Sebutlah sosok H Agus Salim, yang dalam film ini saya catat beberapa pelajaran berharga dan patut diteladani generasi penerus bangsa. Pelajaran dari Paatje itu antara lain:
Satu, semangat nasionalisme yang membara. Pada adegan film ini, perjuangan H Agus Salim (bersama tiga diplomat lainnya) yang kental sekali rasa nasionalismenya ditampilkan secara cukup baik. Terlebih melalui dialog-dialog pilihan yang sangat brilian untuk dikemukakan. Misalnya, apa yang disampaikan H Agus Salim yang mengutip pernyataan almarhum putranya Sjauket yang gugur di medan laga. Begini, tutur The Grand Old Man:
"Sjauket pernah bilang, Paatje berjuang itu bukan pilihan, tapi kemestian. Dan kata-kata itu mengingatkanku dan menyadarkanku bahwa setiap putra bangsa itu harus berjuang. Perjuangan tidak akan pernah selesai. Walaupun nyawa taruhannya aku akan tetap berjuang."
Dua, rasa humorisnya yang tinggi sehingga membuat banyak orang suka pada Paatje dari berbagai kalangan. Tak aneh juga kalau Seri Buku Saku TEMPO Bapak Bangsa yang mengulas Agus Salim, diberi judul "Diplomat Jenaka Penopang Republik". Judul ini kayaknya pas banget, apalagi kalau kita sudah menonton film Moonrise Over Egypt, semakin pas!
Satu adegan yang menampilkan kejenakaan H Agus Salim adalah ketika tim delegasi Indonesia beramah-tamah dengan Menlu Mesir Nokrashy beserta stafnya. Pada saat dipersilakan untuk mencicipi roti khas Mesir yaitu Isy, baik Rasjidi, Baswedan dan Nazir sama-sama memuji kelezatan makanan pokok masyarakat Mesir yang rasanya seperti roti tawar tetapi dengan tekstur yang lebih padat dan serat yang lebih terasa.
Ketiga diplomat ini juga menyampaikan harapan agar kelak Nokrashy datang ke Indonesia dan mencicipi panganan tradisional khas daerahnya masing-masing. Nazir menyebut Galamai, panganan khas Sumatera Barat. Sementara Baswedan menyampaikan Rujak Cingur dari Jawa Timur, dan Rasjidi menukas Lumpia dari Semarang. Nokrashy pun nampak senang.
Lantas bagaimana dengan H Agus Salim? Mantan wartawan dan pemimpin redaksi di beberapa media cetak ini justru melontarkan humor satire yang sudah menjadi trademark-nya. Paatje bilang:
"Our food is so delicious. It makes the Westerns to forget to return their home for hundred years".
Mendengar apa yang dilontarkan Paatje, seluruh yang hadir menjadi tergelak tawa, termasuk Nokrashy. Malah, Menlu Mesir ini bilang, "Mr Salim has a diplomatic sense of humor".
Tiga, cerdas. Dalam hidupnya yang senantiasa memperjuangkan kemerdekaan bangsanya, hidup Paatje memang tak bisa lepas dari pantauan intel-intel kolonialis. Tapi apa Paatje gentar? No way! Ia justru memberi teladan kepada mahasiswa Indonesia di Mesir untuk pandai menerapkan strategi dan siasat dalam berjuang.