Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Duh, Kecantikan Petra Yordania Tercemar Kotoran Kuda

7 Maret 2020   01:52 Diperbarui: 14 Maret 2020   06:17 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Treasury atau Al-Khazna, Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Petra Archaelogical Park berada di Provinsi Ma’an, 250 kilometer dari ibukota Yordania, Amman. Waktu tempuhnya sekira tiga sampai empat jam perjalanan.

“Yang kurang sanggup berjalan kaki cukup jauh ke Petra, boleh menunggu di bus. Atau, bisa mengunjungi museum yang ada di depan kompleks Petra. Tapi saya sarankan lebih baik ikut berjalan dengan rombongan. Karena sayang kalau tidak ikut mengingat harga tiket yang sudah dibayar sangat mahal,” ujar Essam, tour guide lokal sesaat sebelum kendaraan kami sampai di lokasi parkir, Minggu, 23 Februari 2020.

Harga tiket masuk Petra mahal? Rute jalan kakinya jauh? Dua-duanya saya jawab, betul!

Harga tiket masuk ke Kawasan Wisata Petra mencapai 50 JD (Jordania Dinar) atau sekitar Rp1 juta per orang. Kurs mata uang negara yang sarat kisah para nabi dan rasul ini memang begitu “setrong” terhadap Rupiah. Bahkan lebih kuat menandingi Dolar Amerika Serikat sekalipun. Keren!

Selamat datang di Petra, Yordania. (Foto: Ghifari Ramadhan)
Selamat datang di Petra, Yordania. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Tiket masuk Kawasan Wisata Petra, Yordania. (Foto: Gapey Sandy)
Tiket masuk Kawasan Wisata Petra, Yordania. (Foto: Gapey Sandy)

Sedangkan rute jalan kaki ke Petra, taruhlah 3 kilometer pergi-pulang. Lumayan melelahkan tapi itung-itung olahraga. Tambah lagi, cuaca tengah hari dengan sinar matahari yang terik membuat langkah-langkah kaki semakin penuh perjuangan. 

Tapi don't worry angin berhembus cukup kencang sehingga menyejukkan. Malah saya masih merasa kedinginan meski sudah mengenakan jaket dan kupluk sampai menutupi telinga.

Oh ya, sebelum sampai di Petra, tour guide sempat memberi kesempatan kami menyaksikan hamparan lembah (wadi), pegunungan dan pebukitan yang mengarah ke Petra dari kejauhan. 

Jabal Harun yang paling tinggi. Pemandangan arah ke Petra dari kejauhan dan ketinggian. (Foto: Leo Kencono UTM)
Jabal Harun yang paling tinggi. Pemandangan arah ke Petra dari kejauhan dan ketinggian. (Foto: Leo Kencono UTM)

Ada pula bangunan masjid berkubah putih yang kelihatannya cuma sebesar separuh kuku di atas puncak gunung yang paling tinggi (1.350 meter). Gunung itu diberi nama Jabal Harun atau Gunung Hor atau El-Barra. Dan masjid itu disebut-sebut sebagai makam Nabi Harun as. 

Masjid putih yang warnanya kontras dan menyilaukan itu dibangun pada abad ke-14, dan diyakini sebagai tempat persinggahan Nabi Harun as beserta Nabi Musa as saat hendak melaksanakan dakwah kepada Fir’aun di Mesir. Wallahu a'lam.

Rambu petunjuk di Kawasan Wisata Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)
Rambu petunjuk di Kawasan Wisata Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Baca dan pelajari peta Petra lebih dulu sebelum blusukan. (Foto: Ghifari Ramadhan)
Baca dan pelajari peta Petra lebih dulu sebelum blusukan. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Pengelola wisata Petra sepertinya sengaja memilih lokasi ketinggian ini untuk menyaksikan hamparan lembah yang mengarahkan pandang mata ke Petra. Karena, selain memang tempatnya cocok buat berfoto, tersedia juga semacam “halte” (tanpa atap) dengan kursi kayu panjang. 

Tapi hati-hati terpeleset ya kalau berfoto di sini, karena jurangnya curam dan tanpa pagar pembatas, kecuali tembok permanen satu meteran di tepi jalan raya. 

