"Secara teknis, itulah yang namanya Rule Of Third. Dari garis-garis cinta yang bentuknya kotak-kotak di layar kamera itu, kita musti membayangkan bahwa yang horizontal adalah sosok cowok, dan garis yang vertical adalah sosok cewek. Nah, dimana ada garis cowok bertemu atau bersinggungan dengan garis cewek, maka pada posisi itulah obyek foto makanan musti ditaruh. Kenapa begitu? Karena secara artistik yang menjadi titik utama perhatian atau point of interest adalah pada posisi dimana ada pertemuan garis cowok bertemu dengan garis cewek. Hasil fotonya, biasanya akan lebih stand out," beber "sang kapitan".
"Artinya, beri ruang pada obyek foto, jangan dalam satu frame foto terisi penuh oleh obyek fotonya. Harus ada ruang kosong sedikit. Malah kadang-kadang, kalau ada ruang kosong untuk bernafas bagi si obyek foto, biasanya ruang kosong untuk bernafas ini dimanfaatkan juga untuk menambahkan tulisan teks, pasang logo dan lainnya. Ruang kosong juga membantu orang yang melihatnya untuk lebih fokus kepada obyek foto yaitu makanannya," pesan Ruby disambut anggukan peserta yang terdiri dari Kompasianer, Food Blogger juga Food Instagrammer.
Ruby berpesan, untuk senantiasa memastikan bisa tahu angle terbaik dari makanan atau minuman yang jadi obyek foto. Berusaha dan akhirnya terbiasalah untuk menemukan the best angle melalui latihan berkali-kali.
"Food photography juga punya aturan angle terbaik, tapi tergantung dari apa-apa saja jenis makanan yang akan difoto. Kadang makanan yang difoto harus dijepret dari arah atas atau topshot. Alasannya, karena potongan daging yang warnanya kemerahan dan terlihat seratnya menghadap ke atas, maka fotonya harus dari arah topshot. Memotret burger misalnya, jangan difoto dari arah topshot -- jam 12 atau dari atas -, karena hanya akan kelihatan toping atas burgernya saja. Bagi saya, mengubah angle bisa mengubah cerita dan rasa. Angle itu penting banget karena dengan mengubah angle saja maka bisa mengubah hasrat orang lain juga," urainya.
- Warna harus kelihatan bagus. Usahakan warna-warna yang bikin ngiler, menggugah selera.
- Tekstur. Kalau makanan crispy harus terlihat renyah atau kriukkk. Makanan yang meleleh (melted) harus terlihat lelehannya.
- Volume atau ukuran. Kalau makanannya kelihatan besar atau kecil, ya harus kelihatan besar maupun kecil ukurannya. Untuk itu biasanya digunakan obyek foto pembanding yang lain.
Artinya begini, kalau kita sudah berhadapan dengan makanan yang bisa saja menjadi obyek foto menarik, tetapi karena pencahayaan di lokasi tempat kita berada kurang bagus, maka jangan memaksakan diri. Memotret makanan adalah untuk fotografi, sedangkan makanan itu sendiri, ya dalam kondisi lokasi yang kurang memungkinkan untuk kita foto, sebaiknya ya dinikmati saja cita rasa dan kelezatannya. "Bukankah ketika mau foto yang hasilnya bagus, maka cahayanya juga harus bagus," pesan Ruby.
Sebenarnya, pesan ini juga pernah disampaikan Kirsten Alana dalam situs finedininglovers. "When I walk into a home or restaurant and I see that the light is very low and will be horrible for food photography, if I don't have good lighting with me to supplement (there are options, which I will cover in the next post) -- then I enjoy my food and the company I consume it with. I take off my photographer's hat. Think of it in this way, breakfast and lunch are more for photographing. Dinner is for eating. Or - shoot your lunch, eat your dinner!" tulis Kirsten.