Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Selamatkan Batik Indonesia dari Batik Tiruan

22 Desember 2017   03:07 Diperbarui: 27 Desember 2017   13:00 2623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain ada Yayasan Batik Indonesia (YBI) yang peduli dengan kemajuan dan pelestarian batik, kini ada satu lagi nama baru terlahir, yaitu Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI).

Berlokasi di Museum Tekstil - Jalan Aipda KS Tubun Raya, Jakarta Barat, pada 20 Desember 2017 kemarin, APPBI resmi berdiri. Motto asosiasi ini enggak main-main loh: "Mengawal Batik Indonesia sebagai Jatidiri Bangsa untuk Dunia".

Sebenarnya, APPBI sudah terbentuk sejak 29 Juli 2017 di Pekalongan. Dasar pembentukannya waktu itu, semangat luhur para pecinta, pemerhati, peneliti, pelestari sekaligus berprofesi sebagai perajin asli batik Indonesia yang sudah cukup lama dalam memproduksi dan melestarikan wastra batik Indonesia.

Komarudin Kudiya selaku Ketua Umum APPBI periode 2017 -- 2020, dalam sambutannya mengatakan, tak dapat dipungkiri bahwa laju globalisasi turut mewarnai perubahan dan menjadi ancaman sangat serius terhadap batik di Indonesia. Secara langsung, imbas tersebut adalah merosotnya nilai-nilai seni budaya yang diakibatkan oleh semakin maraknya kontribusi tekstil tiruan batik yang lambat laun dapat melibas kelestarian batik-batik tradisional yang sarat keadilihungan karya seni yang melahirkannya.

Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) Komarudin Kudiya. (Foto: Gapey Sandy)
Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) Komarudin Kudiya. (Foto: Gapey Sandy)
Katanya lagi, setelah 8 tahun berjalan - 2 Oktober 2009 - UNESCO mengukuhkan batik Indonesia dalam daftar Representative Budaya Tak Benda Warisan Manusia kemudian memperingati setiap 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional, tetapi secara khusus para perajin dan pengusaha batik Indonesia belum merasa terwadahi untuk menyampaikan segala macam permasalahan yang ditemui dan membelit seputar industri batik.

"Masih banyak PR yang belum bisa kita kerjakan, baik oleh institusi Pemerintah, paguyuban batik, organisasi-organisasi batik, bahkan YBI sekali pun. Sebab masalah batik ini cukup pelik dan membutuhkan peran dari para praktisi perajin batik yang dalam keseharian menyatu dalam denyut nadi batik itu sendiri," ujar empunya brand' Batik Komar' di Bandung, Jawa Barat ini.

Komarudin menjelaskan alasan mengapa APPBI dideklarasikan, di antaranya banyak permasalahan batik yang bisa ditinjau dari berbagai aspek. Pertama, aspek budaya. Saat ini, sudah terlalu jauh adanya pergeseran nilai-nilai yang diampu batik dalam kehidupan budaya batik di Indonesia. Batik sudah tercabut dan terlepas dari akar budaya yang sesungguhnya.

"Batik sudah berpindah posisi dan berwujud sekadar nilai ekonomi dan telah dikomersialisasi oleh beberapa kepentingan," ujarnya.

Batik Paksinagaliman koleksi Komarudin Kudiya dari Batik Komar, Bandung. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Paksinagaliman koleksi Komarudin Kudiya dari Batik Komar, Bandung. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Parang Seling Kembang koleksi Ahmad Failasuf dari Batik Pesisir, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Parang Seling Kembang koleksi Ahmad Failasuf dari Batik Pesisir, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Kedua, aspek ekonomi. Kini, sudah begitu maraknya industrialisasi kain-kain bercorak batik yang dikerjakan dengan mesin-mesin modern dengan labelisasi batik tulis, batik sutra halus dan lainnya.

"Hal-hal seperti ini, menurut kami adalah sebuah kebohongan dan pembodohan publik. Untuk itu, kami berharap kepada Pemerintah untuk segera melakukan semacam penertiban, dikuatkan law enforcement yang ada sehingga hal-hal seperti ini jangan terjadi lagi. Semua itu, agar jangan sampai mengganggu dan mengebiri seluruh perajin batik di Indonesia," harap Komarudin.

Selain itu, Komarudin mengeluhkan kecenderungan semakin lesunya penjualan batik dalam beberapa tahun terakhir. "Kami sering mengikuti pameran dan terbukti daya beli masyarakat terhadap batik belakangan semakin merosot. Hal demikian menjadi catatan penting untuk bagaimana kedepannya para perajin dan pengusaha batik ini mengatasi kelesuan penjualan. Juga, bagaimana sebaiknya mengikuti tata kelola pameran, dan sosialisasi yang tepat terhadap batik dan pameran batik itu sendiri," tandas pria yang pernah meraih Archipelago Award pada 2011 ini.

Masih dalam aspek ekonomi, industri batik dalam negeri ternyata juga menghadapi dominasi kekuatan ekonomi asing yang menguasai dan mengendalikan bahan-bahan baku dan produksi. Akibatnya, banyak perajin batik yang kesulitan mendapatkan bahan baku dan produksi.

Batik Pancasila Sakti koleksi Putu Sulistiani dari Batik Dewi Saraswati, Surabaya. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Pancasila Sakti koleksi Putu Sulistiani dari Batik Dewi Saraswati, Surabaya. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Pancasila Sakti koleksi Putu Sulistiani dari Batik Dewi Saraswati, Surabaya. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Pancasila Sakti koleksi Putu Sulistiani dari Batik Dewi Saraswati, Surabaya. (Foto: Gapey Sandy)
"Contohnya, beberapa bulan terakhir ini saja, kami kesulitan memperoleh kain sutera tenun. Terlebih lagi, benangnya. Biasanya kami mudah mendapatkannya di pasaran, tapi kini sudah semakin susah. Apakah ini menandakan bakal terjadi perubahan atau kenaikan harga? Biasanya sih begitu," jelas Komarudin yang menamatkan S3 Program Doktor Seni Rupa di ITB ini.    

Ketiga, aspek pendidikan. Tidak adanya kepedulian dari institusi pendidikan dasar, menengah maupun atas untuk meluruskan kesalahpahaman, kebingungan, kebodohan sebagian besar masyarakat yang belum mengerti tentang batik.

"Hingga kini, belum ada upaya yang jelas untuk mengembalikan kepada fakta batik yang sesungguhnya. Juga, belum ada kurikulum batik yang lengkap dan terintegrasi dengan dunia industry dan kerajinan batik tradisional. Seringkali kita jumpai ada guru yang menyebutkan bahwa seragam sekolah anak didiknya adalah batik, padahal itu bukan batik melainkan tiruan batik. Seperti diketahui, berdasark Standar Nasional Indonesia (SNI) ada yang disebut sebagai tiruan batik, paduan tiruan batik, dan batik itu sendiri. Sayangnya, masih banyak yang belum bisa memahami untuk membedakan ketiganya itu," prihatin Komar, sapaan akrabnya.

Seorang pengunjung melihat batik-batik yang dipamerkan oleh APPBI. Pameran batik ini berlangsung hingga 7 Januari 2018 di Museum Tekstil, Jakarta. (Foto: Gapey Sandy)
Seorang pengunjung melihat batik-batik yang dipamerkan oleh APPBI. Pameran batik ini berlangsung hingga 7 Januari 2018 di Museum Tekstil, Jakarta. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Motif Naga Wayang Nitik koleksi Mayasari Sekarlaranti dari Galeri Batik Jawa, Yogyakarta. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Motif Naga Wayang Nitik koleksi Mayasari Sekarlaranti dari Galeri Batik Jawa, Yogyakarta. (Foto: Gapey Sandy)
Menurut Komar lagi, APPBI tidak akan mengambil posisi tertinggi dari organisasi atau yayasan batik di berbagai daerah yang sudah ada. Tetapi, asosiasi ini akan mensinergikan dan membantu mewujudkan program-program atau agenda-agenda yang hingga kini masih belum berjalan dengan baik. "Kami akan coba membuka simpul-simpul tersebut agar semua bisa berjalan dengan baik sesuai motto APPBI," janji suami dari Nuryanti Widya ini.

Sesuai namanya, APPBI merupakan wadah berhimpun perajin dan pengusaha batik. Para pendirinya antara lain Sania Sari (Batik Hasan - Bandung) selaku Sekretaris, Erwin Ibrahim (Batik Rajjas - Cirebon) menjadi Wakil Sekretaris, Ahmat Failasuf (Batik Pesisir - Pekalongan) sebagai Bendahara, dan Sri Hartatik (Batik Tatik Sri Harta - Sragen) selaku Wakil Bendahara.

Untuk Bidang Kehumasan, ada Dudung M Romadhon (Batik Dudung - Pekalongan) selaku Ketua, dan anggotanya adalah: Mayasari Sekarlaranti yang merupakan Founder & CEO  Galeri Batik Jawa - Yogya, Veldy R Umbas (Batik Minahasa - Manado), Budi Darmawan (Rumah Batik Palbatu - Jakarta).

Pada Bidang Pengkajian dan Pelestarian, yang menjadi Ketua adalah Afif Syakur (Batik Afif - Yogya), dan beranggotakan Putu Sulistiani (Batik Dewi Saraswati -- Surabaya), Nur Cahyo (Batik Cahyo - Pekalongan), Abdul Syukur (Batik Taman Lumbini - Yogya).

Batik Karno Tanding koleksi Dudung M Romadhon dari Batik Dudung, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Karno Tanding koleksi Dudung M Romadhon dari Batik Dudung, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Karno Tanding koleksi Dudung M Romadhon dari Batik Dudung, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Karno Tanding koleksi Dudung M Romadhon dari Batik Dudung, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Sedangkan di Bidang Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan, Ketuanya Zahir Widadi (Batik Zahir - Pekalongan), dan memiliki anggota Sapuan (Batik Sapuan - Pekalongan), Siti ZumaiyahBudiarty (Batik - Gresik) juga Haryani Winotosastro (Batik Winotosastro - Yogya).

Adapun Bidang Usaha dan Pamerandikomandani Romi Oktabirawa (Batik Wirokuto - Pekalongan), dengan anggota Wirasno (Batik Canting Wira - Surabaya), Dimas Andre (Batik Andress - Makassar), H M Pribadi (Batik Mahadewi - Solo).

Masih ada lagi Bidang Keanggotaan yang diketuai Eko Suprihono (Batik Brotoseno - Sragen), dan anggotanya Yuli Astuti (Batik Muria - Kudus), Siti Maimona (Batik Canting Madura - Madura), Santosa Hartono (Batik Pusaka Beruang - Lasem) dan Waritri Mumpuni (Batik Sanggar Seni Pendopo - Medan).

Turut hadir dalam deklarasi APPBI ini antara lain Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta yang diwakili Kepala Unit Pengelola Museum Tekstil Esti Utami, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharam, Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara Hendardji Soepandji, Ketua Umum Yayasan Batik Indonesia (YBI) Justin Ginandjar Kartasasmita, Ketua Yayasan Batik di Jawa Barat Sendy Dede Yusuf, mantan Menperindag Rahardi Ramelan, para perajin, pengusaha, kolektor, pecinta batik dan masih banyak lagi.

Selain deklarasi APPBI, diselenggarakan pula seminar. Adapun pameran batik diselenggarakan di lokasi yang sama hingga 7 Januari 2018.

Sejumlah batik yang dipamerkan APPBI hingga 7 Januari 2018 di Museum Tekstil, Jakarta. (Foto: Gapey Sandy)
Sejumlah batik yang dipamerkan APPBI hingga 7 Januari 2018 di Museum Tekstil, Jakarta. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Besurek (Lagu Padamu Negeri) koleksi Dudung M Romadhon dari Batik Dudung, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Besurek (Lagu Padamu Negeri) koleksi Dudung M Romadhon dari Batik Dudung, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Sekali lagi, ada beberapa tujuan terkait berdirinya APPBI. Tiga terpentingnya adalah:

Satu, menggalang persatuan dan kesatuan para perajin dan pengusaha batik Indonesia agar memiliki visi dan misi yang sama untuk memiliki kekuatan strategis, memiliki daya tawar, meningkatkan posisi tawar yang lebih tinggi dan sederajat dalam kancah industri kreatif berbasis budaya khususnya bidang tekstil Indonesia secara luas.

Dua, meningkatkan kesejahteraan perajin batik, meningkatkan potensi sumber daya manusia serta melahirkan temuan-temuan teknologi baru dalam bidang kerajinan batik Indonesia.

Tiga, melengkapi dan mensinergikan dengan program-program kegiatan Yayasan Batik Indonesia, program-program Pemerintah, Kementerian dan Dinas-dinas terkait, institusi pendidikan serta institusi lain yang berhubungan dengan kegiatan dan dukungan terhadap kerajinan batik Indonesia pada umumnya.

2017, Nilai Ekspor Batik Indonesia US$ 51,15 juta

Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih yang turut menyampaikan sambutan mengatakan, pada 2017 nilai ekspor batik dan produk batik mencapai US$ 51,15 juta, dengan pasar utama adalah Jepang, Amerika Serikat dan Eropa.

Sedangkan perdagangan produk pakaian jadi dunia mencapai US$ 442 miliar. Artinya, ini menjadi peluang besar bagi industri batik Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di dunia. Karena, batik merupakan salah satu bahan baku dari produk pakaian jadi. Industri batik nasional memiliki daya saing koperatif dan kompetitif di pasar internasional.

Dirjen IKM Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih bersama Ketua Umum APPBI Komarudin Kudiya. (Foto: Gapey Sandy)
Dirjen IKM Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih bersama Ketua Umum APPBI Komarudin Kudiya. (Foto: Gapey Sandy)

"Indonesia menjadi market leader yang menguasai pasar batik di dunia. Batik menjadi entitas bangsa yang semakin populer dan mendunia. Batik itu digemari oleh orang-orang asing. Bahkan Nelson Mandela setiap hari pakai batik, juga Barrack Obama dan Bill Gates. Sehingga kita sebagai rakyat Indonesia juga harus bangga mengenakan batik. Kita harus turut serta dan terus-menerus melestarikan budaya batik seperti yang dilakukan APPBI yang mewadahi perajin juga pengusaha batik Indonesia," tutur Gati.

Dirjen IKM Kementerian Perindustrian ini juga mengatakan, saat ini Pemerintah membutuhkan data untuk memetakan dan menemukan solusi atas permasalahan yang tengah dihadapi industri batik domestik.

"Kita perlu data (industri batik nasional - red). Karena seperti kita tahu, yang namanya impor borongan itu sudah ditutup. Sedangkan kebutuhan bahan baku untuk teman-teman perajin batik masih banyak sekali. Misalnya untuk bahan baku Kain Mori juga Kain Sutra Halus. Dengan ditutupnya impor borongan, maka Pemerintah berencana untuk membuat Material Center, karena IKM jelas tidak akan bisa membeli bahan baku dalam jumlah partai besar. Untuk membangun Material Center, kami perlu data, misalnya kebutuhan kain untuk memenuhi industri batik nasional, zat warna dan lainnya. Kami punya gedung di Semarang untuk bisa dijadikan Material Center. Mengapa di Semarang? Karena strategis lokasinya. Dekat menuju ke Pekalongan, Pemalang, Solo, Yogyakarta dan lainnya. Nah, yang sekarang sedang dicari adalah siapa pengelola Material Center tersebut. Kalau APPBI mau mengelola, ya silakan saja. Tapi jangan lupa, butuh duit," urai Gati disambut tepuk tangan hadirin.

Batik Ipon koleksi Waritri Mumpuni dari Batik Batak Melayu. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Ipon koleksi Waritri Mumpuni dari Batik Batak Melayu. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Pinar Asi Asi koleksi Waritri Mumpuni dari Batik Batak Melayu. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Pinar Asi Asi koleksi Waritri Mumpuni dari Batik Batak Melayu. (Foto: Gapey Sandy)
Sedangkan menyinggung soal lesunya penjualan dan semakin sulitnya mengembangkan pangsa pasar batik, Gati menjelaskan bahwa Pemerintah sudah membangun e-Smart IKM dengan menggandeng 5 besar marketplace online. Yaitu: Bukalapak, Shopee, Bli-Bli, Tokopedia dan Belanja[dot]com.

"Apa sih masalah yang selama ini terjadi di marketplace online? Masalahnya yaitu, yang jualan didalamnya adalah hanya pedagang doang. Tetapi, kalau bergabung dengan kami melalui e-Smart IKM, maka yang akan berjualan adalah sudah pasti produsen, yang diantaranya saya harapkan merupakan para anggota APPBI," harap Gati yang juga menunggu dengan segera, bila APPBI siap menyampaikan proposal kurikulum pendidikan batik untuk berbagai tingkatan sekolah.

Gati juga mengingatkan, antara YBI dan APPBI harus bersinergi. "Kalau saling kolaborasi, yang namanya pekerjaan pasti akan beres. Begitu juga apabila ada pameran batik, kalau bisa dilakukan bersama-sama saja. Jadi, jangan YBI bikin pameran, dan APPBI juga bikin pameran sendiri. 'Sakit kepala' nanti," pesannya sembari menegaskan bahwa pada 2020 mendatang siap menjadikan Indonesia sebagai Moslem Fashion Center In The World.

"Saya percaya, kalau busana muslimnya dibuat dengan juga menggunakan kain batik, pasti hasilnya akan bisa lebih nendang lagi," tukas Gati.

Batik Kompeni koleksi Romy Oktabirawa dari Batik Wirokuto, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Kompeni koleksi Romy Oktabirawa dari Batik Wirokuto, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Kompeni koleksi Romy Oktabirawa dari Batik Wirokuto, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Kompeni koleksi Romy Oktabirawa dari Batik Wirokuto, Pekalongan. (Foto: Gapey Sandy)
Yayasan Batik Indonesia Sambut Baik APPBI

Sementara itu, Ketua Umum YBI, Justin Ginandjar Kartasasmita dalam sambutan tertulisnya menyatakan, pihaknya menyambut dengan senang hati dan mengucapkan selamat atas terbentuknya APPBI.

"YBI - yang sudah berdiri sejak 28 Oktober 1994 -, memiliki maksud dan tujuan terus meningkatkan dan mengembangkan serta melestarikan batik tentunya juga mendukung terbentuknya APPBI, sehingga upaya atau langkah yang belum atau tidak dapat dilakukan oleh YBI dapat bekerjasama dan bersinergi dengan APPBI, sehingga maksud dan tujuannya dapat terwujud," ujarnya.

Menurut Justin lagi, terbentuknya APPBI diharapkan dapat mendorong semakin tumbuh dan berkembangnya batik bukan saja di Pulau Jawa, namun juga di seluruh wilayah Indonesia.

"Selain itu, para perajin dan pengusaha batik dapat berperan-serta dalam menyampaikan aspirasi dan harapannya agar tata kelola batik Indonesia bisa bertambah baik dan akan mendatangkan nilai-nilai positif yang baru demi berkelanjutan dan kesinambungan batik di masa mendatang," katanya.

Batik dengan lafaz syahadat juga dipamerkan oleh APPBI di Museum Tekstil, Jakarta. (Foto: Gapey Sandy)
Batik dengan lafaz syahadat juga dipamerkan oleh APPBI di Museum Tekstil, Jakarta. (Foto: Gapey Sandy)
Oh ya, dalam susunan Pengurus Pusar APPBI 2017 -- 2022, YBI termasuk dalam jajaran Pembina APPBI.

Kita tunggu sinergi rancak nan harmoni antara Yayasan Batik Indonesia (YBI) denganAsosiasi Perajin dan Busana Batik Indonesia (APPBI), demi kemajuan dan pelestarian Batik Indonesia.

o o O o o 

Baca juga:

Filosofi Membatik Seperti Curahan Kasih Ibu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun