Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KPM PKH: Harapan Cerah Daniyah dan 'Bakso Joko'

1 Maret 2019   20:27 Diperbarui: 1 Maret 2019   20:39 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daniyah, satu dari sekian banyak KPM, yang sudah membuktikan memutus rantai kemiskinan melalui PKH. (Foto: Gapey Sandy)

"Jangan mudah putus asa dalam bekerja dan berusaha. Tetaplah fokus juga semangat. Karena, orang yang suka dan tidak suka itu, selalu saja ada."

* * *

Kalimat inspiratif itu meluncur dari lisan Daniyah (39), ketika sengaja saya jumpai pada Selasa (26/2) kemarin, di lapak dagangan bakso miliknya. Lokasinya tidak di pinggir jalan utama. Tapi sedikit masuk ke pemukiman warga, melalui Jalan Benda Barat 2, Pamulang Dua, Pondok Benda, Tangerang Selatan, Banten.

Tidak sulit sebenarnya menemukan lapak dagangan bakso Dainah. Tanya saja orang yang lalu-lalang di sekitar, mereka pasti akan menunjukkan, di mana letak "Bakso Joko". 

Suami Daniyah, Tarsono (43). Pria necis dengan guntingan rambut yang selalu rapi. Tarsono asli wong Purwokerto. Sementara Daniyah berasal dari Pekalongan.

Daniyah, satu dari sekian banyak KPM, yang sudah membuktikan memutus rantai kemiskinan melalui PKH. (Foto: Gapey Sandy)
Daniyah, satu dari sekian banyak KPM, yang sudah membuktikan memutus rantai kemiskinan melalui PKH. (Foto: Gapey Sandy)
Daniyah dan Tarsono, sibuk meladeni pelanggan baksonya. (Foto: Gapey Sandy)
Daniyah dan Tarsono, sibuk meladeni pelanggan baksonya. (Foto: Gapey Sandy)
Mahligai rumah tangga kedua insan ini, melahirkan dua putra dan satu putri. Putra sulungnya, Kaifah Singgih Putra, kini sudah kuliah semester V di Universitas Pamulang. Anak kedua mereka, Muhammad Fiki Febriansyah, siang itu baru pulang dari sekolah, dilihat dari seragamnya, masih SD. "Ini putra kami yang kedua. Baru kelas IV," tukas Daniyah sembari membiarkan tangan kanannya dicium takzim oleh si buah hati. Sementara si bungsu, Khaira Ayu Arfadiha, baru berusia empat bulan.

Siapa Daniyah?

Daniyah adalah satu dari 375 orang se-Kelurahan Pondok Benda, Pamulang, Tangerang Selatan, yang menjadi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH). Program yang diinisiasi Pemerintah melalui Kementerian Sosial. Daniyah menjadi penerima manfaat PKH, sejak enam tahun lalu atau 2013.

SEMANGAT. Dalam berusaha harus fokus dan semangat. Daniyah sedang meladeni pesanan bakso pelanggan. (Foto: Gapey Sandy)
SEMANGAT. Dalam berusaha harus fokus dan semangat. Daniyah sedang meladeni pesanan bakso pelanggan. (Foto: Gapey Sandy)
RAMAH. Daniyah, berdiri kanan. Meladeni pelanggan bakso dengan keramahan dan cekatan. (Foto: Gapey Sandy)
RAMAH. Daniyah, berdiri kanan. Meladeni pelanggan bakso dengan keramahan dan cekatan. (Foto: Gapey Sandy)
"Ketika tahun 2013 itu, saya tidak menyangka, tiba-tiba dapat surat undangan dari kantor kelurahan. Saya enggak menyangka, bisa jadi peserta KPM PKH. Saya hadir dan memenuhi semua persyaratan yang harus dilengkapi," kenangnya.

Berbekal tekad kuat untuk mengubah nasib dan roda kehidupan, Daniyah yang terus dipompa semangatnya oleh pendamping pelaksana PKH di lapangan, Agung Mandela, akhirnya resmi menjadi satu dari sekian banyak KPM PKH. "Saya bersyukur kepada Tuhan, dan berterima kasih kepada PKH dari Kementerian Sosial ini," ujarnya tulus.

