Ting-ting ... ting-ting ...
WhatsApp saya berbunyi.
Ada kiriman beberapa foto. Dari narasumber saya nun jauh di sana, di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Dialah Nurhayyan Jahansyah selaku mitra Polisi Kehutanan (Polhut) Resort Konservasi Wilayah 11 Pulau Bawean.
Begitu saya lihat foto-foto kirimannya, ternyata itu adalah ketika acara pelepasliaran 6 ekor Rusa Bawean, pada Minggu (5 November 2017). "Dilepaskan kembali ke habitatnya di hutan, setelah menjalani masa penangkaran di kandang habituasi," jelas Pak Nur, begitu ia akrab disapa.
"Berapa yang jantan dan betina?" tanya saya.
Sosok yang bertugas menjaga lokasi penangkaran rusa di Desa Pudakit Timur, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean ini pun menjawab, "Ada 2 rusa jantan, dan 4 betina, Pak."
Enam ekor Rusa Bawean yang dilepasliarkan ini memang sudah cukup lama menghuni kandang penangkaran. Malah sudah ada yang beranak pinak. Nah, 10 hari sebelum mereka dilepas ke alam bebas, 6 ekor rusa ini menjalani dulu masa habituasi selama 10 hari. Habituasi adalah proses penyesuaian diri untuk melatih supaya rusa-rusa terbiasa dengan habitat aslinya yaitu di hutan lepas. Bebas!
***
Mengapa harus dilakukan penangkaran?
Jumlah Rusa Bawean (Axis Kuhlii), menurut data dari Balai Besar KSDA Jawa Timur, pada tahun 2016 hanya tinggal tersisa 303 ekor. Mereka hidup bebas di berbagai lokasi hutan menghijau dan semak-semak yang lebat di Pulau Bawean.
Kondisi alam pulau seluas 196.3 km2 ini memang berbukit dan bergunung-gunung. Tak heran ada yang menyebut, di Pulau Bawean ada 99 gunung. Entah sumbernya berasal dari mana, tapi memang, ketika saya berada di Bawean, gunung-gunung seperti berbaris dan berlapis.
Bawean yang terbagi menjadi 2 kecamatan (Sangkapura dan Tambak) memang terbilang luas. Bandingkan saja dengan luas Kota Tangerang Selatan yang "hanya" 147.19 km2. Atau, Jakarta Barat yang luasnya "cuma" 129.5 km2.
Nah, di alam pegunungan nan lebat menghijau dengan lereng bukit terjal dan curam itulah rusa Bawean tinggal. Mengapa? Jelas, mereka menghindari kontak pertemuan dengan manusia. Selain itu, rusa Bawean termasuk hewan nocturnal atau aktif mencari makan ketika malam hari.
Ketika awal Oktober kemarin saya ke tempat penangkaran, Pak Nur memberi arahan kepada semua yang berada di lokasi untuk tidak terlalu berbuat kegaduhan. Termasuk dilarang berisik. "Rusa-rusanya bisa stress. Apalagi mereka yang di kandang rehabilitasi itu, kalau stress bisa mengamuk dan mencelakakan rusa-rusa itu sendiri. Bisa jadi tanduknya patah," ujarnya sambil setengah berbisik.
Di kandang rehabilitasi itu, ada 4 ekor rusa. Perawakan tubuhnya tidak seragam. Ada yang besar dengan tanduk panjang lagi bercabang. Juga ada yang ukurannya sedang. Satu hal yang sama adalah warnanya, berbulu coklat semua.
Tinggi Rusa Bawean jantan berkisar antara 60-70 cm. Panjang ekornya 20 cm. Panjang dari kepala dan tubuh 140 cm. Bobot rusa dewasa 50-60 kg. Pejantannya memiliki tanduk bercabang tiga yang dapat tumbuh sepanjang 25-47 cm. Tanduk ini dipergunakan pejantan untuk memenangkan perebutan rusa betina kala musim kawin tiba. Dengan tubuhnya yang "mungil", Rusa Bawean terkenal sebagai pelari yang ulung.
Apa yang dijelaskan Pak Nur menjadi kenyataan. Ketika saya dan beberapa rekan mencoba memotret dan men-shoot video, kepala-kepala para rusa langsung tegak. Dari kejauhan terlihat, pandangan mata mereka mengarah ke sisi pagar kawat yang berwarna hijau. Para rusa diam, seolah waspada. Kondisi ini jelas membuat saya dan beberapa rekan lain menjadi kurang nyaman. Mereka, para rusa di kandang rehabilitas, terusik dengan kehadiran kami.
