Semua itu tidak akan sukses dijalankan tanpa persiapan yang matang, penguasaan topik bahasan yang mumpuni, dan 'jam terbang' yang panjang.
Ketiga, kalau disebut persiapan yang matang, maka di antaranya sudah pasti adalah berkat kerja apik Tim Mata Najwa Trans7 yang berhasil dengan baik memudahkan pekerjaan Nana di atas panggung. Apa saja yang sudah mereka persiapkan. Ya, di antaranya adalah dokumentasi rekaman janji kampanye Anies Sandi dalam Pilgub, kutipan media Sandiaga Uno terkait reklamasi Pantura Jakarta, rekaman wawancara eksklusif CNN Indonesia dengan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan terkait proyek reklamasi, video reportase dan investigasi di Tanah Abang, video pelanggaran rute becak dan lainnya.
Berbekal persiapan matang dari timnya inilah, Nana menjadi begitu 'mengalir' dalam membawakan acara yang "nakal" tapi nggemesin ini.
Lagi-lagi ingat ya, Nana dan Anies, dua hari sebelum tampil di MataNajwa sama-sama di lokasi Tanah Abang. Termasuk, naik helikopter bersama guna memantau dari udara perkembangan terkini proyek reklamasi di Pantura Jakarta. Artinya, Nana dan Anies sudah semakin bisa mengenal karakter masing-masing. Malah, asal tahu saja, sebelum berlabuh ke Trans7, Nana dan Anies-Sandi pernah juga melakukan percakapan eksklusif, pada 11 Oktober 2017. Video berserinya ini beredar di YouTube dengan judul Jelang Pelantikan, Ini Pesan Anies-Sandi untuk Warga Jakarta. Ini terjadi sebelum Anies Sandi resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Menjadi bisa dimaklumi, kalau Nana kemudian benar-benar mengajukan pertanyaan dan mengendalikan wawancara seperti seorang striker kepada Anies Baswedan yang lebih terkesan "sabar" dan ulet sebagai back alias "pemain belakang". Makin merasa "diatas angin" Nana menghadapi situasi demikian.
Karena sudah terbiasa menghadapi Anies Baswedan, Nana tahu banget bagaimana harus bagaimana "menyulut sumbu" dan "menginjak kaki" narasumbernya. Termasuk ya itu tadi, memotong jawaban yang sedang diajukan Anies Baswedan. Mungkin, buat sebagian pendukung Anies, apa yang dipertontonkan Nana sebagai pewawancara dianggap kurang beretika, tidak sopan, tak tahu adab, tidak fair, zalim dan semacamnya. Tapi, bagi yang tidak mendukung Anies, apa yang dilakukan Nana sudah teramat sangat patut, lantaran Nana harus "menyelamatkan" topik bahasan agar tidak membumbung keluar konteks. Selain, sebagai pengendali wawancara dan acara, Nana harus taat pada rundown yang mengatur menit demi menit, bahkan detik!
Termasuk, ketika sampai 3 kali Nana mengajukan pertanyaan yang sama, mengenai bagaimana cara ampuh Gubernur DKI untuk mengatur becak-becak yang akan dilegalkan secara terbatas (supaya tidak melanggar)? Bayangkan, sampai 3 kali pertanyaan yang sama diajukan!
"Ya pertama, jangan kita ini pandangannya seperti priyayi atau ningrat, seakan-akan yang punya naluri cuma rakyat kecil. Yang membuat Jakarta masuk New York Times - jadi perhatian dunia - karena tanahnya turun. Kenapa? Karena gedung-gedung besar menyedot air dari dalam tanah. Mereka bukan miskin, mereka amat kaya. Artinya yang memiliki naluri melanggar itu banyak sekali, karena itu perlu diatur... ," jawab Anies.