Dari ketinggian tempat kami berfoto, rumah-rumah pemukiman warga yang menghampar di punggung-punggung lembah menambah suasana semakin hanyut ke masa lampau. Pokoknya bergaya retro bangetlah penampakannya.

Setiba di Petra, semuanya tertata apik. Mulai dari area parkir kendaraan, lapak pedagang suvenir, makanan, minuman, juga penempatan museum di area terdepan. Tapi menuju ke toilet cukup jauh. Catatan pula kurang maksimal kecukupan jumlah (bilik) toilet apalagi kuantitas airnya. 

Air memang jadi masalah di Yordania. Bahkan peringatan itu dipasang juga di dalam toilet. Dalam dua bahasa Inggris dan Arab, peringatan itu begini: Dear Guest, Jordan has one of the lowest levels of water, per capita, in the world. Please help to reserve kingdom’s national resources. 

Makam Obelisk di Petra. (Sumber: Sketsa David Roberts dalam bukunya Petra E La Terra Santa)
Makam Obelisk di Petra. (Sumber: Sketsa David Roberts dalam bukunya Petra E La Terra Santa)

Makam Obelisk di Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)
Makam Obelisk di Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Tiket tercetak secara mekanik. Bukan sekadar kertas tipis sobekan, melainkan karton tebal memanjang. Tidak sedikit pengunjung yang menjadikan secarik tiketnya sebagai kenang-kenangan.

Dari area loket tiket, saya langsung masuk ke ruang terbuka nan luas, sekira ukuran tiga lapangan bola basket. Di sisi kiri adalah Petra Visitor Center. Di kanannya ada toilet pria dan wanita, terpisah. 

Saya sih menyarankan, pengunjung lebih baik memanfaatkan toilet lebih dulu, sebelum blusukan menjelajah kawasan wisata Petra seluas 264 kilometer persegi ini. Oh ya, lokasi Petra ada di tengah-tengah Teluk Aqaba dan Laut Mati dengan ketinggian 806 mdpl hingga 1.306 mdpl.

Jalan tanah bebatuan nan cukup lebar menjadi pertanda awal rute yang harus ditempuh. Bukit bebatuan yang warnanya kuning kecoklatan dan tak jarang kemerahan mengapit jalan. Penuh pesona pake banget. 

Ya tidak aneh, karena “petra” dalam Bahasa Yunani berarti “batu”. Jadi ini cuma wisata nonton batu toh? Ho’oh. Tapi bukan sekadar batu, melainkan kota penuh sejarah yang dibangun dan dipahat di gurun cadas bebatuan.

Hati-hati tertabrak kereta kuda melintas. (Foto: Rinawati Hidayah)
Hati-hati tertabrak kereta kuda melintas. (Foto: Rinawati Hidayah)

Rute jalan di celah bukit atau Siq. (Foto: Ghifari Ramadhan)
Rute jalan di celah bukit atau Siq. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Belum seberapa jauh berjalan, saya sudah ditawari untuk naik kuda dan kereta kuda. Tak jauh, di sebelah kiri ada sebuah bangunan yang dijadikan sebagai “kandang” kuda.

Jumlah kuda dan kereta kuda terbatas. Tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang cukup ramai. Saya belum melihat ada unta dan keledai yang konon juga bisa disewa.

Tapi, pengalaman Een Hendrayatie yang sempat menyewa kereta kuda menyebut, tarifnya 20 Jordan Dinar. “Atau kira-kira 400 ribu kalau dirupiahkan,” ujarnya happy.

Semakin jauh menapaki rute jalan, pemandangan kota kuno tambah mengagumkan. Misalnya, di sisi kanan ada bukit bebatuan yang bagian bawahnya terdapat sejumlah lubang mirip goa.

Semakin jauh berjalan pemandangan tambah menakjubkan. Eh, di tengah perjalanan ada dua orang berbusana ala prajurit Romawi lengkap dengan baju besi, helm perang, dan tombak panjangnya. Wisatawan bisa berfoto dengan keduanya. Tapi ya begitulah, sebaiknya sisihkan uang tip buat mereka.

