Tapi sekali lagi, Nana tetap harus koreksi diri, untuk memberi narasumber cukup waktu untuk menjawab. Ini juga yang dipesankan Abdullah Alamudi terkait 'Melakukan Wawancara', yaitu jangan berlaku memotong jawaban narasumber. Akibatnya, yang didengar penonton adalah pertanyaan dan malah pernyataan pewawancara yang terus nyerocos tanpa memberi kesempatan kepada narasumber untuk menyelesaikan jawabannya. Sadarlah bahwa ada narsumber yang sangat berhati-hati menjawab setiap pertanyaan. Beri dia waktu yang cukup untuk menyatakan pendapat dan menyelesaikan kalimatnya.
Begini kata netizen tersebut:
@asepsaiba :Hei @MataNajwa, sungguh tak elok dan terkesan "membentur2kan" .. cuplikan wawancara sang jenderal tentang reklamasi.. Seperti memprovokasi..
Soal "membenturkan" pendapat ini, saya justru menilai ya inilah nilai lebih dari Mata Najwa. Kemampuannya untuk membenturkan opini justru benar-benar mampu merangsang nalar pikir pemirsa menjadi cerdas dan kritis. Lagipula, membenturkan pendapat itu tidak haram 'kok dalam talkshow. Malah justru sebaliknya, menjadi semacam daya pikat utama dari talkshow.
JB Wahyudi, penulis buku Dasar-dasar Jurnalistik Radio dan Televisi (1996) pernah menasehati saya untuk membenturkan opini antar narasumber dalam acara talkshow. Waktu itu, saya jadi host sekaligus pewawancara talkshow radio. Mengapa "harus" dibenturkan? Karena pada dasarnya, yang namanya konflik itu senantiasa menarik minat masyarakat.
Lagipula, Nana bukan hanya membenturkan Anies Baswedan dengan Luhut Binsar Panjaitan saja 'kok. Dua sesi sebelumnya, opini Anies juga "dibenturkan" dengan Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Gembong Warsono terkait tema rumah DP Rp 0.
Juga, "dibenturkan" lagi dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dalam kaitannya rencana melegalisasi becak secara terbatas di ibu kota. Apakah yang demikian juga dianggap memprovokasi? Waduh, lebay! Ingat lho ya, talkshow itu punya rumus, yaitu A + B = C (Accurate + Balance = Credible). Supaya balance, sudah tentu pendapat-pendapat yang dinilai berseberangan dengan kebijakan Pemprov DKI menjadi amat laik ditampilkan.
Kalemlah 'dikit, Na'.