Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Prabowo Masa Gitu

7 November 2018   00:31 Diperbarui: 7 November 2018   08:01 1164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi demo pernyataan Prabowo Subianto soal tampang Boyolali. (Foto: merdeka.com)

"Sebut saja hotel mana yang paling mahal ada di Jakarta. Ada Ritz Carlton. Ada, apa itu, Waldorf Astoria. Nama, namanya saja kalian enggak bisa sebut. Ada Saint Regis, dan macem-macem itu semua, tapi saya yakin kalian tidak pernah masuk hotel-hotel tersebut. Betul? Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir karena tampang kalian tidak tampang orang kaya. Tampang-tampang kalian ya tampang Boyolali ini. Betul?"

Tanpa teks, Prabowo Subianto berpidato sekaligus meresmikan Posko Badan Pemenangan "Prabowo-Sandiaga", Selasa (30 Oktober 2018) di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Ketika acara berlangsung, hampir tak ada gejolak. Pidato Prabowo mulus saja berjalan dari A sampai Z. Malah, kalau Prabowo misalnya bertanya kepada hadirin pendukung dirinya, "Betul?" Maka, mereka yang hadir lekas menjawab bak paduan suara atau kor, "Betuuul". Sambil sesekali ada yang tertawa dan bertepuk tangan.

Ya, maklum saja. Mereka yang hadir rata-rata adalah relawan pendukungnya. Apalagi, ini juga dalam rangka peresmian Posko Badan Pemenangan. Artinya, acara ini cukup formal dan yang penting, bernilai politis. Lha kok acaranya politis? Tengok saja, meja podium yang menjadi tempat atau posisi Prabowo berdiri dan berpidato. Ada lambang Partai Gerindra, jelas tertera.

Sederhananya, semua happy. Kala itu, apa yang disampaikan Prabowo, tak ada yang (berani) menampik. Bagaimana juga mau membantah, yang pidato 'kan ketua umum partai mereka. Manut semua, sambil manggut-manggut.    

Tapi apa yang terjadi beberapa hari kemudian?

Boyolali riuh-rendah. Pada Minggu, 4 November 2018, ribuan warga tumpah ruah ke jalan, memprotes pernyataan Prabowo yang dianggap melecehkan dan merendahkan martabat orang Boyolali. Mereka tersinggung. Kesal, karena Prabowo dalam pidatonya seolah menganggap tampang atau wajah orang Boyolali itu tidak layak masuk hotel berbintang. Alasannya, karena tampang orang Boyolali yang menurut Prabowo, bukan seperti tampang orang kaya.

Belum lagi, Prabowo mengatakan, untuk menyebut nama-nama hotel mewah yang ada di Jakarta saja, orang Boyolali pasti akan merasa kesulitan.

Warno, Sekretaris Desa Lencoh, Kabupaten Boyolali, kepada saya sempat mengatakan, kebanyakan warga desa yang ia jumpai, ramai membicarakan pidato Prabowo. "Semua menyesalkan pernyataan Prabowo. Ada juga yang bertanya-tanya, apakah sebenarnya Prabowo sudah bertemu dengan semua orang Boyolali? Kalau belum, mengapa sampai Prabowo menyatakan hal yang membuat orang Boyolali merasa direndahkan seperti begitu?" ujarnya.

Jangankan warga, bahkan Bupati Boyolali, Seno Samodro menyerukan kepada warganya, untuk sekuat tenaga jangan sampai memilih Prabowo dalam Pemilu Presiden 2019.

Ujungnya, Tim Advokat Pembela Prabowo melaporkan Seno Samodro ke Bareskrim Mabes Polri, dengan dugaan sudah melakukan ujaran kebencian yang ditujukan kepada Prabowo.

Tim Advokat ini juga meneruskan laporannya ke Badan Pengawas Pemilu. Kepada Bawaslu, mereka melaporkan Bupati Boyolali, atas dugaan tidak bersikap netral sekaligus melakukan imbauan kepada seluruh warganya supaya jangan pilih Prabowo . Padahal seharusnya, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), bupati memberi teladan bagaimana bersikap netral terhadap dua kubu pasangan Capres-Cawapres.