Daniyah berbagi cerita.

Sebelum menjadi KPM PKH, Daniyah bersama suaminya, jatuh bangun mencari nafkah. Banyak yang harus keduanya tanggung, mulai dari kewajiban membayar sewa rumah kontrakan, melunasi uang sekolah anak, mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, sampai memutar otak agar bagaimana, esok hari bisa terus berdagang bakso. "Semua cucuran keringat, saya dan suami rela untuk pontang-panting demi keluarga," ujarnya.

Daniyah, anak kedua, dan Tarsono di lapak dagangan baksonya. (Foto: Gapey Sandy)
Daniyah, anak kedua, dan Tarsono di lapak dagangan baksonya. (Foto: Gapey Sandy)
Agung Mandela, pendamping KPM PKH berpose bersama Daniyah. (Foto: Gapey Sandy)
Agung Mandela, pendamping KPM PKH berpose bersama Daniyah. (Foto: Gapey Sandy)
Selain sang suami berdagang bakso keliling menggunakan gerobak dorong, Daniyah juga tidak mau berleha-leha saja di rumah. Ia justru ikut memerah tenaga, menjadi pembantu rumah tangga di rumah-rumah warga perumahan sekitar. Terkadang, bila sedang lesu hasil perolehan dagang bakso, suami Daniyah juga bekerja serabutan. "Ya jadi kuli bangunan, atau apa sajalah semua yang bisa dikerjakan. Saya dan suami ikhlas, dan semangat terus untuk kerja, kerja, dan kerja," tutur Daniyah penuh optimisme.

Kehidupan Daniyah bersama Tarsono di pertengahan tahu n '90-an itu memang serba sulit. Sekadar perbandingan. Harga bakso per porsi saat itu, hanya Rp 300. Sementara kebutuhan hidup, terus merangkak naik.

Beruntung, kata Daniyah, sang suami punya "kebisaan" memproduksi dan menjajakan bakso. Semua kemampuan itu, hasil "berguru" dari kakak kandung suami Daniyah. Meski belum mampu menambal kebutuhan nafkah hidup keluarga, tapi dengan berdagang bakso keliling, keluarga Daniyah merasa punya setitik asa nan cerah.

Flow Chart Mekanisme Pelaksanaan PKH. (Sumber: Kemensos RI)
Flow Chart Mekanisme Pelaksanaan PKH. (Sumber: Kemensos RI)
"Awal mula dagang bakso, suami saya berkeliling dengan gerobaknya. Lalu, mulailah punya lapak dagang sendiri di dekat rumah kontrakan. Sesudah sejumlah pelanggan, mulai merasa kelamaan, kalau harus menunggu gerobak bakso pulang, usai wara-wiri dan blusukan keluar masuk kampong. Jadilah, kami mangkal," kata Daniyah.

Ingatan Daniyah masih sangat membekas. Ketika itu, bakso yang didagangkan suaminya, masih jenis bakso urat, dan bakso halus yang ukurannya kecil-kecil saja. Biasanya, Tarsono mulai keluar rumah mendorong gerobak baksonya pada jam 10.00, dan baru kembali ke rumah pada sekitar jam 22.00. "Ya waktu itu, paling-paling cuma bermodalkan daging bakso, 1,5 kilogram saja. Uang hasil jualan seharian yang diperoleh itu sangat minim," ujar Daniyah.

Tahun terus berganti. Tapi kehidupan Daniyah dan suaminya, Tarsono, masih juga belum berubah. Semua serba pas-pasan, bahkan kadangkala, kekurangan. Maklum, putra sulung juga sudah mulai membutuhkan biaya untuk pendidikan. Itu artinya, Daniyah dan Tarsono mewajibkan diri untuk semakin giat berikhtiar.

