Dan, masih banyak lagi masthabah lainnya. Tentang teras-teras itu, Karen Armstrong dalam bukunya Yerusalem : Satu Kota, Tiga Agama mengawali:
"Sejak Kubah Batu (maksudnya Dome of The Rock - pen) selesai dibangun pada 691 M, kawasan Haram menampilkan citraan kuat tentang pendakian spiritual yang arketipal. Kalangan Sufi sangat terpikat oleh baitul maqdis. Pada sekitar masa Masjid Al-Aqsha dipugar, mistikus perempuan terkenal Rabi’ah Al-Adawiyyah wafat di kota itu dan dimakamkan tidak jauh dari Kubah, di Bukit Zaitun. Abu Ishaq Ibrahim bin Adham, salah seorang tokoh peletak dasar Sufisme, juga datang jauh-jauh dari Khurasan untuk tinggal di Yerusalem. Para Sufi mengajarkan kepada umat Muslim untuk menjelajahi dimensi batin spiritualitas Islam; motif kepulangan ke Kemanunggalan asali amat penting bagi pemahaman mereka tentang perjalanan mistik. Isra dan mi’raj Muhammad menjadi paradigma pengalaman spiritual mereka sendiri …" (hal. 363)
Selanjutnya, Karen menyinggung pemanfaatan masthabah atau teras. Ia menulis:
“Para Sufi mulai berkumpul di sekitar kawasan Haram; sebagian bahkan bermukim di teras-teras bertiang di sekitar batas-batas pelataran, sehingga mereka dapat merenungi simbolisme Kubah dan Batu yang menjadi tempat keberangkatan Muhammad naik ke langit. Kehadiran mereka barangkali membawa pengaruh positif di Yerusalem, karena para Sufi memiliki apresiasi yang baik terhadap keimanan umat lain …" (hal. 364)
Sungguh, suasana kehidupan para Sufi saat itu, kontras sekali dengan masa kini. Bagaimana enggak? Kumaha atuh mau berekstase dengan Kubah dan Batu, lha wong jam buka Kompleks Al-Aqsa aja diatur sama Israel laknatullah? Sehabis shalat Isya, semua kegiatan dihentikan. Akses gerbang dan koridor keluar-masuk ke Kompleks Masjid Al-Aqsa ditutup, dan baru dibuka lagi (nanti) menjelang shalat Subuh.
Usai wudhu, saya langsung menuju ke Masjid Al-Qibli. Tapi cukup kaget, karena tour guide malah mengarahkan kami ke arah tangga menuju bawah tanah. Lho bukannya masuk ke masjid yang di atas? Ini kok malah melewati tangga cukup lebar dan turun ke bunker?
Saat turun tangga, di sebelah kiri-kanan ada pegangan besi panjang warna hijau. Pegangan ini penting, karena kalau sehabis hujan, anak tangga yang terbuat dari batu marmer abu-abu kehitaman menjadi cukup licin. Selain itu, peziarah yang sudah sepuh juga bisa terbantu.
Saat berjalan turun, ada tulisan di atas pintu bunker: Al-Aqsha Al-Qadim (Al-Aqsa Kuno). Nah, jadi jangan bertambah bingung, di bawah Masjid Al-Qibli ada bangunan yang dijuluki “Al-Aqsha Kuno”. Banyak juga yang menyebutnya sebagai Masjid Al-Qadim.