Puluhan seniman dari Banten, kemarin (3/5) meradang. Mereka enggak bisa terima kalau Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Pemprov Banten memberi hadiah lomba baca puisi yang dianggap menistakan karya seni sekaligus harga diri seniman.
Betapa tidak, hadiah untuk juara kedua lomba baca puisi terkait Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diselenggarakan Dindikbud Pemprov Banten, nyatanya "hanya" dua helai serbet, kain lap.
Hadiah ini dianggap oleh para seniman sebagai tidak etis. Bahkan ketika kasus ini menjadi viral di dunia maya, banyak netizen yang mencibir mengapa sampai sedemikian tega Dindikbud Pemprov Banten memberi hadiah 'abal-abal' seperti itu.
Di depan kantor Dindikbud Pemprov Banten, para seniman melakukan aksi ruwatan bertajuk 'Zikir Serbet'. Mereka menampilkan atraksi seni. Mulai dari membaca puisi, melukis, tari, hingga aksi teatrikal.
Menurut salah seorang seniman Banten, Purwo Rubiono, 'Zikir Serbet' merupakan sikap seniman Banten merespons penghargaan atas hadiah dua serbet untuk pemenang lomba puisi. "Itu menurut teman-teman penyair sebagai pelecehan. Penyelenggara dinilai tidak paham pada event-event kebudayaan," ujarnya seperti dikutip detik.com.
Meminta tanggapan terkait masalah ini, penulis melakukan wawancara dengan salah seorang seniman Banten yang dipandang cukup senior dan dihormati, yaitu Toto ST Radik selaku Ketua Majelis Pertimbangan Dewan Kesenian Banten(DKB).
Toto ST Radik adalah penyair kelahiran Singarajan, Serang, Banten. Terlahir pada 30 Juni 1965 dari ayah H Mohamad Suhud dan Ibu Hj Ratu Tuchaeni. Toto pernah merain penghargaan dari Komunitas Sastra Indonesia (KSI) pada 2000, atas kumpulan puisinya 'Indonesia Setengah Tiang'.
Wawancara dengan Toto ST Radik yang masih mengabdi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Pariwisata Kota Serang, Banten, sekaligus pengajar puisi ini, dilakukan menggunakan fitur WhatsApp! Call, pada Jumat pagi ini, 4 Mei 2018:
o o o O o o o