Habis mengunyah pinang, sirih dengan kapur bubuk, perjamuan dilanjutkan dengan merokok bersama. 'Kan tadi sudah dikasih tahu bagaimana wujud rokoknya, nah sekarang, cara menyalakan rokoknya pun tidak dengan menggunakan korek api kayu atau korek api gas. Tapi, menggunakan cara tradisional, yaitu membuat api melalui gesekan bambu kering.
Seorang bapak mulai memeragakan membuat api. Saya melihat ada gelondongan batang kayu, sepertinya kayu kelapa besar. Lalu, di atasnya ada potongan bilah bambu yang diisi dengan serabut kelapa kering. Bapak ini kemudian menggesek potongan bilah bambu dengan bambu lainnya. Gerakannya cepat dan sekuat tenaga. Alhasil, terjadi gesekan panas yang memercikkan api.
Percikan api ini yang kemudian coba digunakan untuk membakar serabut kelapa kering tadi. Mulanya asap muncul, kemudian bapak ini meniup sering-sering ke arah serabut kelapa yang sudah terkena percikan api. Kemudian ... tarrraaaaaa ... api muncul membakar serabut kelapa kering. Inilah yang kemudian digunakan untuk menyundut rokok lintingan daun lontar yang sudah terselip di antara bibir para tamu, termasuk saya.
Sekejap rokok menyala, dan kepul-kepul, mulai kami semua merokok. Uuupppssss ... ini bukan mengajarkan untuk merokok ya, maaf, ini adat, tradisi masyarakat Dusun Botang dalam menyambut, menghormati dan menjamu para tamu.
Minuman air kelapa ini disajikan berbarengan dengan suguhan kue tradisional yang dinamakan kue lekun. Kue berwarna ungu kehitaman ini terbuat dari beras hitam yang dicampur dengan kelapa parut juga gula. Cara memasaknya, dibakar dalam bambu.Teksturnya empuk, lembut, kenyal, agak lengket alias tidak gembur.
Sambil menyantap kue lekun dan menyeruput air kelapa, saya dan rombongan menyimak paparan mengenai tenun ikat Sikka yang diproduksi oleh para mama-mama di sini.
Mereka semua tergabung dalam kelompok penenun yang diberi nama "Akasia" yang didirikan pada 2009 lalu. Selain menenun, Mama-mama di Akasia ini juga memproduksi atau mengolah panganan lokal (pisang, jagung dan umbi-umbian) untuk dijual demi menambah kesejahteraan keluarga.
Ketua Kelompok "Akasia" adalah Lutgardis Bungaeldis (46). Ia akrab disapa Mama Gardis dan merupakan istri dari Hermanus Hermanto (49) serta ibu dari 4 orang anak.
"Tenun ikat yang kami produksi menggunakan bahan pewarna alam, bukan pewarna dari bahan kimia," ujar Mama Gardis kepada saya. [Khusus mengulas tentang tenun ikat Sikka menggunakan bahan pewarna alam, akan saya tulis secara khusus ya. Nantikan saja tulisan berikutnya di Kompasiana].