Ma'ruf mengapresiasi kerja Konjen RI itu. Tetapi, begitu pertanyaan saya mulai coba menukik kepada selentingan kabar bahwa Habib Rizieq akan kembali pulang ke tanah air, Ma'ruf Amin tidak serta-merta mengiyakan supaya pentolan Front Pembela Islam (FPI) itu supaya cepat pulang. Ma'ruf justru seolah tidak sepenuhnya berharap Habib Rizieq kembali ke Indonesia. Mau pulang ke tanah air atau tidak, itu hak dari Habib Rizieq, kata Ma'ruf. Terserah Habib Rizieq saja, apakah lebih nyaman tinggal di Arab Saudi, atau justru pulang ke tanah air.
Mengartikan pernyataan Ma'ruf, jawabannya sederhana saja. Ma'ruf - yang kini menjabat Dewan Penasehat atau Mustasyar PBNU masa khidmat 2015-2020 -, sejatinya tidak terlalu berharap sekali dengan kepulangan Habib Rizieq. Tak ada kalimat dari Ma'ruf yang menyuruh Habib Rizieq untuk kembali ke tanah air. Malah, Ma'ruf justru mempersilakan Habib Rizieq memilih tempat yang nyaman yang mana saja. Terserah Habib Rizieq.
Menariknya kemudian, di hari yang sama, 9 November, Menkopolhukam Wiranto mengundang sejumlah tokoh umat muslim dan 38 pimpinan Ormas Islam, untuk hadir di Kantor Kemenkopolkam. Tujuannya, untuk mendiskusikan tentang aksi pengibaran bendera berkalimat tauhid yang berekses pada pembakaran bendera, lalu disusul dengan "Aksi Bela Tauhid" di Jakarta. Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Majelis Ulama Indonesia, PB Nahdlatul Ulama (PBNU), PP Muhammadiyah, Forum Umat Islam (FUI), Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), bahkan Front Pembela Islam (FPI).
Saya berpikir, "cantik" sekali langkah Pemerintah melakukan skak mat terhadap Habib Rizieq. Karena, pada saat Habib Rizieq bermasalah dengan kepolisian di Arab Saudi akibat bendera berkalimat tauhid yang mirip bendera ISIS, tapi di tanah air, Pemerintah justru melakukan silaturahim dengan para tokoh muslim dan pimpinan Ormas Islam, juga sama-sama terkait penuntasan kasus pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid.
Artinya, Habib Rizieq seolah "terpukul" empat kali. Pertama, ia berkasus dengan kepolisian Arab Saudi lantaran 'bendera ISIS' yang terpasang di rumahnya. Konjen RI, merespon dengan memberikan bantuannya. Kedua, ia tak bisa lagi mengklaim bendera itu sebagai bendera tauhid yang menjadi milik umat muslim dan harus dibela mati-matian. Maklum, Arab Saudi saja menganggap itu seperti bendera ISIS. Kalau Arab Saudi beranggapan, bendera hitam yang biasa dipakai ISIS sebagai bendera tauhid, panji-panji Islam, tentu Habib Rizieq tak perlu tersangkut penangkapan dan pemeriksaan.
Ketiga, ia seperti sengaja disingkirkan di kancah keormasan Islam, lewat pertemuan Menkopolhukam bersama puluhan Ormas Islam tersebut. Apalagi, kabar menyebutkan FPI juga mengirim perwakilan dalam pertemuan tersebut. Keempat, tudingan juru bicara FPI yang menyatakan, ada kejanggalan dalam penangkapan dan pemeriksaan Habib Rizieq oleh kepolisian Arab Saudi, sekaligus menduga ada operasi intelijen terkait kasus ini, tegas dibantah oleh Badan Intelijen Negara (BIN).
Juru bicara BIN mengklaim, pihaknya tidak terlibat dalam kasus penangkapan Habib Rizieq oleh kepolisian Arab Saudi. Begitu juga dengan tudingan yang menyebut BIN merekayasa penangkapan tersebut, merupakan berita bohong alias hoax. BIN, justru melindungi segenap bangsa, juga seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk Habib Rizieq.
Pepatah itu rasa-rasanya 'kok mirip ya dengan yang kini menimpa Habib Rizieq. Kehadiran Habib Rizieq, sama dengan seperti ketidakhadirannya. Kepergian Habib Rizieq ke Arab Saudi pun, juga tidak mengurangi semangat silaturahim puluhan Ormas Islam dan sejumlah tokoh muslim, dengan Menkopolhukam, dalam hal ini sebagai wakil dari Pemerintah.
Kebalikan dari menjadi manusia yang tersingkirkan dan tidak diharapkan kehadirannya seperti makna "Wujuduhu ka'adamihi" ini adalah hadits Nabi Muhammad saw yang berbunyi: "Khoirunnas anfa'uhum linnas" yang artinya, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain".
Hadits Nabi saw ini pernah dikutip almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kala itu, banyak yang mengingatkan Gus Dur bahwa NU apalagi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terlalu kecil untuk sosok seorang seperti dirinya. Gus Dur hanya berkomentar, ya sambil membaca hadits tersebut. (Fatwa dan Canda Gus Dur karya KH Maman Imanulhaq Faqieh)