"Tiang tonggak rumah gadang ini masih asli. Terbuat dari kayu berwarna hitam yang bahkan karena terlalu keras dan kuatnya bahwa tidak bisa dipaku. Ada yang menyebut ini sebagai Kayu Besi," jelas Susilawati sembari membuka sehelai kain batik yang membalut dan menutupi tiang utama tengah di dalam rumah.
"Rumah gadang ini tidak diperbolehkan untuk dijadikan tempat penginapan. Karena memang sedari awal fungsinya adalah tempat raja singgah dalam perjalanan dari Pasir Talang ke Abai Sangir," terang ibu dari 2 anak dan 6 cucu ini.
Sayangnya, menurut Susilawati, dapur dari rumah gadang ini sudah tidak ada lagi. Begitupun juga untuk fasilitas toilet apabila pengunjung atau wisatawan datang ke sini. "Makanya kami berharap Pemerintah bisa memberikan bantuan untuk proses mengembalikan keberadaan dapur rumah gadang ini, lengkap dengan membangun fasilitas mandi cuci kakus (MCK). Bukankah ini merupakan salah satu ikon wisata Solok Selatan, dan merupakan cagar budaya yang harus dipelihara sama-sama," harap Susilawati.
Harapan yang sama disampaikan Upik Pandu. Pengelola rumah gadang yang berada di tepi Jalan Raya Muara Labuh ini juga berharap pemerintah memberikan bantuan pemeliharaan dan pembangunan kembali bagian-bagian rumah gadang yang mengalami kerusakan akibat termakan usia.
"Harapan saya semoga rumah gadang ini terawat secara maksimal. Kalau bisa dapatlah kami ada  bantuan banyak, sebab kalau mengandalkan pribadi-pribadi untuk membangun agak susah juga. Bantuan dalam bentuk biaya atau bahan bangunan. Memang sekarang sudah ada bantuan dari pemerintah, tapi baru dikhususkan kepada rumah gadang yang kondisinya mengalami kerusakan. Kalau rumah gadang saya ini masih bisa dipergunakan," tutur ibu dari 6 anak dan 7 cucu ini. Â
Berdasarkan tugu informasi yang ada di halaman depan dan dipampang oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Solok Selatan, rumah gadang yang dikelola Upik Pandu adalah Rumah Gadang Datuak Djopanjang.
Rumah Gadang Datuak Djopanjang juga disebut Rumah Gadang Surau karena bentuk bangunannya seperti surau. Rumah Gadang yang membawahi Suku Panai ini dipelihara oleh generasi ke-4 dan dikepalai oleh Datuak ke-5 bernama Nusatria Datuak Djopanjang (2017).Â
"Waktu zaman dulu, rumah gadang ini sering dipakai rapat orang-orang dahulu untuk membicarakan agama. Sebelum ada masjid, orang-orang shalat di rumah gadang ini. Kalau rumah gadang orang biasa, biasanya ada kamar. Di rumah gadang ini tidak ada kamar, kecuali hanya ada di anjung kiri dan kanan saja," jelas perempuan berusia 64 tahun ini.