Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

2020, Indonesia Kiblat Busana Muslim Dunia

4 Januari 2018   11:16 Diperbarui: 5 Januari 2018   16:32 7592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Populasi masyarakat muslim di Eropa, 1990 - 2030 (estimasi). (Sumber: pewforum[dot]org)

"Pada 2020, Indonesia ditargetkan untuk menjadi Center of Fashion Moslem in The World. Demi mewujudkannya, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan harus berkolaborasi dengan Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), komunitas hijaber dan pihak terkait lainnya. Kita harus duduk bersama, merumuskan konsep yang jelas."

Demikian disampaikan Gati Wibawaningsih, Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin ketika saya wawancarai (29/12) melalui sambungan telepon.

Tahun depan akan dilakukan road show busana muslim produksi Indonesia ke mancanegara, ujar Gati, termasuk ke Turki dan London, Inggris. "Tidak perlu menyewa tempat pameran luas, cukup kecil saja tetapi dapat memperlihatkan secara global bahwa pusat busana muslim ada di Indonesia," optimis Gati.

Ya, perkembangan busana muslim di Indonesia memang kian membahana. Ini ditandai bukan saja dengan menjamurnya komunitas-komunitas hijaber, tapi juga angka statistik ekonomi pun terus melesat. Sampai pertengahan 2016, data Kemenperin menyebutkan, dari 750 ribu IKM sandang di Indonesia, sebanyak 225 ribu atau 30 persennya merupakan industri busana muslim.

Dirjen IKM Kemenperin, Gati Wibawaningsih. Bahan baku masih jadi persoalan paling utama. (Foto: Gapey Sandy)
Dirjen IKM Kemenperin, Gati Wibawaningsih. Bahan baku masih jadi persoalan paling utama. (Foto: Gapey Sandy)
Seberapa 'gemuk' pundi-pundi ekspornya?

Kementerian Perdagangan pernah menyebut, sepanjang 2015 nilai ekspor busana muslim kita mencapai Rp 58,5 triliun. Angka ini cuma 20% dari penjualan busana muslim yang memang didistribusikan untuk pasar ekspor. Artinya, 80% produk justru diperdagangkan ke pasar domestik.

Meski cuma 20% produk busana muslim Indonesia yang diekspor, tapi ternyata hal ini justru sudah memposisikan Indonesia masuk dalam "Top Five" negara anggota Organisasi Kerjasama negara Islam (OKI) pengekspor busana muslim. Empat negara lainnya adalah Bangladesh, Turki, Maroko dan Pakistan.

Setelah melihat fakta dan data tersebut, beberapa catatan bisa ditampilkan.

Pertama, jumlah penduduk muslim yang mayoritas di Indonesia merupakan pasar potensial bagi produk busana muslim. Apalagi, jumlah komunitas hijaber terus menjamur. Sebutlah misalnya Hijabers Community yang berdiri pada 2010, Hijaber United, Hijabers Mom Community, Indonesian Hijab Blogger, Hijab Syar'i Community yang mulai eksis sejak 2012, dan masih banyak lagi. Karena organisasi mereka terbuka, maka para anggotanya pun meluas hingga banyak kota. Diperkirakan, ada 20 juta orang pengguna busana muslim di Indonesia. Kondisi positif ini makin menebalkan angka 80% produk busana muslim yang didistribusikan untuk pasar dalam negeri. Taksirannya ada 1,8 juta ton busana muslim yang ludes dikonsumsi pasar domestik sepanjang 2017. Target 2020, diharapkan bisa menjadi 2,2 juta ton.

Aktivitas komunitas hijaber makin kekinian dan mengikuti perkembangan zaman now, seperti misalnya, selalu rutin memunculkan tren busana muslim saban tahun. Untuk 2017 kemarin, yang sempat menjadi tren adalah motif printing yang kesannya trendi sekaligus ramai sehingga menarik perhatian. Juga model gamis, luaran long vest dan hijab segi empat. Untuk warna, tren tahun kemarin cenderung memilih pastel. Bagaimana tren 2018? Kita tunggu saja.

Sebagai catatan tambahan, populasi penduduk muslim di Indonesia yang terbesar sedunia adalah sama dengan 12,7% dari seluruh muslim sedunia. Sungguh, pasar yang begitu gemuk ginuk-ginuk bagi produk busana muslim.  

Komunitas hijaber semakin menjamur. (Foto: Hijaber Community Fanpage FB)
Komunitas hijaber semakin menjamur. (Foto: Hijaber Community Fanpage FB)
Kedua, terus melesatnya permintaan pasar ekspor maupun domestik sudah tentu karena desain produk busana muslim semakin stylish dan berkualitas. Bukan hanya bahan bakunya yang nyaman, tapi juga kreasi dan gaya yang diciptakan sekian inovatif pun kreatif. Ya bagaimana tidak, tiap momentum selalu ada saja kreativitas yang dimunculkan. Misalnya seperti dimuat situs diaryhijaber, untuk busana muslim wisata ke pantai bisa dipadu-padankan delapan style. Setali tiga uang dengan fashion liburan akhir tahun, terlebih lagi untuk pergi ke kantor. Malah, untuk jas hujan saja, ada jas hujan syar'i. Luar biasa. Pokoknya, produk busana muslim Indonesia emang gak ada matinya, digemari dan laris di pasar ekspor apalagi domestik.

Pekerjaan rumah saat ini untuk menuju Pusat Busana Muslim Sedunia pada 2020 adalah menciptakan busana muslim dengan trademark Indonesia. Termasuk misalnya, dengan memadukan dengan unsur Batik yang merupakan kebanggaan Indonesia.

Ketiga, antara jumlah pengguna yang terus bertumbuh dan membeli aneka produk busana muslim dengan mutu berkualitas, ternyata pemicunya antara lain karena pertumbuhan kelas menengah di Indonesia pada 2016 menjadi yang tertinggi (174%), bila dibandingkan dengan negara-negata ASEAN lainnya, dimana Filipina (72%), Thailand (39%), Malaysia (18%) dan Singapura (10%). Menkeu Sri Mulyani bersyukur, pertumbuhan kelas menengah sangat menguntungkan, karena mereka menciptakan lapangan kerja, bukan pencari kerja. Praktis, middle class juga dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dan produktivitas.

Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia. (Sumber: Kemenperin)
Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia. (Sumber: Kemenperin)
Keempat, kita sudah mahfum, busana muslim produksi Indonesia memang banyak penggemarnya. Setiap hari, roda pemasaran terus berputar. Cobalah sesekali amati praktik jual beli di pusat perniagaan Thamrin City yang ada di kawasan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Pembeli yang datang sudah antri sejak pagi buta, termasuk yang menggunakan bus-bus rombongan wisata belanja. Penjual pun atraktif, sepanjang hari tak pernah berhenti berkarung-karung produk busana muslim dikirimkan ke berbagai wilayah di Indonesia, termasuk mancanegara. Berkarung-karung besar pula produk-produk busana muslim datang dari sentra-sentra produksi untuk segera dipasarkan.

Kondisi yang sama, terjadi juga di Mall Mangga Dua, Pademangan, Jakarta Utara. Begitu juga dengan di Pasar Cipadu, Kreo, Kota Tangerang. Belum lagi di Bandung dan kota-kota besar lainnya. Nah, diantara para pembeli selalu ada saja yang berasal dari luar negeri. Belanjaan mereka pun dibawa ke negara asalnya. Heheheheeee ... bolehlah dibilang ini ekspor secara tidak langsung bagi para pedagang. Meskipun sebenarnya, pasar ekspor busana muslim kita sudah mumpuni dan meruyak kemana-mana.

Bekraf - melalui buku Panduan Pendirian Usaha Fashion Muslim - menyebutkan, busana muslim Indonesia semakin terus menjelajah pasar ekspor, utamanya ke Amerika Serikat, Eropa (termasuk Inggris, Perancis juga Turki), Timur Tengah, Pakistan, India dan Malaysia. Artinya, dominasi ekspor busana muslim kita amat sangat menggembirakan.

"Meskipun, untuk menghitung berapa nilai ekspor busana muslim ini agak sulit karena menjadi satu dengan komoditi Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Sulit, karena klasifikasi Harmonized System Codes-nya tidak mengidentifikasikan secara spesifik. Tetapi yang jelas, nilai dan pasar ekspor terus meningkat," ujar Gati Wibawaningsih.

Target pasar busana muslim Indonesia. (Sumber: BEKRAF)
Target pasar busana muslim Indonesia. (Sumber: BEKRAF)
Populasi masyarakat muslim di Eropa, 1990 - 2030 (estimasi). (Sumber: pewforum[dot]org)
Populasi masyarakat muslim di Eropa, 1990 - 2030 (estimasi). (Sumber: pewforum[dot]org)
Oh ya, data yang dikutip dari Organisasi Kerjasama Negara-negara Islam (OKI) -- dulu Organisasi Koferensi Negara-negara Islam - menyebutkan, Indonesia duduk pada peringkat ketiga negara pengekspor busana muslim dengan nilai US$ 7,2 miliar, atau berada di bawah Bangladesh (US$ 22 miliar) dan Turki (US$ 14 miliar).

Kelima, selain Bangladesh dan Turki, negara pesaing busana muslim Indonesia sudah tentu Malaysia. Kenapa Malaysia? Karena, "rasa" Melayunya sama. Ambil contoh apa yang terjadi di Perancis. Penduduk muslim di Perancis terus bertambah, pada 2030 nanti jumlahnya diperkirakan mencapai hampir 7 juta jiwa. Ini tentu  pasar busana muslim yang lumayan potensial. Di Perancis, semangat untuk berbusana muslim kian kental pasca tragedi Charlie Hebdo. Mereka justru makin apik mengenakan busana muslim yang tidak terlalu mencirikan "muslim itu arab" sehingga pasca kejadian teror tak ada trauma apalagi Islamophobia.

Nah, pilihannya kemudian, masyarakat muslim di Perancis mulai melirik dan menggemari busana muslim yang bernafaskan Melayu, karena modern, trendy, luwes tapi tetap sesuai dengan tuntunan syariah. Belum lagi harganya yang relatif terjangkau dengan bahan yang nyaman ketika digunakan. Jauh lebih murah harga busana muslim Indonesia, bila dibandingkan dengan harga busana abaya Arab maupun Mesir, atau Chaftan-nya negeri-negeri Magribi. Abaya agak kurang sreg digunakan terutama pasca Charlie Hebdo attack. Sedangkan Chaftan terlalu menampilkan warna-warni nge-jreng. Pilihan kemudian jatuh pada busana muslim dengan "rasa" Melayu, termasuk 'made in Indonesia'.

Produk fashion muslim pria. (Sumber: BEKRAF)
Produk fashion muslim pria. (Sumber: BEKRAF)
Produk fashion muslim wanita. (Sumber: BEKRAF)
Produk fashion muslim wanita. (Sumber: BEKRAF)
Mengatasi kompetisi dengan Malaysia di pasar mancanegara ini, busana muslim Indonesia harus lebih kekinian jualannya. Contoh, produk Malaysia dengan label Naelofar misalnya, mereka menggunakan jaringan online, media-media sosial dan global marketplace untuk pemasarannya. Untuk itu, Indonesia jangan mau kalah. Lakukan hal yang sama, bahkan lebih luas dan atraktif lagi. Atau, manfaatkan aplikasi e-Smart IKM yang diluncurkan Kemenperin, karena menurut Gati Wibawaningsih, saat ini sudah 5 raksasa martketplace online yang bermitra.

Selain meladeni Malaysia, produk busana muslim Indonesia juga harus ekstra waspada. Karena saat ini semakin banyak negara yang juga bersiap memasuki dan menguasai pasar busana muslim sedunia. Mereka misalnya adalah Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Amerika Serikat, Italia, Thailand, Jepang, Italia, Inggris dan Perancis.

Keenam, untuk memenangkan persaingan pemasaran dalam dan luar negeri, tentu saja persoalan yang membelit perajin dan pengusaha produk busana muslim harus bisa dienyahkan. Problema paling pelik adalah ketersediaan bahan baku. "Tidak terlalu banyak industri tekstil dalam negeri yang maju dalam bidang pertenunan dan finishing," ungkap Dirjen IKM, Gati Wibawaningsih kepada penulis.

Persoalan lain seperti modal, teknologi, pemasaran dan SDM, ujar Gati, bisa teratasi. "Untuk modal, sekarang ini ada layanan KUR, FinTech, Modal Ventura dan lainnya. Kami bisa fasilitasi pinjaman dana juga melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Dalam hal pemasaran, silakan gabung dengan e-Smart IKM," serunya seraya menyatakan bahwa pemasaran offline harus selektif dan hanya untuk space prestisius saja.

Koleksi busana muslim batik modern. (Foto: koleksibajulengkap[dot]com)
Koleksi busana muslim batik modern. (Foto: koleksibajulengkap[dot]com)
Ketujuh, bercermin dari potensi pasar dan peta persaingan yang semakin kompetitif, Pemerintah sebaiknya memberi fasilitas menarik bagi pelaku industri busana muslim. Kalau modal dan pemasaran sudah dijawab Kemenperin dengan beragam terobosannya, maka khusus bahan baku, sebaiknya ada kebijakan untuk mengucurkan Dana Retrukturisasi. Misalnya, pengusaha kain dikucurkan subsidi khusus apabila hendak membeli piranti produksi dan semacamnya. Ini pasti bisa menjadi modal yang baik bagi ketersediaan bahan baku yang selama ini terus menjadi momok.

 Begitulah, produk busana muslim Indonesia memang sudah sepatutnya menjadi bagian dari apa yang dinamakan sebagai Halal Way of Life, bukan hanya untuk lingkup dalam negeri, tapi juga mancanegara. Semangat ini kian membuncah, apalagi ketika belum lama ini, Kementerian Agama meresmikanBadan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) demi menggairahkan perkembangan industri halal di tanah air yang dampak positifnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun