kenang Inaq Weniq, tidak boleh melanggar pakem motif yang sudah ada. "Harus sesuai seperti yang dibuat orang-orang tua dulu. Kalau melanggar bisa dianggap pamali. Tapi kini zaman sudah berubah, para penenun masa kini bebas berkreasi secara motif, meski tetap tidak boleh meninggalkan motif khas turun temurun yang sudah pernah ada," ungkapnya.
Salah satu keunggulan karya tenun yang dihasilkan sentra ini adalah penggunaan bahan-bahan pewarna alami.
Untuk mendapatkan warna merah pada benang misalnya, digunakan kulit Bayur (pterospermum javanicum). Bayur disebut-sebut punya kandungan antioksidan.
Warna kuning dihasilkan dari rimpang kunyit (curcuma longa). Kunyit memiliki kandungan antioksidan, antibakteri, pereda batuk, analgesic, dan antimikroba.
Warna hijau dihasilkan dari daun pegagan (centella asiatica), daun mint (mentha arvensis), daun pecut kuda (stachytarpeta). Pegagan digunakan sebagai anti-lepra dan penyembuh luka. Mint biasa dipakai mengobati antioksidan dan penghambat radikal bebas. Pecut kuda berkhasiat sebagai obat infeksi dan batu saluran kencing, rematik, sakit tenggorokan, pembersih darah, haid tidak teratur, keputihan dan hepatitis A.
Warna hijau juga diperoleh dari ekstrak daun Komak atau Kacang Koro. Khasiat Komak ini antara lain menjadi antioksidan dan anti-peradangan.
Warna ungu dihasilkan dari pewarnaan alami ekstrak blueberry, yang dipercaya mampu mengontrol tekanan darah, menurunkan risiko stroke, dan demineralisasi tulang.