Hanum namanya. Bukan harum. Kalau harum, itu wangi yang semerbak, sehingga banyak orang suka. Lha, kalau Hanum? Setidaknya sudah dua komunitas yang melaporkan Hanum ke induk organisasi profesinya.
Adalah DPN Syarikat 98 bersama Advokat Indonesia Maju yang melaporkan Hanum Salsabiela Rais - putri kandung politisi gaek PAN Amien Rais itu - ke Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi (PB PDGI). Alasannya, Hanum diduga melanggar kode etik kedokteran terkait kebohongan (hoax) Ratna Sarumpaet, mantan anggota tim kampanye pasangan "Prabowo-Sandi".
Kasusnya, kita sudah tahu. Berawal dari Ratna mukanya bengap. Awalnya, ia mengaku jadi korban kekerasan sejumlah lelaki di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, pada 21 September 2018. Oleh orang-orang dari kubu Capres-Cawapres nomor urut 02, tindakan kekerasan yang dialami Ratna, kemudian jadi gorengan politik. Seru! Mulai dari konferensi pers, sampai komentar dan pernyataan mereka juga meramaikan ranah media sosial. Semua muak, mengutuk dan membenci perlakuan kekerasan yang dialami Ratna.
Polisi pun melakukan penyelidikan. Terungkap, apa yang disampaikan Ratna kurang terbukti. Belakangan, Ratna ngaku ia berbohong. "Jungkir balik"-lah orang-orang dari kubu Prabowo-Sandi. Mulai dari mengaku sebagai korban kebohongan Ratna, menyampaikan permohonan maaf, sampai kepada bersih-bersih akun media sosialnya. Ratna sendiri? Diberhentikan sebagai anggota tim kampanye "Prabowo-Sandi". Ibunda artis cantik Atiqah Hasiholan ini juga terpaksa "mondok" di tahanan Polda Metro Jaya.
Dalam jumpa pers pengakuan atas kebohongannya, Ratna juga mengaku, dirinya merupakan pencipta hoax terbaik di negeri ini. Luar biasa!
Serunya, sebelum Ratna ngaku bohong, Hanum sempat mengunggah video blogging melalui akun twitter @HanumRais. Di vlog -- yang kemudian dihapus Hanum sesudah Ratna ngaku bikin hoax - itu, putri kandung Amien Rais ini tampak memeluk Ratna, berusaha membesarkan hati Ratna, dan sambil menahan isak tangis, Hanum yang iba dengan  kondisi wajah bengap Ratna berujar sanjung-puji buat Ratna.
Begini, kata Hanum:
"Saat ini saya bersama Bunda Ratna Sarumpaet. Saya bisa merasakan ... beliau buat saya adalah Cut Nyak Dien masa kini. Kartini masa kini adalah Bunda Ratna Sarumpaet, dan Bunda Neno Warisman. Mudah-mudahan mengilhami ribuan Neno Warisman dan juga Ratna Sarumpaet di Indonesia. Salah satunya mudah-mudahan saya juga menjadi bagian dari perjuangan Ibu, ya Bu."
Ketika sesudah itu Ratna ngaku berbohong soal wajahnya yang bengap, Kamis, 3 Oktober 2018, Hanum minta maaf karena sudah ikut menyebarkan kebohongan Ratna. Di twitter-nya, Hanum menulis:
"Memohon maaf adalah ajaran besar dalam Islam ketika kita berbuat keliru. Saya secara pribadi mohon maaf atas kecerobohan dalam mengunggah berita meski telah bertabayyun pada ibu Ratna S langsung, hingga pada akhirnya yang bersangkutan telah mengaku berbohong. #KebohonganRatna"Â
Cuitan Hanum lainnya, justru berhubungan dengan profesinya sebagai Dokter. Hanum memang "cuma" Dokter Gigi, tapi ia lantang menulis:
#iamsarahza Saya juga Dokter. Saya melihat meraba dan memeriksa luka Bu Ratna kemarin. Saya bisa membedakan mana gurat pasca operasi dan pasca dihujani tendangan, pukulan. Hinalah mereka yang menganggap sebagai berita bohong. Karena mereka takut, kebohongan yang mereka harapkan, sirna oleh kebenaran.
Dalam keterangan persnya, Ketua Umum DPN Syarikat 98, Hengky Irawan menjelaskan, pencabutan izin profesi itu diharapkan dapat mendisiplinkan putri kandung Amien Rais itu agar bertanggungjawab dengan profesinya selaku dokter gigi, serta menghayati pasal-pasal Kode Etik Dokter Gigi Indonesia.
"Kami berharap penegakan atas pelanggaran kode etik dapat berdampak pada terlindunginya ketenangan masyarakat oleh pernyataan-pernyataan yang mereferensi profesi tersebut secara tidak berdasar," ujar Hengky.
Apalagi, imbuh Hengky, Hanum sempat mengunggah cuitan, bahwa dirinya adalah juga berprofesi sebagai Dokter, yang telah meraba dan memeriksa luka di wajah Ratna. Sambil menjustifikasi dirinya Dokter itulah, Hanum percaya diri banget dan mengatakan, bisa membedakan gurat luka pasca operasi dan luka akibat penganiayaan.
DPN Syarikat 98 prihatin atas penggunaan gelar akademik kedokteran oleh Hanum, demi menjustifikasi hoax penganiayaan terhadap Ratna. "Pernyataan tersebut telah menggunakan referensi profesi secara tidak benar dan merupakan pelanggaran kode etik kedokteran," jelas Hengky.
Adapun indikasi pelanggaran yang dimaksud, tunjuk Hengky, adalah pertama, Pasal 4 Ayat (2): "Dokter gigi di Indonesia tidak dibenarkan membuat surat/pernyataan yang tidak sesuai dengan fakta/kenyataan".
Kedua, Pasal 6: "Dokter gigi di Indonesia wajib menjaga kehormatan, kesusilaan, integritas, dan martabat profesi dokter gigi". Ketiga, Pasal 20: "Dokter gigi di Indonesia wajib mempertahankan dan meningkatkan martabat dirinya", Ayat 1: "Dokter gigi di Indonesia harus menyadari bahwa kehidupan pribadinya terikat pada status profesi".
Ayat 2: "Dokter gigi di Indonesia harus memelihara kehormatan, kesusilaan, integritas dan martabat profesi". Ayat 3: "Dokter gigi di Indonesia harus menghindari perilaku yang tidak profesional". Keempat, Bab V, Penutup: "Etik kedokteran gigi Indonesia wajib dihayati, dan diamalkan oleh setiap dokter gigi di Indonesia".
Keprihatinan senada disampaikan Advokat Indonesia Maju, yang juga  melaporkan Hanum, secara tertulis ke PB PDGI.  Pelaporan ini disertai harapan agar diberlakukan sanksi pemberhentian kepada Hanum, apabila terbukti melanggar kode etik profesi sebagai dokter gigi Indonesia.
By the way, bicara tentang pelanggaran yang dilakukan dokter, lima tahun lalu, Dosen Magister Hukum Kesehatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Muhammad Luthfie Hakim SH MH pernah memaparkan, ada 23 jenis pelanggaran yang umum dilakukan dokter. Dan, salah satunya: "Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut."
Cuitan Hanum tentang wajah bengap Ratna Sarumpaet cukup membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat, karena ia menjustifikasi profesinya sebagai dokter. Sebagai dokter gigi, Hanum waktu itu tidak memeriksa bagaimana gigi Ratna, 'toh? Apakah ada gigi Ratna yang copot, patah, atau goyah, akibat dihujani tendangan dan pukulan oleh pelaku penganiaya? Tapi, ia justru fokus pada gurat di wajah bengap Ratna. Lalu, menyatakan kesimpulan. Dan, tetottt ... itu pun akhirnya, salah!
Dokter adalah profesi mulia. Ia menjalankan misi kemanusiaan, mengobati pasien yang sakit. Apalagi kalau dikaitkan dengan tuntunan agama, lantaran ada hadits (riwayat Ahmad dan Thabrani) yang mengatakan, "Khoirunnas anfa'uhum linnas" yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Nah, coba sandingkan apabila profesi Dokter itu yang menjadi salah satu subyek dari "khoirunnas" tersebut. Rasanya, tidak terlalu salah juga bukan?