The Treasury atau Al-Khazna, Petra. (Sumber: Sketsa David Roberts dalam bukunya Petra E La Terra Santa)
The Treasury atau Al-Khazna, Petra. (Sumber: Sketsa David Roberts dalam bukunya Petra E La Terra Santa)

The Treasury atau Al-Khazna, Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)
The Treasury atau Al-Khazna, Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Menikmati jalan kaki - diapit dua bukit - sambil mengagumi keindahan Petra, tak habis-habisnya saya berdecak kagum. Membayangkan bahwa doeloe kawasan ini merupakan kota sekaligus jalur perdagangan yang “hidup” dan ramai.

Rasa terpesona makin menjadi saat menyaksikan Bab Al-Siq - ada juga yang menyebutnya Obelisk Tomb atau Makam Obelisk. Ini sebuah bukit yang dipahat dengan bagian atas ada empat tugu dan dibawahnya ada sejumlah lubang goa. 

Fungsinya, konon sebagai tempat pemakaman. Ya mirip-mirip pemakaman adat di Nusantara, tepatnya Tana Toraja. Wallahu a’lam.

Sesudah itu kita menyusuri celah diantara dua bukit. Membentuk lorong tapi jangan khawatir, enggak sempit kok. Celah atau lorong ini dinamakan Siq. Di sini hawanya cukup dingin, karena kelembabannya cukup lumayan dan posisi di tengah celah bukit menjadikan pengunjung terhalang terik matahari.

Saat menyusuri Siq, ada satu spot lokasi foto yang diarahkan tour guide kami, bahkan menambah kekaguman akan pahatan batu yang ada di Petra. Mulanya, kami diminta foto bareng di salah satu tebing. 

Kemudian dilanjutkan dengan mengubah posisi foto dengan masih tetap di lokasi tebing yang sama. Ternyata, apa rahasia dibalik dua kali foto itu?

Pahatan batu cadas yang berbentuk ikan. (Foto: Essam)
Pahatan batu cadas yang berbentuk ikan. (Foto: Essam)

Pahatan batu cadas yang berbentuk gajah. (Foto: Essam)
Pahatan batu cadas yang berbentuk gajah. (Foto: Essam)

Tebing pertama tempat foto bersama setelah dicermati berbentuk patung kepala ikan. Sedangkan di tebing yang sama, kalau dilihat dari sisi yang berbeda, malah berbentuk rupa kepala gajah. Unik ya, satu tebing untuk dua karya pahatan batu berbentuk dua binatang. Sungguh karya pahat batu yang luar biasa.

Masih banyak hal menakjubkan di Petra. Pahatan bukit yang menggambarkan patung seorang lelaki tanpa bahagian kepala, juga kaki binatang ternaknya. Lewati juga dinding bukit yang menyerupai celah sempit tapi bisa dilewati wisatawan. 

Atau, saksikan kepandaian masyarakat saat itu yang sudah mempersiapkan dengan baik bagaimana air bersih dialirkan. Melalui parit kecil yang ada di sisi bawah bukit. Tak jarang masih ada sisa genangan air yang sudah menghijau dengan lumut.

Sesudah berjalan sekitar satu kilometer, maka diantara celah sempit dua bukit saya bisa menyaksikan kemegahan pahatan bukit yang sudah sangat mendunia keindahannya. Itulah The Treasury atau dalam Bahasa Arab disebut Al-Khazna

Kita harus melewati celahnya lebih dulu, baru kemudian menyaksikan kemegahan monumen setinggi 39,5 meter itu seutuhnya.

Pintu masuk celah diantara dua bukit atau Siq, Petra. (Sumber: Sketsa David Roberts dalam bukunya Petra E La Terra Santa)
Pintu masuk celah diantara dua bukit atau Siq, Petra. (Sumber: Sketsa David Roberts dalam bukunya Petra E La Terra Santa)

Dua orang berpakaian ala prajurit Romawi. (Foto: Fina Nov)
Dua orang berpakaian ala prajurit Romawi. (Foto: Fina Nov)

Dibangun sekitar 2.000 tahun silam, rona kemerahan pahatan bangunan The Treasury inilah yang membuat penulis John William Burgon menyebutnya sebagai The Red Rose City. Aktor Harrison Ford makin mempopulerkannya lewat film Indiana Jones and The Last Crusade (1989). 

Saya memang menyaksikan warna yang berbeda dari monumen The Treasury ini dibandingkan dengan bukit aslinya secara keseluruhan. Tapi karena jam kedatangan saya adalah pada tengah hari, maka saya melewatkan momentum menyaksikan rona kemerahan itu. 

Biasanya, the best moment wisatawan bisa menyaksikan nuansa The Red Rose City adalah pagi hari, manakala diterpa sinar mentari sekitar jam tujuh. Petra sendiri mulai dibuka jam 6 pagi lho.

Di Siq, nampak jelas ada parit air di sisi bawah bukit yang sebelah kiri. (Foto: Ghifari Ramadhan)
Di Siq, nampak jelas ada parit air di sisi bawah bukit yang sebelah kiri. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Suku Nabatean membangun The Treasury sekitar abad pertama, dan para arkeolog percaya itu merupakan makam Raja Nabatean, Aretas IV (9 SM - 40 M). Masyarakat Nabatean menghias bagian depan makamnya itu dengan desain dan simbol penguburan. Semua terkait dengan akhirat dan kematian.

Pahatan dan ukiran cadas The Treasury sangat cermat dan jenius. Dua pahatan burung elang di atas bangunan dianggap sebagai simbol dewa laki-laki pemimpin Suku Nabatean, Dushara. Ada juga pahatan Dewi Mesir dan Dewi Nabatean Al-Uzza serta berbagai pahatan lainnya yang sudah kurang begitu jelas bentuknya.

Tempo doeloe, Petra pernah menjadi sentra perdagangan - sekaligus ibu kota Kerajaan Nabatean - yang menghubungkan jalur perdagangan China, India, dan negara-negara di selatan Arab, dengan Mesir, Suriah, Yunani, dan Roma. 

Pada sekitar 100 Masehi, Petra dikuasai Roma dan berlangsung 300 tahun sampai periode Bizantium hingga kemudian Kaisar Roma mengalihkan fokusnya ke Konstantinopel.

Suku Badui masa lalu yang melewati Petra. (Sumber: Sketsa David Roberts dalam bukunya Petra E La Terra Santa)
Suku Badui masa lalu yang melewati Petra. (Sumber: Sketsa David Roberts dalam bukunya Petra E La Terra Santa)

Lubang-lubang dibukit-bukit cadas Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)
Lubang-lubang dibukit-bukit cadas Petra. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Sejak itu Petra mulai terbengkalai. Tambah lagi, gempa sempat mengguncang dan membuat Petra sempat ‘terkubur’.

Pada 1812, penjelajah Swiss, Johann Ludwig Burckhardt mengajak pemandunya untuk mencari kota yang hilang, Petra. Ketika itu, Burckhardt sempat membuat catatan dan sketsa yang terbukti benar. Ia menulis, “Sangat mungkin jika puing reruntuhan di Wadi Musa (nama lembah di sekitar Petra) adalah Kota Kuno Petra”.

Sementara itu, pada 1839, David Roberts pernah membuat 14 lukisan sketsa. Oh ya, waktu di toko suvenir Amman Beach Resort, Laut Mati, saya membeli buku berjudul “Petra E La Terra Santa” (Petra dan Tanah Suci) - Litografi oleh David Roberts R.A dan teks oleh Fabio Bourbon”. Isinya, ya antara lain tentang sketsa Petra tempo doeloe itu. 

Menurut saya, sketsa David Roberts itu membenarkan tulisan-tulisan tentang Petra yang bertebaran di internet. Bahwa, Petra sempat diguncang gempa, banyak karya pahatan agung runtuh, terlantar dan dibiarkan terlupakan. Hanya sejumlah masyarakat Arab Badui saja yang masih kadangkala melewatinya. Sketsa Roberts berhasil “mendokumentasikan” itu semua.

Lalu Buntaran asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. (Foto: Fina Nov)
Lalu Buntaran asal Lombok, Nusa Tenggara Barat. (Foto: Fina Nov)

Een Hendrayatie naik kereta kuda 20 Jordan Dinar sekali jalan. (Foto: Thirza UTM)
Een Hendrayatie naik kereta kuda 20 Jordan Dinar sekali jalan. (Foto: Thirza UTM)

Pada 2007, UNESCO menetapkan Petra sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Meskipun, sebenarnya Petra sudah diakui sebagai warisan dunia sejak 1985.