Tenang mas bro' rusa, kami datang cuma mau silaturahim kok ... xixixixiiii
Di sebelah kandang rehabilitasi, ada kandang lagi yang lebih luas dengan pepohonan yang lebih banyak dan permukaan tanah yang landai. Di sini, lebih banyak lagi jumlah rusanya. Mereka tidak terlihat takut seperti rusa-rusa yang ada di kandang rehabilitasi.
"Rusa-rusa yang ada di kandang Rehabilitasi sekarang ini ada 4 ekor. Mereka hanya sementara dikandangkan di situ, sebelum dipindahkan ke kandang Habituasi. Secara keseluruhan, di penangkaran sini ada lebih dari 40 ekor rusa," ujar Pak Nur yang tinggal di Dusun Barat Sungai, Kecamatan Sangkapura ini.
Oh ya, penangkaran rusa ini menjadi salah satu obyek wisata andalan Pulau Bawean. Bisa dicapai dengan mengendarai mobil, tetapi waktu saya bersama rombongan Write Venture ke sini, memilih untuk konvoi naik sepeda motor. Dari arah Desa Daun kami berangkat, medan jalan yang harus dilalui keluar masuk dusun dan desa, kemudian menembus perkebunan jati, mahoni dan pepohonan besar lainnya. Sisi kanan diapit bukit berbatu dengan tanaman yang lebat, sementara sisi kiri pebukitan melandai dan curam.
Balai Besar KSDA Jatim memasukkan Rusa Bawean sebagai spesies prioritas terancam punah. Jumlah populasinya 275 ekor pada 2014, 325 ekor (2015), dan merosot jadi 303 ekor (2016).
Spesies lain yang juga masuk daftar "punah" ini adalah Elang Jawa, Kakatua Kecil Jambul Kuning, dan Banteng.
Karena populasinya yang sangat kecil dan kurang dari 250 ekor spesies dewasa, IUCN Red List sejak tahun 2008 memasukkan Rusa Bawean dalam kategori "Kritis" (CR atau Critically Endangered) atau "sangat terancam kepunahan". Selain itu CITES juga mengategorikan spesies Rusa Bawean sebagai "Appendix I".
Penurunan jumlah populasi ini mendorong berbagai usaha konservasi diantaranya pembentukan Suaka Margasatwa (SM) Pulau Bawean seluas 3.831,6 hektar sejak 1979 silam (Lihat tabel:Â Potensi Kawasan Konservasi Sampai Tahun 2016). Selain itu untuk menghindari kepunahan sejak tahun 2000 telah diupayakan suatu usaha penangkaran Rusa Bawean.
Upaya penyadaran warga masyarakat untuk melestarikan Rusa Bawean memang terus dilaksanakan. Menjadikan penangkaran rusa sebagai salah satu obyek wisata andalan misalnya, cukup ampuh mengingatkan semua pihak betapa pelestarian rusa-rusa ini begitu penting.
Cara lain adalah dengan makin memperkenalkan Rusa Bawean secara lebih luas lagi. Untuk yang satu ini, patut disyukuri betapa para perajin Batik Gresik turut ambil bagian, dengan menjadikan Rusa Bawean sebagai salah satu dari motif desain Batik Gresik.
Ironisnya, pada bulan Juni kemarin, sempat mencuat berita perburuan Rusa Bawean. Berawal dari unggahan status di media sosial yang kemudian menjadi viral. Belakangan, status lengkap dengan foto pemotongan seekor Rusa Bawean tersebut sudah dihapus. Tetapi tak ayal, sempat membuat Kepala Resort Konsenvasi Wilayah BKSDA Bawean, Nur Syamsi melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib yakni Polres Sangkapura dan Balai Besar KSDA Jatim.
Jangan ada lagi perburuan liar yang mempercepat kepunahan Axis Kuhlii ini. Tidak cukupkah status "CRITICALLY ENDANGERED" dari IUCN Red List menyadarkan kita untuk melestarikan Bawean Deer.
Bukankah mereka juga sudah dinyatakan sebagai satwa liar yang dilindungi Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Dalam Lampiran Peraturan Pemerintah tertanggal 27 Januari 1999 yang ditandatangani Presiden RI Bacharuddin Jusuf  Habibie disebutkan jelas-jelas bahwa, mamalia Rusa Bawean (Cervus Kuhlii, Axis Kuhlii) termasuk satwa yang dilindungi.
Pasal 5 PP ini menyatakan, suatu.jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi dan kemudian dilakukan upaya pengawetan, apabila memenuhi kritena:
- Mempunyai populasi yang kecil.
- Adanya penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam.
- Daerah penyebarannya yang terbatas (endemik).
Jadi, ayo sayangi mereka, Rusa Bawean!   Â