Aksi demo pernyataan Prabowo Subianto soal tampang Boyolali. (Foto: pojoksatu.id)
Aksi demo pernyataan Prabowo Subianto soal tampang Boyolali. (Foto: pojoksatu.id)
Tapi jangan salah, sebelumnya, Prabowo juga sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Seseorang bernama Dakun, yang merupakan orang Boyolali perantauan di ibukota, merasa tersinggung atas isi pidato Prabowo.

Sejauh ini, Prabowo mengaku kaget karena akibat pidatonya di Boyolali, membuat seseorang melaporkannya ke kepolisian. Prabowo mengaku, apa yang ia sampaikan di Boyolali, merupakan bentuk candaan atau guyonan.

Menanggapi pernyataan Prabowo yang mengklaim materi pidatonya tentang "tampang Boyolali" hanya sekadar candaan, Ketua Paguyuban Masyarakat Boyolali di Jakarta, Yusroni mengatakan, candaan ada tempatnya dan candaan tidak harus seperti itu. Makanya, Yusroni berharap Prabowo menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat Boyolali. "Lakukan saja konferensi pers, dan sampai permohonan maaf. Maka semuanya selesai, tak perlu diperpanjang lagi," kata Yusroni kepada saya.

Tapi yang kita tahu, sampai Selasa (6 November 2018) malam, Prabowo tetap belum (mau) menyampaikan permohonan maaf yang diharapkan oleh banyak pihak, khususnya warga Boyolali. Malah sebaliknya, Prabowo mengaku bingung karena candaannya justru diributkan dan diperkarakan.

Menyulut Kontroversi

Pernyataan Prabowo yang terkesan menilai sesuatu dari sudut pandang negatif, sebenarnya bukan kali pertama ini saja. Kasus "Tampang Boyolali" sudah merupakan semacam pengulangan dari yang kesekian kali.

Prabowo Subianto dalam satu kesempatan. (Foto: poskotanews.com)
Prabowo Subianto dalam satu kesempatan. (Foto: poskotanews.com)
Tercatat, Prabowo pernah beberapa kali menyulut kontroversi akibat lisannya.
  • 27 Mei 2014, sewaktu acara "Konsolidasi Nasional Pemenangan Pilpres 2014" di Hotel Chandra Kirana, Jakarta. Saat itu, Prabowo mengungkap kesan buruk tentang orang Indonesia. Kata dia, "Bangsa Indonesia ini kadang-kadang terlalu ramah, naf, lugu dan kadang-kadang, goblok. Sifat ramah ini sebenarnya menjadi karunia sekaligus kejelekan bangsa Indonesia. Anda tahu singkatan lugu? Ya, lucu dan goblok. Kita ingin jadi bangsa terhormat, tidak hanya bisa menjadi pasar, atau membeli barang dari negara lain," katanya.
  • 17 Juni 2014, di Stadion Andi Matalatta, Makassar, Sulawesi Selatan. Pernyataan Prabowo dianggap menghina Indonesia Timur. Ketika itu ia bilang, "Mau dengar sifat-sifat orang Indonesia Timur? Orang Indonesia Timur itu cepat naik pitam, tapi cepat juga turun. Orang Indonesia Timur itu suka melanglang buana, senang pesta, hatinya lurus, kalau bicara apa adanya. Kadang-kadang dianggap terlalu keras. Orang Indonesia Timur itu suka berkelahi, makanya cocok masuk tentara atau polisi. Atau, jadi pelaut. Orang Indonesia Timur itu walaupun suka berantem tapi orang-orangnya setia. Orang Indonesia Timur makannya banyak sekali. Makannya banyak, saudara-saudara sekalian. Makanya pemimpin Indonesia harus mengurus pertanian, supaya rakyatnya cukup makan," tuturnya.
  • 17 Agustus 2017 di Universitas Bung Karno, Jakarta. Prabowo "menghina" wartawan dengan menyebut gaji para pewarta yang kecil. Begini antara lain, kata Prabowo: "Kita belain para wartawan. Gaji kalian juga kecil, kan? Kelihatan dari muka kalian. Muka kalian kelihatan enggak belanja di mal. Betul ya? Jujur, jujur," ujar Prabowo.

Kalau boleh menilai, saya masih melihat, bahwa Prabowo berulang kali mengatakan sesuatu pernyataan yang kesannya 'ngenyek' atau menghina, karena memang terlalu bersemangat. Selain itu, yang menurut saya lebih penting, adalah karena Prabowo masih belum cakap menempatkan diri sebagai pemimpin, daripada sebagai "komandan dari anak-anak buahnya".

Bercanda atau guyon yang nadanya terkesan negatif dan tidak sensitif, pasti mengundang respon. Entah itu, balasannya baik maupun buruk. Para anak buah pasti akan mengiyakan dan (semaksimal mungkin) melaksanakan apa yang dititahkan komandannya. Beda dengan sosok pemimpin, yang kualitasnya adalah justru untuk mengayomi dan melayani masyarakat.

Sungguh, tak bakal bisa sekaligus menerapkan, antara posisi Prabowo sebagai sosok (yang diharapkan jadi) pemimpin, dan "komandan dari anak-anak buahnya". Saya memperkirakan, ketika Prabowo berbicara mengenai sesuatu hal, ia seakan masih (tetap) bertindak seolah sebagai "komandan militer dari para anak buahnya." Makanya, yang kemudian kerapkali muncul dari lisan Prabowo, terkadang berbentuk candaan, guyonan dan lainnya. Guyonannya pun kebanyakan garing juga.

Mustinya, Prabowo sanggup membuang jauh-jauh sistem komando yang biasa ia jalani semasa berkarir di militer. Gantinya, Prabowo harus tampil bak pemimpin, leader! Tapi, leader yang jauh dari kesan arogan, terjaga dan bermutu setiap ucapannya, dan sabar.

Kalau tak bisa mengubah penampilan dari style komandan militer menjadi sosok pemimpin, entah akan sampai berapa kali lagi, Prabowo terbelit masalah akibat ucapan-ucapannya sendiri, maklum, ia terbiasa menggunakan frame pikiran negatif.

Aksi demo warga Boyolali tuntut Prabowo minta maaf. (Foto: detik.com)
Aksi demo warga Boyolali tuntut Prabowo minta maaf. (Foto: detik.com)
Dalam bukunya "Pandangan Strategis Prabowo Subianto -- Paradoks Indonesia : Negara Kaya Raya, Tetapi Masih Banyak Rakyat Hidup Miskin", Prabowo, sebenarnya sudah menyinggung tentang, tiga kelompok manusia. Yaitu, mereka yang membuat hal-hal terjadi (The Leaders); mereka yang melihat hal-hal terjadi (The Followers); dan mereka yang menanyakan bagaimana hal-hal bisa terjadi (The Apathetic).

Menjadi "komandan militer" Prabowo sudah pernah menjalaninya. Sementara untuk menjadi leader, Prabowo musti lebih banyak berlatih lagi. Karena leader, banyak tuntutannya, ini-itu dan sebagainya. Termasuk, memenuhi setiap janji dan melaksanakan seruan yang pernah disampaikan.

Kebetulan, di buku Paradoks Indonesia, Prabowo menulis, "Jangan kita balas kedengkian dengan kedengkian, jangan kita balas kejahatan dengan kejahatan. Jangan kita balas fitnah dengan fitnah."

Itu dulu deh coba, yang Prabowo musti praktikkan ...    

Karena, kalau Prabowo tidak bisa menjaga lisan, apalagi memenuhi setiap janji atas apa yang pernah ditulis maupun disampaikan. Lantas, apa bedanya dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang lisannya juga mudah ngenyek orang lain, bahkan terkait penampilan fisik seseorang. Kalau kita masih ingat, Trump pernah mencela pemimpin nomor satu Korea Utara, Kim Jong Un, dengan sebutan, "Short and Fat", gemuk dan pendek.

Celaan ini boleh jadi mirip dengan omongan Prabowo yang misalnya ditujukan kepada para wartawan yang punya gaji kecil, dan tak mampu belanja di mal. Sekalipun niatnya ingin menyejahterakan kehidupan wartawan, tapi kan juga tidak perlu diawali dengan lontaran celaan.

Bagaimana Prabowo?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun