Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Serba-serbi Konferensi Asia-Afrika Pertama, Mulai dari Kamera "Jadul" hingga Bajigur

17 April 2018   21:32 Diperbarui: 18 April 2022   06:25 7824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kamera Leica IIIf milik Inen Rusnan yang masih tersimpan apik di Museum KAA, Bandung. (Foto: Gapey Sandy)

"Problem pertama yang dihadapi adalah gedung. Sebab gedung-gedung besar di Bandung pada waktu itu "sangat terbatas" dan jika ada, telah digunakan sebagai kantor pemerintahan." Pemerintah memutuskan menggunakan dua gedung, yaitu Gedung Merdeka (bekas gedung perkumpulan sosial Eropa dari era colonial, Concordia) dan bangunan kantor besar pemerintahan, Gedung Dwi Warna (Gedung Dana Pensiun).

Pleno dan pertemuan terbuka berlangsung di Gedung Dwi Warna. Gedung Merdeka pada waktu itu begitu buruk kondisinya karena pernah dibakar pada masa revolusi. Sebaliknya Gedung Dwi Warna hanya memerlukan sedikit perbaikan kecil, seperti renovasi dan pengecatan. Untuk memperbaiki bangunan-bangunan tersebut, Sekretariat Bersama menunjuk Seksi Bangunan dan Ruangan dari Bandung, yaitu Ir Santoso, Hadinegoro, dan Frederich Silaban."

Taplak meja, meja dan kursi rotan serta asbak ketika digunakan saat KAA 1955. (Foto: Gapey Sandy)
Taplak meja, meja dan kursi rotan serta asbak ketika digunakan saat KAA 1955. (Foto: Gapey Sandy)

Taplak meja, meja dan kursi rotan serta asbak ketika digunakan saat KAA 1955. (Foto: Gapey Sandy)
Taplak meja, meja dan kursi rotan serta asbak ketika digunakan saat KAA 1955. (Foto: Gapey Sandy)
"Untuk staf delegasi, panitia menyiapkan beberapa hotel modern, seperti Savoy Homann, Astoria, dan Grand Hotel Preanger, sedangkan untuk perdana menteri disediakan sejumlah bungalow kolonial besar di sepanjang jalan utama ke arah utara menuju perbukitan di sekitar Ciumbuleuit dan Lembang.

Panitia juga menyiapkan Hotel Islam Swarha di alun-alun Bandung untuk para jurnalis. Totalnya, pemerintah Indonesia mempersiapkan 18 hotel, 29 resor dan bungalow (22 dimiliki swasta dan 7 dimiliki pemerintah), 8 rumah Palang Merah Indonesia (PMI), dan 4 hotel yang bisa menampung sekitar 1.780 orang.

Makanan khusus diimpor, seperti kari dari Madras dan kacang-kacangan dari Arab Saudi. Hotel-hotel diberi instruksi khusus dalam menyiapkan menu mereka dan menawarkan hidangan baik yang berasal dari Eropa maupun Indonesia. Selama konferensi, Sukarno meminta Roeslan Abdulgani menyediakan makanan Indonesia seperti soto, gado-gado, dan sate, serta jajanan ringan seperti klepon, pukis, bika ambon, dan lemper, mirip dengan yang disajikan selama Konferensi Bogor.

Untuk transportasi sehari-hari, pemerintah Indonesia telah menyiapkan 143 sedan salon (Plymouths, Fiat, Austin, Mercedes-Benz, dan Chevrolet), 30 taksi, dan 20 bis. Sebanyak 87 mobil (tiga per negara) disiapkan untuk memenuhi kebutuhan delegasi, 10 mobil untuk Sekretariat Bersama, dan sisanya ditempatkan dekat dengan lokasi konferensi dan hotel untuk transportasi sehari-hari anggota delegasi, staf, dan pengamat.

Selain itu, kapasitas pengiriman telegram ditingkatkan dari 100,000 menjadi 200,000 kata per hari. Akses dan jaringan telepon masih terbatas pada waktu itu, tetapi Indonesia memperoleh 100 telepon dari India dan sambungan telepon radio juga dikembangkan untuk menjangkau hampir 30 negara."

Komunike Terakhir Hasil KAA 1955 yang dikenal dengan nama Dasa Sila Bandung. (Foto: ANRI)
Komunike Terakhir Hasil KAA 1955 yang dikenal dengan nama Dasa Sila Bandung. (Foto: ANRI)
Tuh, nyambung juga kan, antara kisah minuman bajigur yang diceritakan Ceu Popong dengan yang ada di buku Wildan Sena Utama. Ternyata memang, itu adalah ide Presiden Soekarno untuk menyediakan makanan Indonesia berikut jajanan ringan tradisionalnya selama perhelatan KAA 1955 di Bandung.

Sudah banyak tulisan tentang KAA 1955 tersebar di berbagai sumber, termasuk di arsip Mbah Google. Umumnya tulisan tersebut menjelaskan tentang sejarah sebelum, ketika, dan rentetan berbagai konferensi sesudah KAA 1955. Termasuk, perdebatan dan silang pendapat yang berlangsung selama konferensi, sampai akhirnya lahir komunike final bersama yaitu Dasasila Bandung, atau banyak juga yang menyebut sebagai Bandung Spirit.

o o o O o o o

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun