Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Usulan Sertifikasi Halal Batik Ditolak oleh Perajin?

4 Februari 2018   22:45 Diperbarui: 6 Februari 2018   06:52 3876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KANAN: Iin Windhi Indah Tjahjani, perajin batik asal Kampung Batik Gedong, Semarang, Jawa Tengah. (Foto: FB Cinta Batik Semarang)

d. Parafin

e. Microwax

f. Kendal

Setelah selesai dalam proses pelilinan, maka barulah pebatik dapat melakukan proses pewarnaan dengan menggunakan zat-zat pewarna. Pewarna kain batik, umumnya dapat dikategorikan menjadi dua jenis: zat pewarna alam (natural dye) dan zat pewarna sintetis (synthetic dye).

Batik Minang Tanah Liek di Sumatera Barat, antara lain menggunakan pewarna dari tanah liat. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Minang Tanah Liek di Sumatera Barat, antara lain menggunakan pewarna dari tanah liat. (Foto: Gapey Sandy)
Zat pewarna alam dihasilkan dari unsur warna yang dapat diperoleh dari berbagai macam tumbuhan. Misalnya pada bagian buah, akar, daun juga kulit pohon.

Sedangkan zat pewarna sintetis, diproses atau dihasilkan secara sintetis (buatan) oleh industri. Zat pewarna sintetis tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 7 bahan warna yaitu: napthol, indigosol, rapide, ergan soga, kopel soga, chroom soga, dan reaktif (procion, remazol dan lainnya).

Unsur-unsur zat kimia yang menyertai zat pewarna batik tersebut di atas (untuk zat warna alami maupun zat warna sintetis) di antaranya adalah sebagai berikut: TRO (Turkish Red Oil) atau yang disebut juga sebagai bahan dasar sabun, nitrit, coustic soda, soda ash, hidro sulfit, tawas, tembaga sulfit, asam sulfat, asam chlorida dan lain-lain. Hampir semua zat kimia ini tidak ada yang bersumber dari lemak binatang.

Tanah Liek atau tanah liat dipergunakan untuk mewarnai Batik Minang Tanah Liek di Sumatera Barat. (Foto: Gapey Sandy)
Tanah Liek atau tanah liat dipergunakan untuk mewarnai Batik Minang Tanah Liek di Sumatera Barat. (Foto: Gapey Sandy)
Kulit Jengkol dipergunakan untuk mewarnai Batik Minang Tanah Liek di Sumatera Barat. (Foto: Gapey Sandy)
Kulit Jengkol dipergunakan untuk mewarnai Batik Minang Tanah Liek di Sumatera Barat. (Foto: Gapey Sandy)
C. Penggunaan kain produk batik

Setelah seluruh proses pembuatan kain batik selesai, maka perajin batik akan mendapatkan kain-kain produk batik, seperti misalnya kain sarung, kain panjang (sinjang), kain kemeja, kain blouse dan lainnya.

Menurut Komarudin Kudiya lagi, terkait isu yang sekarang terlangsung yakni perlunya Sertifikasi Halal terhadap kain batik, bila melihat secara proses dari awal - di antaranya ada pada proses penghilangan pengkanjian yang disinyalir menggunakan enzim babi - maka penelusuran lebih dalam pun sudah dilakukan.

"Hasilnya? Berdasarkan hasil investigasi yang telah saya lakukan dalam beberapa hari ini, setidaknya akan terjawab dan tidak akan lagi mendatangkan keraguan bagi produsen kain batik termasuk pengguna kain-kain batik tradisional, baik kain batik tulis, kain batik cap maupun kain batik kombinasi. Hal tersebut dikarenakan, pada proses pembuatan kain-kain batik tersebut telah menggunakan bahan-bahan yang tidak najis atau zat haram yang digunakan pada proses produksinya," urai pendiri sekaligus pemilik Rumah Batik Komar di Bandung, Jawa Barat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun