Para peserta pun berjajar di sepanjang bibir sungai yang dipenuhi bebatuan koral aneka ukuran. Mereka seru-seruan menjepret apa saja yang menjadi daya tarik bidikan lensa kameranya.
Puas menghabiskan durasi waktu yang disediakan panitia, para peserta kemudian diarahkan menuju lokasi hunting foto kedua. Enggak jauh-jauh amat sih, masih dalam satu area, yaitu pusat produksi Opak. Sudah tahu Opak 'kan? Seperti kerupuk yang sangat tipis dan kaku. Terbuat dari bahan dasar singkong.
Di sini, ada 8 ibu rumah tangga yang sehari-harinya membuat Opak. Mereka bekerja sendiri-sendiri. Artinya, tempat tinggal mereka menjadi home industry. Yup, industri rumahan yang memproduksi Opak. Tetapi, karena ada 8 rumah yang memproduksi Opak, maka jadilah kawasan ini mirip jadi semacam sentra produksi Opak.
Dari hasil wawancara dengan salah seorang ibu yang sedang menjemur Opak, rupanya home industry Opak ini belum begitu lama berdirinya. Baru sekitar 3 - 5 tahun belakangan. Ya, mungkin saja, mereka membuat Opak sudak sejak puluhan tahun lalu, tapi untuk menjadi serius seperti sentra produksi, baru beberapa tahun belakangan saja.
"Kira-kira sejak sekitar 4 tahun lalu, kita mulai rame-rame buat Opak," ujar Rasi'ah, nenek usia 75 tahun itu kepada saya.
Tangan terampil Rasi'ah nampak asyik membolak-balik Opak yang sedang dijemur beralaskan mirip pagar bambu. Warna Opak mentah ini agak keputihan. Ya, maklum aja, 'kan berbahan dasar Singkong. Diameter lingkarannya sekitar sejengkal. Ketipisannya? Wah, ukuran millimeter deh kayaknya.
"Untuk membuat Opak, enggak pake bumbu macem-macem. Cukup Singkong sama garam aja," tukas Rasi'ah membeberkan resep sederhananya.
Eh, ngomong-ngomong berapa harga Opak yang dijual Rasi'ah?
Murah bingit. Untuk 100 Opak, harga yang dipatok "cuma" Rp 20 ribu. Jadi, kalau Rasi'ah bisa bikin 500 Opak, maka ia akan mengantongi duit Rp 100 ribu. Kalau dalam sebulan Rasi'ah terus produksi Opak, tentu saja tinggal mengalikan Rp 100 ribu dengan 30 hari, sehingga totalnya Rp 3 juta.