Sayang seribu sayang, track jalan kaki di Petra agak-agak kurang nyaman. Karena di sejumlah titik jalan cukup sering ditemui kotoran kuda. Kadang kotorannya berceceran memanjang di tengah jalan. Pengunjung jelas musti hati-hati dengan “ranjau hijau” ini. Lalai sedikit melangkah, bisa menginjak “ranjau”.

Selain menyulitkan pengunjung karena beberapa kali harus berjalan menghindari kotoran kuda, aroma tak sedapnya itu lho, ya ampun, kadang bikin enggak nyaman suasana. Bau gaesss ... 

Sejumlah pengunjung mengeluhkan kenyataan itu. Kadang menutup hidung, tak sedikit yang mempercepat langkah kaki supaya enggak kebauan kotoran kuda. Ada juga yang kesal karena kudanya tidak dipasangi cawet eh, pampers, eh semacam keranjang gantungan tepat di bawah pantat kuda. “Kalau dipasangi semacam cawet gitu kan, kotorannya enggak berarakan begini,” ujarnya sedikit misuh.

Ya begitulah adanya, kawasan wisata yang menjadi satu dari tujuh keajaiban dunia rada dicemari kotoran kuda. Please deh Petra, ayo diperbaiki ...

o o o O o o o

Berkuda di lintasan Petra. (Foto: Leo Kencono UTM)
Berkuda di lintasan Petra. (Foto: Leo Kencono UTM)

Baca dan pelajari dulu informasi dan peta Petra di dinding Petra Visitor Center sebelum blusukan. (Foto: Ghifari Ramadhan)
Baca dan pelajari dulu informasi dan peta Petra di dinding Petra Visitor Center sebelum blusukan. (Foto: Ghifari Ramadhan)

Perhatikan, sebelum ke Petra!

Pertama, jumlah fasilitas toilet berikut kecukupan airnya.

Kedua, kotoran kuda dan keledai yang lumayan banyak berceceran di jalur utama wisata. Menimbulkan bau dan pemandangan yang tidak sedap. Pastikan juga harga sewa naik kuda, keledai, unta, dan kereta kuda. Jangan sampai ada bea tambahan.

Ketiga, untuk setiap tiket yang diberikan bisa ditambahkan brosur atau selebaran terkait spot-spot geopark yang akan dilewati di jalur utama. Sarannya, lebih baik pelajari dulu peta Petra Park dan sekitarnya yang dipasang di dinding pusat layanan pengunjung.

Keempat, jalur evakuasi kurang dipersiapkan manakala ada kondisi darurat misalnya terjadi banjir yang datang secara tiba-tiba. Minimal ada petunjuk arah kemana wisatawan harus berlari menyelamatkan diri.

Ingat, sebelum ke Petra!

Pertama, kacamata hitam.

Kedua, payung atau topi. Jaket penahan dingin dan terpaan angin. 

Ketiga, bawa tumbler isi air minum. Jangan air minum kemasan yang berpotensi menjadi sampah plastik.

Keempat, handuk kecil untuk seka keringat. Masker atau sapu tangan untuk halau bau kotoran kuda.

Kelima, sepatu yang nyaman perjalanan jauh.

Keenam, bisa menyewa tongkat atau stick yang bisa membantu pejalan kaki. Sepatu diingatkan yang tertutup (bukan sandal gunung) karena banyak kotoran kuda.

Ketujuh, waspada lalu lalang kuda dan terutama kereta kuda karena seringkali melaju kencang dan bisa saja menabrak wisatawan yang tidak awas. Biasanya keasyikan berfoto sehingga kurang hati-hati dengan kehadiran kereta kuda.

Kedelapan, usahakan membaca setiap papan informasi yang tersedia pada sejumlah spot geopark. Hal itu penting supaya wisatawan bisa mengetahui informasi yang ada dan tersedia di Petra.

Kesembilan, siapkan uang pecahan kecil kalau ingin berfoto dengan orang yang beratribut ala prajurit Romawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun