Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Telisik, Koruptor Terusik Asetnya Diusik

16 Desember 2018   11:19 Diperbarui: 16 Desember 2018   11:40 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjalin kerjasama dengan Pemerintah luar negeri guna membuka informasi rekening orang-orang Indonesia yang sengaja menyembunyikan harta kekayaan dan hasil praktik korupsi mereka. Negara yang sudah sepakat membantu Indonesia ini adalah Swiss. Segera, Singapura diharapkan menyusul!

Mengiringi kerja super dahsyat memburu aset koruptor hingga ke lubang-lubang persembunyian di luar negeri ini, Presiden Joko Widodo menulis di akun media sosialnya:

"Berbagai upaya telah kita lakukan bersama untuk membangun Indonesia bebas korupsi, dari pelayanan berbasis elektronik, sistem pengaduan masyarakat, penghargaan bagi masyarakat yang mengungkap korupsi, sampai menempatkan KPK sebagai Koordinator Tim Nasional Pencegahan Korupsi. Dan satu hal lagi, setelah melalui pembicaraan yang panjang, kita telah memperoleh titik terang, dan sekarang pada tahap akhir untuk menandatangani Mutual Legal Assistance antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Swiss. MLA ini merupakan legal platform untuk mengejar uang hasil korupsi dan money laundring yang disembunyikan di luar negeri. Korupsi adalah korupsi, tidak bisa diganti dengan nama yang lain. Sekali lagi, korupsi adalah korupsi. Semoga Allah SWT meridhai segenap ikhtiar kita. Kita tidak memberikan sedikit pun, sekali lagi, kita tidak memberikan toleransi sedikit pun kepada pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan uang hasil korupsinya ke luar negeri."

* * *

Meriang pastilah tubuh koruptor. Secara fisik mereka sehat, tinggal di Indonesia dan dimana-mana. Tapi, demi menyimak pernyataan Jokowi yang siap memburu aset koruptor hingga ke Swiss dan Singapura, para pelaku korupsi pasti jelas pusing tujuh belas keliling, untuk bagaimana bisa menyelamatkan uang haramnya.

Selama ini, enak-enak saja para koruptor simpan uang di perbankan Swiss. Layaknya surga, Swiss memang menerapkan tarif pajak serendah-rendahnya, sekaligus keamanan tingkat dewa terhadap aset para si penyimpan uang.

Selain Swiss, pelarian uang para koruptor juga biasa menyasar ke tax heaven countries seperti Hongkong, Singapura, Cayman Islands, Bermuda, Luxemburg, Bahama dan lainnya.

Say No to Corruption. (Ilustrasi: corruptionwatch.org.za)
Say No to Corruption. (Ilustrasi: corruptionwatch.org.za)
Swiss memang menjadi salah satu negara primadona yang menawarkan layanan perbankan secara offshore. Bahkan, sektor perbankan pun menjadi sektor utama perekonomian Swiss. Tetapi, karena semakin mendapat tekanan dunia internasional, Swiss kini semakin melonggarkan hukum, misalnya terkait kerahasiaan fiskal. 

Oh ya, untuk mendirikan perusahaan di Swiss, kabarnya bisa dengan mudah dilakukan, asalkan segera terdaftar dan hal ini tidak sulit asalkan perusahaan yang akan didirikan itu menetapkan salah satu direkturnya berasal dari Swiss. Uenak benerrrrr ...!

Tax heaven countries merupakan negara-negara tempat berlindung dari kewajiban membayarkan pajak atas aset yang dimiliki. Sayangnya, kebanyakan aset itu uang haram hasil praktik korupsi, misalnya. Selain ada juga yang hasil praktik tindak-tanduk kriminalitas lainnya, seperti perdagangan Narkoba, perjudian, dan sebagainya. 

Negara-negara tax heaven menerapkan pajak yang sangat rendah, bahkan nyaris tidak ada pajak sama sekali. Yang penting, uang mengendap dan bisa dimanfaatkan oleh otoritas untuk berbagai keperluan.

Bukan cuma menerapkan pajak yang 'receh' atau malah nihil pajak, tax heaven countries juga peduli betul untuk mengamankan aset mereka yang diendapkan di perbankan mereka. Saking menjaga keamanan aset itu, jangankan pejabat negara lain yang ingin meminta untuk dibuka informasi kepemilikan rekening dari seseorang, bahkan dewa yang minta sekalipun tidak akan mungkin bisa dikabulkan. 

Catat ini, di Cayman Island, malah berlaku siapa saja yang menanyakan atau kepo banget dengan rekening seseorang, malah bisa ditangkap dan diproses secara hukum formal yang berlaku di sana. Bujuk bunenggg ... baru nanya doang udah diserempet jeruji penjara!

Semangat Internasional Kejar Aset Koruptor

Pada April 2013 lalu, negara-negara yang tergabung dalam G-20 dan OECD sebenarnya sudah mengupayakan secara bersama-sama, untuk mendesak otoritas perbankan terutama di kalangan tax heaven countries, untuk memberi kelonggaran terhadap banking system yang diterapkan. Kelonggaran ini bukan dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, melainkan justru sebaliknya. 

Agar, otoritas perbankan ini mau bekerjasama membantu negara-negara luar yang membutuhkan informasi atas kepemilikan rekening seseorang maupun perusahaan, yang mengendapkan dana di perbankan tax heaven countries tersebut.

Standar untuk membuka informasi rekening ini didesakkan G-20 dan OECD kepada masyarakat global, demi membantu pelacakan dan pengembalian aset seseorang maupun perusahaan yang 'ngumpet' demi penggelapan pajak, pun 'ngumpet' demi tak terendus sebagai uang hasil mereka korupsi maupun lelaku kriminil lainnya.

Pertukaran informasi perbankan secara otomatis - bersama mitra perjanjian kerjasama - seperti ini, diserukan G-20 dan OECD sejak lima tahun lalu, dengan rincian agar segera masyarakat global menerima secara dan menerapkan Konvensi Multilateral tentang Bantuan Administratif Timbal Balik dalam Masalah Pajak (Mulatilateral Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters). Ini merupakan kerangka kerja untuk saling berbagi data perbankan.

Patutlah Indonesia bersyukur, Presiden Joko Widodo teramat concern dengan pemberantasan korupsi berikut penegakan hukumnya. Sehingga agenda besar memburu aset pelaku korupsi hingga ke tax heaven countries sekalipun, kini sedang gencar dilakukan. Ya memang, apalah arti seorang "Jokowi" kalau tiba-tiba ingin memburu aset koruptor ke luar negeri, pastilah tembok penghalangnya super duper hebat! 

Makanya, dengan desakan dunia internasional dan semangat kebersamaan termasuk kipran dan peran Jokowi didalamnya, perlahan tapi pasti, niat mulia mengejar aset tikus-tikus kantor atau para koruptor semakin terus menemukan titik terang.

Malah ketika itu, pernah pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center, Darussalam mengatakan, era kerahasiaan bank akan berakhir pada 2018. Ya, tahun ini, mustinya. Didahului pada 2017 kemarin, melalui pemberlakuan program Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Sekali lagi, ini merupakan bentuk komitmen sesuai dengan hasil pertemuan pimpinan negara-negara G-20 pada KTT di Antalaya, Turki. Implementasinya, untuk membuka informasi dan data perbankan termasuk pajak dan transaksi keuangan dari wajib pajak (WP) antar negara.

Inilah bentuk reformasi keuangan global, dimana Presiden Joko Widodo mewakili Indonesia turut berperan didalamnya. Melalui pertukaran otomatis, setiap rekening WP yang berada di negara lain, dapat langsung terendus dan terlacak oleh otoritas pajak. Performa Jokowi memainkan peran di fora internasional dalam menguliti jeroan aset koruptor di luar negeri, tentu tak lepas kaitannya dengan kecemerlangan kinerja Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. 

Sosok Mbak Ani, sudah tidak canggung menghadapi para otoritas keuangan internasional, utamanya Dana Moneter Internasional (IMF) dan juga World Bank (Bank Dunia).

Karikatur Jokowi Lawan Korupsi. (Ilustrasi: Twitter Jokowi)
Karikatur Jokowi Lawan Korupsi. (Ilustrasi: Twitter Jokowi)
Oh ya, sebelumnya, kalau masih ingat, di era Menkeu Bambang Brodjonegoro, pernah disebut-sebut, sedikitnya ada 84 WNI yang memiliki rekening tambun di perbankan Swiss. Nilainya mencapai sekitar US$ 195 miliar atau sekitar Rp 2.535 triliun (kurs Rp 13.000 per US$). Angka ini bahkan jauh melampaui belanja negara dalam APBN 2016 yang hanya senilai Rp 2.095,7 triliun.

Ini yang terus dibidik Pemerintahan Jokowi. Tanpa basa-basi, Indonesia terus menyuarakan reformasi keuangan global. Kerahasiaan bank yang selama 'gelap' dan justru dimanfaatkan tikus-tikus negara atau koruptor untuk menyembunyikan uang, didobrak. Jokowi tidak sendiri, ia berjuang dalam barisan negara-negara yang memang sudah emoh dipecundangi para koruptor. Saatnya terus buru aset koruptor. Jangan kasih kendor.

Mari belajar dari yang sudah ada. Kasus mega korupsi 1MDB Malaysia - yang berhasil meruntuhkan rezim penguasa PM Malaysia Najib Razak - membuktikan, bahwa uang haram praktik kerja penguasa jahat bisa enak-enakan ngetem di Swiss. 1MDB alias 1Malaysia Development Berhad merupakan sebuah perusahaan pembangunan strategis yang dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Malaysia. 

Tujuannya untuk mendorong inisiatif strategis pembangunan ekonomi jangka panjang dengan menjalin kemitraan global dan promosi investasi asing langsung. Sejumlah proyek berprofit tinggi dikerjakan 1MDB seperti The Razak Exchange yang tak lain adalah proyek kembar Bandar Malaysia dan akuisisi tiga Pembangkit Listrik Independen.

