Tiket tercetak secara mekanik. Bukan sekadar kertas tipis sobekan, melainkan karton tebal memanjang. Tidak sedikit pengunjung yang menjadikan secarik tiketnya sebagai kenang-kenangan.
Dari area loket tiket, saya langsung masuk ke ruang terbuka nan luas, sekira ukuran tiga lapangan bola basket. Di sisi kiri adalah Petra Visitor Center. Di kanannya ada toilet pria dan wanita, terpisah.
Saya sih menyarankan, pengunjung lebih baik memanfaatkan toilet lebih dulu, sebelum blusukan menjelajah kawasan wisata Petra seluas 264 kilometer persegi ini. Oh ya, lokasi Petra ada di tengah-tengah Teluk Aqaba dan Laut Mati dengan ketinggian 806 mdpl hingga 1.306 mdpl.
Jalan tanah bebatuan nan cukup lebar menjadi pertanda awal rute yang harus ditempuh. Bukit bebatuan yang warnanya kuning kecoklatan dan tak jarang kemerahan mengapit jalan. Penuh pesona pake banget.
Ya tidak aneh, karena “petra” dalam Bahasa Yunani berarti “batu”. Jadi ini cuma wisata nonton batu toh? Ho’oh. Tapi bukan sekadar batu, melainkan kota penuh sejarah yang dibangun dan dipahat di gurun cadas bebatuan.
Belum seberapa jauh berjalan, saya sudah ditawari untuk naik kuda dan kereta kuda. Tak jauh, di sebelah kiri ada sebuah bangunan yang dijadikan sebagai “kandang” kuda.
Jumlah kuda dan kereta kuda terbatas. Tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang cukup ramai. Saya belum melihat ada unta dan keledai yang konon juga bisa disewa.
Tapi, pengalaman Een Hendrayatie yang sempat menyewa kereta kuda menyebut, tarifnya 20 Jordan Dinar. “Atau kira-kira 400 ribu kalau dirupiahkan,” ujarnya happy.
Semakin jauh menapaki rute jalan, pemandangan kota kuno tambah mengagumkan. Misalnya, di sisi kanan ada bukit bebatuan yang bagian bawahnya terdapat sejumlah lubang mirip goa.