Reuni 212 berbuntut panjang. Lantaran Prabowo berang. Sampai-sampai ia bilang:
"Kau boleh, kau cetak, boleh kau ke sini dan ke sana, saya tidak mengakui anda sebagai jurnalis. Tidak usah, saya sarankan kalian tidak usah hormat sama mereka lagi. Mereka hanya anteknya orang yang ingin hancurkan Republik Indonesia."
Prabowo murka. Di hadapan hadirin yang memperingati Hari Disabilitas Dunia, pada 5 Desember kemarin di Jakarta, ia meluapkan ledakan emosinya. Penyebabnya? Media-media (besar) yang ditudingnya tidak menyebut jumlah 11 juta peserta acara Reuni 212 di Lapangan Monas, Jakarta. "Jutaan hadir tapi media kita tidak melihatnya. Ini aneh bin ajaib," kesalnya.
Hebatnya, tambah Calon Presiden nomor urut 02 ini, media-media dengan nama besar dan katakan dirinya obyektif, padahal justru mereka bagian dari usaha memanipulasi demokrasi. "Kita bicara yang benar ya benar, yang salah ya salah. Mereka mau katakan yang 11 juta hanya 15 ribu. Bahkan ada yang bilang kalau lebih dari 1.000 minta apa itu, terserah dia," omel Prabowo.
Bukan cuma itu. Prabowo juga misuh-misuh. Ia menganggap wartawan suka menggoreng-goreng kesalahan omongan yang meluncur dari mulutnya. Masih di hadapan hadirin, ia seolah kalap dan bertutur, "Ada wartawan enggak di sini, mereka ke sini nungguin gue salah ngomong. Mereka, saya katakan, kelompok itu, menunggu gue salah ngomong kemudian digoreng lagi, bicara emak-emak enggak boleh, tampang enggak boleh. Jadi saya katakan hei jurnalis kalian tidak berhak sandang sebagai jurnalis. Saya katakan mulai sekarang jangan lagi hormati mereka karena mereka semua antek."
* * *
Pernyataan emosional Prabowo terhadap media dan jurnalis sebenarnya tidak mengagetkan. Barangkali karena memang sudah menjadi tipikal Prabowo, suka melontarkan ucapan 'sengit', sekaligus 'melecehkan'. Seperti tak ada hal positif yang bisa disampaikan Prabowo. Kecuali, hal-hal kontroversial.Â
Bercermin dari beberapa kali ia berucap, lalu kemudian menjadi konsumsi laris di ranah publik, dan diakhiri dengan Prabowo minta maaf. Kasus berita bohongnya Ratna Sarumpaet -- sang pencipta hoax terbaik -, tampang Boyolali, dan pengojek online, bisa menjadi cermin.
Apakah Prabowo akan meminta maaf lagi? Wakakakakkk .... kita tunggu lagi aja.
Terkait kegeramannya terhadap media dan jurnalis, seperti judul tulisan ini, sebaiknya Prabowo membaca lagi bukunya sendiri.
Paradoks Media ala Prabowo
"Ketidaksukaan" Prabowo dengan media, sebenarnya sudah dijabarkan pula dalam bukunya Pandangan Strategis Prabowo Subianto : Paradoks Indonesia (hal. 74-75). Ia menulis dengan judul kecil: Kadang Media Juga Bisa Dipesan.
Lengkapnya begini, kata Prabowo. Media kita sekarang banyak dikuasai pemodal besar, sehingga banyak masalah-masalah bangsa yang disebabkan oleh ulah mereka (para pemodal besar) yang tidak diliput, atau diliput dengan narasi yang jauh berbeda dengan apa yang sesungguhnya terjadi.
Saya angkat topi kepada media-media yang secara eksplisit menyatakan keberpihakan kepada partai politik, atau kandidat tertentu dalam sebuah pemilihan, atau isu politik tertentu. Apalagi jika pernyataan keberpihakannya diulang terus-menerus, sehingga masyarakat dapat mengetahui berita yang diterbitkan berat sebelah. Jangan seolah tidak berpihak, seolah tidak bisa dibeli, tetapi menjerumuskan.
Kita harus ingat. Knowledge is power. Pengetahuan adalah kekuatan. Karena itu, media kerap kali dijadikan senjata. Sekarang kita sudah bisa buka dan baca, sebagian arsip rahasia negara-negara adidaya dari tahun '60-an. Kita bisa baca sendiri, bagaimana mereka, dengan media yang mereka kuasai, pernah mempengaruhi pandangan masyarakat kita. Bukan tidak mungkin, apa yang pernah dilakukan di masa lalu, terus berlanjut hingga sekarang.
* * *
Pertanyaannya, kalau Prabowo sendiri sudah menegaskan sikapnya dalam buku ini, bahwa dirinya 'angkat topi' pada media subyektif, media tak netral, dan media yang berpihak pada partai politik, kandidat maupun isu politik tertentu, lha terus kenapa malah geram kalau acara Reuni 212 tidak dijadikan headline oleh sejumlah media?Â
Omongannya (di buku) kok beda sih dengan tindak-tanduknya? Mustinya, Prabowo justru bilang, 'angkat topi' dong dengan media-media yang tidak menjadikan Reuni 212 menjadi headline. 'Angkat topi'-lah kepada media-media yang menyebut peserta reuni yang hadir di Monas, jauh lebih sedikit dari yang diklaim mencapai belasan juta orang.
Ayoooo ... Prabowo, 'angkat topi', jangan malah misuh-misuh ora nggenah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H