Sekarang, andaikata Hanum yang menjadi Dokternya, tentu perempuan kelahiran 12 April 1982 di Yogyakarta ini, pasti juga masuk menjadi salah satu subyek yang dimaksud sebagai "khoirunnas". Sayangnya, dalam kasus Ratna Sarumpaet dengan hoax-nya, Hanum tidak memainkan peran "sebaik-baik manusia" itu. Hanum terlalu subyektif. Mengedepankan like and dislike. Antara mendukung "kubu" aliran politik "Sang Ayah", dibandingkan "kubu" lawan politik "Sang Ayah".
Akibatnya, fatal. Hanum salah melakukan komunikasi. Ia membawa serta profesi Dokternya, tetapi di sisi lain, kekuatan aliran politik "Sang Ayah" juga begitu kuat mempengaruhi subyektifitasnya. Padahal, Dokter punya pedomannya sendiri, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia yang disusun sejak 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Indonesia.
Nah, didalam Kode Etik Kedokteran Indonesia itu termuat Kewajiban Umum, yang diantaranya, pada Pasal 3 mengamanatkan: "Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi."
Apabila pasal ini dicermati seksama, dan dikaitkan dengan pengalaman yang menimpa Hanum, sepertinya wajar kalau kemudian muncul pertanyaan sekaligus memberi kebebasan memilih kepada Hanum. Apakah hendak memilih profesi Dokter yang seharusnya tidak boleh terpengaruh oleh sesuatu - termasuk aliran politik sekalipun -, atau apakah Hanum lebih tepat terjun tanpa tanggung-tanggung sebagai politisi saja?
Menjadi politisi yang punya latarbelakang dokter gigi, rasanya cocok juga buat Hanum. Tapi, ketika pilihan sudah ditetapkan, ya tolong korbankan salah satunya, entah profesi Dokternya, atau jangan lagi bermain api dengan terlalu dekat dalam politik praktis "kubu-kubuan".
Memangnya bisa, menomorsatukan pilihan sebagai politisi kemudian memelorotkan profesi Dokternya? Ya, harus bisa. Hanum jangan mau kalah sama si cantik Nurul Izzah Anwar, politisi Malaysia dari Partai Keadilan Rakyat (PKR). Ia yang putri dari tokoh reformasi Anwar Ibrahim -- mantan deputi perdana menteri, dan tokoh oposisi -, akhirnya sekarang moncer mengikuti jejak "Sang Ayah" di bidang politik. Malah, Nurul Izzah Anwar yang lebih tua dua tahun dari Hanum, punya julukan membanggakan, yaitu "Putri Reformasi".
Nurul Izzah Anwar jatuh bangun membela "kubu" aliran politik "Sang Ayah". Pahit dijalani, dan kini, memanen manisnya buah perjuangan politik. Padahal, secara keilmuan akademik, Nurul Izzah Anwar ini "Tukang Insinyur Elektro dan Listrik" lulusan Universiti Tenaga Nasional. Ia lupakan profesi "Insinyur"-nya, dan kuliah lagi di jurusan Hubungan Internasional sampai meraih Master.
Hanum punya potensi seperti Nurul Izzah Anwar. Hanum juga anak dari (yang katanya) tokoh reformasi, Amien Rais. Hanum bisa saja dijuluki "Putri Reformasi", sama seperti Nurul Izzah Anwar. Dus, bisa juga terus moncer di dunia politik. Tapi, sekadar mengingatkan saja, "korbankan" dulu profesi Dokternya. Lho, kenapa? Sederhana jawabannya, supaya fokus! Contoh teladan tuh, Nurul Izzah Anwar.
Lagipula, alasan kenapa harus fokus pada salah satu opsi profesi yang hendak dijalani Hanum, supaya jangan mudah lagi berbuat kesalahan, lalu dengan mudahnya "meminta maaf". Begitu aja sih, sama mudah seperti ketika Hanum meminta maaf toh ...
Piye? Mbak, Num?
Eh satu lagi .., Nurul Izzah Anwar tak cengeng ketika ditangkap aparat Diraja Malaysia dan dijebloskan ke penjara, gegara membela "Sang Ayah".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H