Sayangnya, praktik korup sudah membatu. Keuangan 1MDB malah jadi bancakan pejabat. Selain itu, sejak 2015 lalu disebut-sebut, 1MDB justru menjadi pipa saluran keuangan dari banyak sumber untuk dialirkan ke rekening milik PM Najib Razak dan orang-orang terkait lainnya. Bahkan, otoritas hukum Swiss sendiri sampai sempat berujar, ada uang sebanyak US$ 4 miliar atau setara dengan Rp 54,7 triliun, diduga kuat telah dicuri dari 1MDB. 

Dan, jreng-jreng ... Sejumlah dana yang diduga dicuri itu, kemudian ditransfer ke beberapa rekening bank di Swiss, yang notabene masih dipegang beberapa mantan pejabat publik Malaysia, dan mantan serta pejabat aktif dari Uni Emirat Arab.

Luar biasa, kongkalikong antar tikus-tikus negara yang melibatkan perbankan di Swiss sebagai tax heaven countries, "surganya dompet" para koruptor.

Lain di Malaysia, lain pula di Nigeria. Belum lama ini, Pemerintah Swiss akhirnya mengembalikan uang senilai US$ 321 juta atau setara Rp 4,3 triliun ke Nigeria. Uang ini bersumber dari rekening keluarga bekas Presiden Sani Abacha. Abacha berkuasa pada 1993 hingga 1998, dan meninggal dunia dengan kondisi penuh kecurigaan yang ditudingkan kepada dirinya, termasuk ketika masih berkuasa. Awalnya, Abacha menyimpan uang korupsinya itu di Luxemburg.

Pemerintah Nigeria jelas menyatakan terima kasih atas bantuan Pemerintah Swiss ini. Karena memang, para penyidik Nigeria yakin betul, bahwa Abacha melakukan korupsi senilai lebih dari US$ 4 miliar Rp 54,1 triliun sepanjang masa jabatannya.

Karikatur nyinyir koruptor. (Ilustrasi: zerohedge.com)
Karikatur nyinyir koruptor. (Ilustrasi: zerohedge.com)
Pengalaman Indonesia bagaimana? Sama saja. Swiss masih menjadi negeri surga buat me-ngetem-kan uang secara aman dengan kewajiban pajak yang sangat minim. Poko'e menyenangkan!

Ya, selain ada sinyalemen 84 WNI menaruh uangnya di Swiss, dan ditaksir jumlah totalnya mencapai sekitar US$ 195 miliar atau sekitar Rp 2.535 triliun (kurs Rp 13.000 per US$), pertengahan tahun kemarin beredar kabar, bahwa Pemerintah sedang mengupayakan menarik kembali uang-uang negara yang telah diselewengkan. Pihak Kejaksanaan Agung RI mengklaim telah memblokir rekening koruptor di sejumlah bank di Swiss yang nilainya mencapai kira-kira US$ 15,5 juta. Diantara yang diblokir itu adalah milik milik mantan Direktur Utama Bank Mandiri ECW Neloe dan pejabat Bank Global.

* * *

Presiden Jokowi sudah membuktikan tajinya untuk memburu aset koruptor di luar negeri, utamanya tax heaven countries. Swiss, misalnya. Dengan adanya MLA atau mutual legal assistance antara Indonesia -- Swiss, maka bisa digunakan untuk membantu proses hukum penyidikan, penuntutan, sampai eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap. Penyidikan bisa keterangan saksi, mencari keberadaan seseorang, mengetahui apakah ada aset berupa moveable aset, rumah, tanah dan lainnya. MLA bisa menjangkau hal-hal tersebut yang selama ini "tabu dan tersembunyi".

Jokowi, calon presiden petahana dengan nomor urut 01, sudah mengerjakannya!

Sementara Prabowo Subianto, calon presiden nomor urut 02, berkoar-koar dalam bukunya berjudul "Paradoks Indonesia". Penyuka kuda ini bilang, pada akhir 2016 -- sambil mengutip data Pemerintah -, ada Rp 11.000 triliun kekayaan orang Indonesia yang disimpan di bank-bank di luar negeri. Mengingat APBN atau anggaran belanja negara kita saat ini hanya Rp 2.000 triliun, jumlah ini lebih dari 5 kali lipat APBN kita.

Masih dibukunya itu pula, Prabowo menulis, kita sekarang hanya menjadi pesuruh bangsa lain. Kita hanya menjadi bangsa kacung.

Haddeeeeuuuhhhhh ... daripada nyerocos kaya 'gitu, mendingan Prabowo memberi masukan sepengetahuan dan sejujurnya ia saja, tentang berapa besar dana Keluarga Cendana dan para kroni yang masih ngetem di luar negeri? Dimana sajakah itu? Tentu, hal ini akan jauh lebih bermanfaat 'tuh, daripada "kutip sana-sini" lalu "tuding ini-itu".

Jokowi sudah dan masih bekerja keras. Pakde bekerja dan menampik jadi bangsa kacung. Gagah dan mantap berdiri menentang aneka penyelewengan anggaran dan keuangan. Bukan saja di dalam negeri, bahkan di luar negeri. Jokowi berani. Kita berani!

Jangan kasih kendor, kejar terus aset koruptor dimana saja berada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun