Sementara itu, Budi Darmawan selaku salah seorang penggagas Rumah Batik Palbatu di Tebet, Jakarta Selatan mengatakan, kewajiban sertifikasi halal batik harus jelas maksud dan tujuannya supaya tidak ada rekayasa. "Maklum, dalam hal mengurus dokumen di negeri ini, terkadang masih simpang siur. Kita bisa melihat bagaimana pengurusan dan penyelesaian dokumen untuk keanggotaan BPJS dan e-KTP. Untuk urusan dokumen yang menyangkut nyawa manusia saja kadang masih dipermainkan, padahal ini lebih penting daripada sertifikat halal," ujar Iwan, sapaan akrabnya kepada penulis.
Menurut Iwan, untuk masalah batik ini sebenarnya sudah cukup jelas, yaitu bukan masalah perlu atau tidaknya sertifikasi halal. Justru yang masih belum jelas adalah tujuan sertifikasi itu sendiri, dan lembaga apa yang melakukan sertifikasi. "Dan, kepentingannya murni apa tidak?" tanyanya.
Iwan memberi contoh, di negara-negara yang penduduknya banyak nonmuslim, tak jarang malah memperlihatkan sikap lebih care terhadap masalah halal-haram tanpa perlu ada sertifikasi segala. "Saya pernah masuk ke toko sepatu di Singapura, dan pegawai toko bertanya lebih dulu, apakah saya muslim dengan alasan produk sepatunya ada yang mengandung kulit babi. Ini lebih realistis daripada sertifikat yang belum jelas manfaatnya," jelas Iwan.
UKM/IKM batik jangan diwajibkan
Penjelasan rinci disampaikan Dr H Komarudin Kudiya SIP M.Ds selaku Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) melalui siaran persnya. Menurutnya, istilah batik dan kain batik adalah merupakan dua hal yang berbeda. Ketika kata batik dikategorikan sebagai nonbendawi, maka pengakuan dari UNESCO telah membuktikan bahwa batik merupakan Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity). Dengan demikian bila batik dilihat dari sudut pandang ini, maka tidak perlu dilakukan sertifikasi halal atau sertifikasi-sertifikasi lainnya.
"Batik telah cukup lama menghiasi relung-relung kehidupan masyarakat Indonesia. Nafas batik mewarnai kehidupan bangsa dalam segala keadaan, di saat bangsa ini mengalami penjajahan dan penindasan bangsa Belanda kemudian dilanjutkan Jepang, batik tetap hidup dan menghidupi sebagian masyarakat yang larut dalam ruh batik Indonesia."
"Batik pada hakekatnya merupakan falsafah hidup bangsa yang di antaranya mengajarkan tentang bersikap sabar, menerima, berbagi dengan sesama dan hal-hal lain tentang makna kehidupan bangsa, termasuk di dalamnya ada unsur gotong-royong dan berbagi dengan sesama. Maka dari segi mana sertifikasi yang akan dilakukan kepada batik," jelas Komarudin.
A. Bahan-bahan pembuat kain batik
Proses pembuatan kain dasar batik yang digunakan untuk membuat kain batik, antara lain menggunakan benang (serat) yang bersumber dari jenis protein seperti wol (domba), sutera (ulat sutera), dan bulu (hewan berbulu).
Sedangkan benang yang berasal dari selulosa, di antaranya: kapas (biji buah kapas), kapuk (kapuk), linen (tangkai linen), goni (tangkai rami), hemp (tangkai hemp atau abaca), rami (rumput rhea), sisal (daun agave), sabut (sabut kelapa), dan pina (daun nanas).
Setelah mengetahui jenis-jenis seratnya, langkah selanjutnya harus mengenali bagaimana serat-serat tersebut dibuat menjadi lembaran kain-kain dasar, yang akan digunakan untuk membuat kain batik.