Jalan mulai mengeras, ada semacam track dengan semen coran. Lumayanlah untuk ditapaki kaki-kaki lelah, mata mengantuk dan tubuh yang menggigil kedinginan. Beberapa kali, langkah kami disusul sejumlah pendaki dengan langkah yang lebih bergegas. Diantara mereka, ada juga wisatawan mancanegara. Mungkin karena sudah terbiasa dengan salju di negaranya, ada satu dua perempuan diantara mereka yang bercelana pendek. Wkwkwkkkk ..., kagak kedinginan apa 'ntu, Neng?
Belum seberapa jauh melangkah, Dwi menghentikan langkah. Ia menunjukkan ke sisi sebelah kanan. Terlihat susunan tangga-tangga batu untuk menuju ke atas. Enggak terlalu curam sih, paling-paling 15 sampai 20 derajat sudut kemiringannya. Ternyata, inilah danau pertama yang ada di Kelimutu. Dalam bahasa lokal sering disebut Tiwu Ata Polo. Tiwu artinya danau. Menurut kepercayaan adat setempat, di danau inilah para arwah orang-orang jahat ditempatkan. Dari lokasi parkir, Ata Polo berjarak 625 m.
Oh ya, di sejumlah penanda informasi yang dipasang secara permanen juga ada disebutkan bahwa Kelimutu sebenarnya adalah satu gunung api dengan tiga danau di kawahnya. Kelimutu sendiri berasal dari 2 kata: "keli" (gunung) dan "mutu" (mendidih). Adapun soal perubahan warna air danau, begini informasi yang tertulis selengkapnya: "Ketiga danau kawah Kelimutu memiliki sumber gas vulkanik yang sama, tetapi sebagai akibat dari transportasi gas yang sub-akuatis tersebut maka menghasilkan "ekspresi" kimia yang berbeda pada setiap danau."
Sebelum matahari terbit, enggak usahlah coba naik tangga dan melihat kawah Tiwu Ata Polo. Percuma. Toh, masih diselimuti kabut tebal dan air danaunya pun tak tampak, kecuali hanya gelap dan kegelapan. Gagal melihat danau pertama ini, kami pun bergegas menuruni anak tangga lagi. Saya sempat hitung ada sekitar 80-an anak tangga. "Nanti kalau sudah agak siang, kita ke sini lagi," ujar Dwi kepada rombongan.
Jalan setapak mendaki yang lebarnya kira-kira muat 4 orang berdiri berjejer ini akhirnya membawa kami sampai juga ke puncak Gunung Kelimutu yang menurut beberapa sumber meletus terakhir kali pada 1886. Gunung setinggi 1.639 m (5.377 kaki) ini berada di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Kabupaten Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Di puncak gunung, ada monumen berwarna putih yang dibangun di atas tanah datar cukup lapang. Di atas monumen dengan anak tangga berundak ini ada tugu. Menjulang ke langit setinggi kira-kira 2,5 -- 3 meter. Anak-anak tangga ini sekaligus jadi kursi bagi wisatawan untuk menyaksikan detik-detik matahari terbit, alam pegunungan yang berselimut mega, sekaligus pancaran keindahan permukaan air tiga danau.
Saatnya tunggu detik-detik mentari kembali dari peraduannya. Sunrise!
Ketika mentari terbit dan menampakkan sinar kuning oranye kemerahannya, serta membuat garis horizontal timur yang apik, semua yang ada di puncak Kelimutu berteriak riuh rendah kegirangan. Semua terpesona atas lukisan alam ciptaan Tuhan.