"Kalau seminggu pasca kejadian pembunuhan Kim Jong Nam, para duta besar Malaysia ditarik dari Korea Utara, saya pikir hal ini cuma langkah pencitraan saja. Kebijakan penarikan dubes Malaysia dari Korea Utara ini 'kan ada pada level formal, sementara pembunuhan Kim Jong Nam justru berada di level informal atau level di belakang layar. Malah kalau Malaysia enggak menarik dubesnya dari Korea Utara, bisa jadi tambah muncul pertanyaan, kenapa enggak menarik dubesnya? Begitulah. Kalau saya bilang, ini politik konspiratif yang pada akhirnya membutuhkan a cover-up yakni dalam bentuk kebijakan penarikan dubes. Ini sekadar untuk menutup-nutupi bahwa seolah-olah Malaysia itu kecewa terhadap Korea Utara. Buktinya sekarang, Malaysia dan Korea Utara berbaik-baik lagi 'kan," urainya.
Menurut Jerry, kasus pembunuhan target man di negara lain, sebenarnya sudah dilakukan sejak peperangan tipe 3GW (generation warfare). Tetapi lebih masif lagi dilakukan dalam perang 5GW. Sederhananya, saya menyebut pola-pola demikian sebagai perang asimetris dengan segi ancaman berupa non-konvensional. Bukan konvensional. Karena kalau konvensional berarti ancaman militer. Ingat ya, secara umum ancaman itu tidak selalu melulu perang.
Sedangkan peperangan 5GW, Jerry mengutip pernyataan Antoine Bousqet bahwa, periode peperangan ini bisa disebut sebagai perang cybernetic. Dalam perang ini diaplikasikan sistem sibernetika, yaitu sistem dengan memanfaatkan perangkat computer yang diintegrasikan dengan saluran komunikasi elektronika. Gabungan kedua komponen ini dimanfaatkan untuk mendukung sistem komando dan kendali pertempuran yang biasa disebut C2(Command and Control) kemudian berkembang menjadi C4I(Command, Control, Coordination, Communication, and Information).
"Untuk pembunuhan Kim Jong Nam dan Fadi al-Baths saya enggak yakin kalau yang melakukannya adalah termasuk tim khusus dari Malaysia sendiri. Saya enggak yakin sepenuhnya akan hal itu. Tetapi, kalau kejadian-kejadian pembunuhan ini dibiarkan atau sebenarnya diketahui oleh Malaysia, saya justru dominan untuk yakin. Tapi yang melakukan, karena ini saya anggap sebagai kerja intelijen, maka biasanya tidak menggunakan pola yang sama. Tiap kerja intelijen punya pola-pola yang berbeda. Untuk pembunuhan Kim Jong Nam itu misalnya, seolah-olah ada acara televisi reality show dan justru orang lain yang melakukannya. Sedangkan dalam kasus pembunuhan Fadi al-Baths justru dilakukan dengan cara penembakan langsung," katanya.
Saatnya, Tingkatkan Lagi Kerjasama Intelijen
Sementara itu, pengamat masalah intelijen Prayitno Ramelan dalam tulisannya berjudul "CIA dan DFAT Pernah Memperingatkan Ancaman Teror di Indonesia dan Malaysia, khususnya Abu Sayyaf" menulis, bahwa dalam kegiatan intelijen, jaringan atau 'indra' merupakan salah satu elemen strategis yang harus terkoordinasi hingga menghasilkan manfaat yang optimal, dimana pola-polanya harus juga teratur dan terstruktur. Untuk menjaga dan memberi rasa aman dan nyaman ke masyarakat, intelijen bahkan harus lebih pro-aktif. Ini berarti intelijen harus terus bergerak dalam Pulbaket (Pengumpulan Bahan Keterangan) dan kerjasama intelijen perlu dijaga dan diaktifkan agar intelijen bisa membuat perkiraan ancaman.
Dalam tulisan lain berjudul "Indonesia Harus Tegas Menghadapi Malaysia", Pray - sapaan akrabnya - mengingatkan bahwa, Malaysia merasa sebagai negara Islam yang kental, tetapi tetap saja masuk dalam persatuan Negara-Negara Persemakmuran Inggris (Commonwealth of Nations), bergabung pada 16 September 1963, Singapura (15 Oktober 1965). Kelompok ini adalah suatu persatuan yang secara sukarela melibatkan negara-negara berdaulat yang didirikan atau pernah dijajah oleh pihak Britania Raya (Inggris) dalam sebuah persatuan.
o o o O o o o