Daniyah yakin akan nasehat yang selalu terngiang di kepalanya. "Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang, kalau orang itu tidak mau bekerja dan berusaha." Kalimat itu  saja yang terus mencambuk pikirannya, agar tidak berhenti memutar otak, dan berpikir mencari peluang mendapatkan nafkah halal lagi berkah.

Hak KPM PKH. (Sumber: Kemensos RI)
Hak KPM PKH. (Sumber: Kemensos RI)
Tuhan, pasti tidak akan membiarkan hamba-Nya yang gemar berusaha. Menjemput rezeki-Nya. Seperti, Daniyah. Jerih payah bekerja, membanting tulang, diiringi untaian doa agar hidup yang dijalani semakin baik, akhirnya terjawab.

Bantuan sosial bersyarat dalam bentuk PKH, yang diterima Daniyah sebagai KPM, mulai terasa manfaat positifnya. Biaya pendidikan anak-anak Daniyah, sedikit banyak sudah dapat teratasi, berkat kucuran dana tersebut. "Ketika itu, pada awal-awal menerima PKH, saya rutin, setiap tiga bulan sekali, pergi ke kantor pos. Untuk mengambil dana bantuan sosial PKH itu. Alhamdulillah, prosesnya tidak sulit. Lalu kemudian, seiring waktu berjalan, sistem pencairan dana berganti, dengan menggunakan kartu ATM," ujarnya penuh syukur.

Berkat dana bantuan sosial PKH, jujur Daniyah mengungkapkan, sangat terbantu sekali dalam hal membiayai pendidikan buah hatinya. Apalagi memang, KPM PKH mewajibkan penerima manfaat di bidang pendidikan, mendaftarkan dan memastikan kehadiran anggota keluarganya, ke satuan pendidikan sesuai jenjang sekolah dasar dan menengah.

"Saya sampai tidak berani mengutak-atik dana bantuan sosial PKH itu untuk kebutuhan lain, di luar urusan pendidikan. Pokoknya saya fokus, dana itu buat biaya sekolah anak-anak saya. Saya mau, anak-anak saya bisa lebih pandai dan sekolah tinggi, tidak seperti saya dan suami," tutur Daniyah merendah.

Anggaran dan Cakupan PKH. (Sumber: Kemensos RI)
Anggaran dan Cakupan PKH. (Sumber: Kemensos RI)
Lantaran telah memiliki sumber dana pendidikan bagi anak-anaknya yang cukup membantu dan terasa manfaatnya, Daniyah bersama sang suami, mulai bisa berbagi perhatian agar bagaimana mengembangkan usaha dagang baksonya.

Mulailah Daniyah dan Tarsono berkreasi. Mereka memikirkan untuk membuat eksperimen. Keren sekali bukan, istilahnya? Ya, inovasi. Bakso-bakso dengan penampilan baru. "Saya dan suami mulai coba-coba membuat Bakso Cabe Rawit, ini bakso berisi potongan cabe rawit. Pedas? Pasti. Ternyata, sampai saat ini banyak yang suka. Lalu, Bakso Keju, Bakso Urat, Bakso Iga, Bakso Tetelan, Bakso Telor, Bakso Kikil, Bakso Ceker, dan Bakso Beranak. Sebutan 'beranak' karena memang ada bakso di dalam bakso," urai Daniyah sembari tersenyum.

Perlahan tapi pasti, inovasi bakso dagangan Daniyah dan Tarsono membuahkan hasil menggembirakan. Bayangkan. Saat ini, untuk jualan tiap akhir pekan, Bakso Urat "Mas Joko" sanggup menghabiskan 40 kilogram daging. Sedangkan mie kuning dan mie putihnya, bisa menghabiskan empat kilogram. "Kalau hari biasa, paling cuma 25 kilogram daging saja," ungkap Daniyah.

Prestasi anak-anak KPM PKH . PKH Memutus Rantai Kemiskinan. (Sumber: Kemensos RI)
Prestasi anak-anak KPM PKH . PKH Memutus Rantai Kemiskinan. (Sumber: Kemensos RI)
Perempuan santun yang selalu ramah kepada setiap pelanggan bakso di lapak dagangannya ini menuturkan, kini suaminya tak perlu lagi keliling kampung menjajakan bakso. Lapak dagang "Bakso Joko" sedikit demi sedikit diperlebar, seiring makin ramainya pelanggan berkunjung. Untuk membantu operasionalisasi dagang bakso, Daniyah kini mempekerjakan tiga tambahan pekerja. "Mereka banyak membantu kami. Sehingga saya dan suami bisa fokus mempertahankan cita rasa, dan berinovasi produk kreatif, dari bakso-bakso yang dibuat sendiri di rumah," ujarnya.

Hidup Daniyah berubah. Dari yang semula papa, menjadi sejahtera. "Antara lain, berkat adanya dana bantuan sosial PKH," akunya sembari menyatakan keinginan untuk buka cabang jualan bakso. "Tapi, harapan itu masih belum kelihatan nyata. Kendalanya, pada faktor waktu dan tenaga saya, serta suami. Tenaga kami masih terbatas."

Berkat PKH, Daniyah merasakan berkah. "Sekalipun ada Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang memang menjadi hak kami, sebagai salah satu KPM PKH, tapi tak jarang, saya ikhlaskan berbagi, kepada mereka yang lebih membutuhkan. Saya yakin, dengan berbagi, rezeki akan mengalir lagi," terangnya sambil menyatakan kesudiannya bila suatu saat, lulus dari KPM PKH. "Semua terserah dari penilaian pendamping dan pengelola program. Saya manut, patuh."

Presiden Joko Widodo saat berdialog dengan salah seorang KPM PKH. (Foto: Kemensos RI)
Presiden Joko Widodo saat berdialog dengan salah seorang KPM PKH. (Foto: Kemensos RI)
Penulis percaya, masih banyak "Daniyah-Daniyah" lain di seantero negeri. Mereka mampu bangkit dan keluar dari lingkaran kemiskinan. Menjadi pribadi dan keluarga yang lebih tangguh, bersama PKH dan para pendampingnya. Mudah untuk membuktikan hal itu. Banyak ulasan dan kesaksian yang sudah bertebaran.

Tak urung, Presiden Joko Widodo pun sempat mengambil contoh Siti Jariyah, warga Bekasi. Siti, dulunya hanya berjualan lontong sayur seadanya. Namun berkat bantuan sosial PKH, ia dapat menunjukkan kepada dunia, bahwa sukses bukan milik segelintir mereka yang punya banyak materi semata.  

"Dulu Bu Siti dan suami kekurangan dalam membiayai hidup anak-anak. Tahun 2015, Siti mulai berjualan lontong sayur dibantu melalui PKH dan sekarang usahanya berkembang pesat. Sekarang sudah terima pesanan dan katering untuk acara kantor dan kawinan," ujar Presiden ketika menyampaikan Pidato Kebangsaan di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Minggu (24/2). Jokowi juga mengatakan, manfaat PKH akan ditingkatkan dengan pemberian Kartu Sembako Murah. Presiden pun menunjukkan contoh kartunya.

Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita bersama para penerima KPM PKH. (Foto: Kemensos RI)
Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita bersama para penerima KPM PKH. (Foto: Kemensos RI)
Memang, sejak digulirkan pada 2007, PKH yang dikelola Kementerian Sosial, telah berhasil menekan angka kemiskinan. Malah, volume dan cakupan manfaatnya semakin diperbesar di era Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Tentu ini sesuai amanat Program Nawacita pemerintahan Jokowi, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penurunan angka kemiskinan, sehingga bakal mewujudkan kemandirian ekonomi, dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, dan melakukan revolusi karakter bangsa.

 Dan, senyum sumringah Daniyah di lapak dagangan baksonya, menjadi satu lagi bukti tak terbantahkan, atas kesuksesan PKH. Kalimat bahwa, PKH Memutus Rantai Kemiskinan Demi Keluarga Sejahtera, benar adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun