Pada masa Utsmaniyah, bangunan itu terabaikan, bahkan ditutup untuk umum. Untuk sementara, fungsinya dijadikan sebagai gudang tempat penyimpanan saja.
Pada 1996, perilaku Israel membuat geger dengan melakukan penggalian di selatan Kompleks Masjid Al-Aqsa. Lokasi penggaliannya sangat dekat dengan dinding pemondokan sufi Khutanya. Berbahaya, karena bisa meruntuhkan atau jebolnya dinding-dinding di Masjid Jami’ Al-Aqsa (Masjid Al-Qibli), Masjid Al-Qadim, dan Mushola Al-Marwani.
Anyway, memang Israel ini nafsunya gede banget pengen meruntuhkan Masjid Al-Qibli (Masjid Jami’ Al-Aqsha) dan meratakan Masjid ash-Shakrah (Dome of The Rock). Lalu, mengubah Kompleks Al-Aqsha menjadi tempat peribadatan Yahudi alias Kuil Sulaiman ketiga (the Third Temple). Karena menurut keyakinan mereka, kuil tersebut akan dibangun oleh messiah yang sudah dinanti-nantikan kehadirannya. Sang messiah akan membawa Israel pada masa gemilang saat masa Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as. Sekaligus memimpin eksodus umat Yahudi ke Israel, dan menjadi pemimpin dunia dari Yerusalem.
Terkait penggalian pada tahun kemenangan Partai Likud pimpinan Benjamin Netanyahu dalam Pemilu Israel itu, bisa DR Thariq As-Suwaidan menulis:
“Ketika pertikaian sedang mencapai puncaknya, Yahudi melakukan aksi penggalian sejumlah terowongan besar di bawah Masjidil Aqsa. Pada tanggal 25 September 1996, Israel mengumumkan pembukaan terowongan terakhir tepat di bawah tembok barat. Sejumlah perwakilan resmi pemerintahan Yahudi datang untuk acara pembukaan ini. Rakyat Palestina membalas tindakan ini dengan aksi perlawanan penuh amarah, hingga terjadilah sejumlah bentrok besar melawan kelompok ekstrimis Yahudi. Akibatnya, 75 orang Palestina tewas dan 1.600 terluka.” (Hal. 492, Eksiklopedi Palestina Bergambar : Pembahasan Lengkap Seputar Sejarah Palestina Sejak Sebelum Islam Hingga Abad Modern).
Ini bukan penggalian pertama kali. Penggalian Israel di ruang-ruang bawah tanah Masjidil Aqsa sudah dilakukan sejak 1387 H/1967 M. Karen Armstrong menulis:
“Segera pula para rabi terlibat konflik sengit tentang cakupan sebenarnya dari tempat suci ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa seluruh Tembok Barat adalah suci, termasuk plaza di depannya. Mereka mulai menggali ruang-ruang bawah tanah di bawah Madrasah Tanziqiyyah, membangun sebuah sinagoge di salah satu ruang bawah tanah dan menyatakan bahwa setiap kamar atau ruang yang mereka gali adalah tempat suci.” (Hal. 583, Yerusalem : Satu Kota, Tiga Agama)