Sekarang ini, di Dusun Likotuden ini saja kurang lebih ada 40 hektar lahan yang ditanami sorgum. Sedangkan untuk skup Desa Kawalelo, ada 71 hektar lahan yang ditanami sorgum, termasuk di Likotuden ini. Sedangkan penanaman sorgum 31 hektar sisanya lagi, ada di 2 dusun lain yaitu Bao Uran dan Wolo Wutun yang lokasinya jauh lebih ke atas lagi. Sebagai catatan, untuk yang di dusun sebelah atas ini, baru dilakukan penanaman sorgum pada tahun 2018 ini.
Penghargaan masyarakat terhadap sorgum, utamanya terjadi pada tahun ketiga penanaman sorgum, 2017. Terbukti dengan ketika masyarakat membuka lahan sorgum seluas-luasnya. Juga ketika mereka sudah melaksanakan pasca panen, inilah momentum yang penting, sekaligus menjadi bukti bahwa mereka peduli dengan sorgum atau makanan ini.Â
Kalau masa-masa sebelumnya, mereka ini masa bodoh dengan sorgum, tanam dan jemur pun dilakukan sembarangan saja, seperti 2-3 hari dijemur sudah diangkat dan sebagainya. Termasuk hanya menjadi bahagian dari makanan hewan peliharaan saja. Awalnya sih begitu. Tetapi, sorgum tetap dimakan oleh mereka juga, meskipun dalam jumlah sedikit.
Kepedulian berikutnya adalah ketika sudah tersedia mesin pengolah sorgum. Ketika sudah terbukti bahwa sorgum itu enak dimakan, mereka bahkan sempat tidak mau menjual sorgumnya lagi. Artinya, mereka hanya akan konsumsi sendiri saja. Jadi beras itu 'kan, supaya enak, pulen dan empuk harus dilakukan sosoh (pengupasan kulit) sebanyak tiga kali, padahal nilai gizinya menjadi berkurang atau malahan hilang.Â
Kita semua pernah makan beras hitam, beras merah, dan semuanya terasa keras. Nah, begitu juga sorgum, ketika itu disosoh -- dikupas kulitnya - dan mereka rasa enak, maka mulailah ini yang membuat mereka bangga bahwa sorgum inilah makanan mereka.
Bagaimana masyarakat di sini memanfaatkan sorgum? Â Â Â Â
Mereka cenderung lebih memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok. Artinya, ini bukan lagi sebagai makanan pokok alternatif, tapi sudah menjadi makanan pokok pengganti nasi. Sedangkan untuk sorgum yang kualitasnya kurang bagus, bisa dimanfaatkan untuk hewan ternak.Â
Untuk menambah pendapatan ekonomi, ibu-ibu di sini juga mengolah sorgum menjadi tepung, lalu semakin pandai membuat kue-kue aneka varian dengan bahan dasar tepung sorgum. (Selama di Likotuden, saya melihat sendiri kue-kue seperti Kembang Goyang dan Cucur dibuat dengan tepung sorgum. Selain, ada juga dibuat sereal sorgum yang lezat lagi menyehatkan).
Proyeksi sorgum selanjutnya di NTT ini bagaimana? Â Â Â Â
Mimpi besar kita adalah bahwa masyarakat tetap menanam sorgum. Karena ada banyak program yang mengajak masyarakat menanam sorgum, tapi begitu programnya selesai, masyarakat selesai juga menanam sorgumnnya. Makanya, sebagus apapun program Pemerintah, LSM, tetapi sistem kita bukan 5 tahun, 10 tahun, melainkan harus seumur hidup.Â