Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hanum Rais, Tirulah Nurul Izzah Anwar

29 Oktober 2018   20:35 Diperbarui: 29 Oktober 2018   20:55 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesaat sebelum Ratna Sarumpaet mengaku buat hoax. Amien Rais, Ratna Sarumpaet, Hanum Rais. (Sumber: Video Hanum Rais)

Sesaat sebelum Ratna Sarumpaet mengaku buat hoax. Amien Rais, Ratna Sarumpaet, Hanum Rais. (Sumber: Video Hanum Rais)
Sesaat sebelum Ratna Sarumpaet mengaku buat hoax. Amien Rais, Ratna Sarumpaet, Hanum Rais. (Sumber: Video Hanum Rais)
o o O o o

Cuitan Hanum tentang wajah bengap Ratna Sarumpaet cukup membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat, karena ia menjustifikasi profesinya sebagai dokter. Sebagai dokter gigi, Hanum waktu itu tidak memeriksa bagaimana gigi Ratna, 'toh? Apakah ada gigi Ratna yang copot, patah, atau goyah, akibat dihujani tendangan dan pukulan oleh pelaku penganiaya? Tapi, ia justru fokus pada gurat di wajah bengap Ratna. Lalu, menyatakan kesimpulan. Dan, tetottt ... itu pun akhirnya, salah!

Dokter adalah profesi mulia. Ia menjalankan misi kemanusiaan, mengobati pasien yang sakit. Apalagi kalau dikaitkan dengan tuntunan agama, lantaran ada hadits (riwayat Ahmad dan Thabrani) yang mengatakan, "Khoirunnas anfa'uhum linnas" yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Nah, coba sandingkan apabila profesi Dokter itu yang menjadi salah satu subyek dari "khoirunnas" tersebut. Rasanya, tidak terlalu salah juga bukan?

Sekarang, andaikata Hanum yang menjadi Dokternya, tentu perempuan kelahiran 12 April 1982 di Yogyakarta ini, pasti juga masuk menjadi salah satu subyek yang dimaksud sebagai "khoirunnas". Sayangnya, dalam kasus Ratna Sarumpaet dengan hoax-nya, Hanum tidak memainkan peran "sebaik-baik manusia" itu. Hanum terlalu subyektif. Mengedepankan like and dislike. Antara mendukung "kubu" aliran politik "Sang Ayah", dibandingkan "kubu" lawan politik "Sang Ayah".

Akibatnya, fatal. Hanum salah melakukan komunikasi. Ia membawa serta profesi Dokternya, tetapi di sisi lain, kekuatan aliran politik "Sang Ayah" juga begitu kuat mempengaruhi subyektifitasnya. Padahal, Dokter punya pedomannya sendiri, yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia yang disusun sejak 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Indonesia.

Nah, didalam Kode Etik Kedokteran Indonesia itu termuat Kewajiban Umum, yang diantaranya, pada Pasal 3 mengamanatkan: "Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi."

Apabila pasal ini dicermati seksama, dan dikaitkan dengan pengalaman yang menimpa Hanum, sepertinya wajar kalau kemudian muncul pertanyaan sekaligus memberi kebebasan memilih kepada Hanum. Apakah hendak memilih profesi Dokter yang seharusnya tidak boleh terpengaruh oleh sesuatu - termasuk aliran politik sekalipun -, atau apakah Hanum lebih tepat terjun tanpa tanggung-tanggung sebagai politisi saja?

Menjadi politisi yang punya latarbelakang dokter gigi, rasanya cocok juga buat Hanum. Tapi, ketika pilihan sudah ditetapkan, ya tolong korbankan salah satunya, entah profesi Dokternya, atau jangan lagi bermain api dengan terlalu dekat dalam politik praktis "kubu-kubuan".

Memangnya bisa, menomorsatukan pilihan sebagai politisi kemudian memelorotkan profesi Dokternya? Ya, harus bisa. Hanum jangan mau kalah sama si cantik Nurul Izzah Anwar, politisi Malaysia dari Partai Keadilan Rakyat (PKR). Ia yang putri dari tokoh reformasi Anwar Ibrahim -- mantan deputi perdana menteri, dan tokoh oposisi -, akhirnya sekarang moncer mengikuti jejak "Sang Ayah" di bidang politik. Malah, Nurul Izzah Anwar yang lebih tua dua tahun dari Hanum, punya julukan membanggakan, yaitu "Putri Reformasi".

Nurul Izzah Anwar jatuh bangun membela "kubu" aliran politik "Sang Ayah". Pahit dijalani, dan kini, memanen manisnya buah perjuangan politik. Padahal, secara keilmuan akademik, Nurul Izzah Anwar ini "Tukang Insinyur Elektro dan Listrik" lulusan Universiti Tenaga Nasional. Ia lupakan profesi "Insinyur"-nya, dan kuliah lagi di jurusan Hubungan Internasional sampai meraih Master.

Hanum punya potensi seperti Nurul Izzah Anwar. Hanum juga anak dari (yang katanya) tokoh reformasi, Amien Rais. Hanum bisa saja dijuluki "Putri Reformasi", sama seperti Nurul Izzah Anwar. Dus, bisa juga terus moncer di dunia politik. Tapi, sekadar mengingatkan saja, "korbankan" dulu profesi Dokternya. Lho, kenapa? Sederhana jawabannya, supaya fokus! Contoh teladan tuh, Nurul Izzah Anwar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun