Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dunia Ngeblog di Mata Mantan Wartawan Kompas

27 Oktober 2017   22:44 Diperbarui: 28 Oktober 2017   16:41 3853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maria Margaretha Hartiningsih, mantan wartawati Kompas. (Foto: Gapey Sandy)

Kalau saja perempuan yang satu ini masih menyandang status sebagai wartawati Kompas, maka saya pasti akan berpikir belasan kali untuk meminta luncuran jawabannya terkait dunia ngeblog (blogging). "Masak jurnalis mengomentari blogger, tak eloklah rasanya," pikir saya.

Tetapi, karena kini ia sudah menjadi mantan wartawati harian terkemuka di negeri ini, maka saya pun tak segan untuk mengorek pendapatnya seputar blogging dan blogger-nya itu sendiri.

Dialah Maria Margaretha Hartiningsih. Profesinya sebagai wartawati Kompas dilakoninya semenjak 1984 -- 2015. Tulisannya banyak dinilai bernuansa humanis. Maklum, ia juga peduli dengan isu Hak Asasi Manusia. Ini juga yang membuatnya menerima penghargaan Yap Thiam Hien Award pada 2003, karena dinilai konsisten memperjuangkan HAM dalam posisinya sebagai wartawati. Tak pelak, ia menjadi wartawan pertama yang meraih penghargaan bergengsi tersebut.

Saya berkesempatan berjumpa dengan beliau dalam salah satu acara yang bertemakan upaya pemenuhan akses sanitasi dan air bersih di Bogor Icon Hotel, Cibadak, Bogor, pada Selasa, 24 Oktober 2017, kemarin. Waktu itu, Maria Margaretha Hartiningsih dan Ahmad Arif, wartawan Kompas, didapuk menjadi pembicara dalam sesi yang intinya memberi bekal penulisan terkait isu kebutuhan dasar masyarakat tersebut.

Maria Margaretha Hartiningsih ketika berbagi ilmu jurnalistiknya. (Foto: Gapey Sandy)
Maria Margaretha Hartiningsih ketika berbagi ilmu jurnalistiknya. (Foto: Gapey Sandy)
Usai menjadi pembicara, saya sempat meminta waktu wawancara khusus di lobby hotel terkait dunia ngeblog. Ketika wawancara berlangsung, malam mulai beranjak tapi Ibu Maria, begitu saya menyapanya, tetap meladeni pertanyaan demi pertanyaan saya secara sabar. Jawabannya selalu mengalir dan teratur.

Penulis buku setebal 400 halaman berjudul 'Jalan Pulang' ini memang punya penampilan yang ala wartawan. Kaos abu-abu ia kenakan. Luarnya masih ia lapisi dengan kemeja biru berbahan jeans denim, yang lengan panjangnya ia gulung hingga hampir sesiku. Semua kancing kemeja itu dibiarkannya terbuka. Celana panjangnya jeans warna biru tua, dipadukan dengan sepatu sandal yang santai. Aaahhh ... perempuan kelahiran 1954 di Semarang, Jawa Tengah ini memang masih ala-ala wartawan banget deh penampilannya.

Berikut wawancara saya dengan Maria Margaretha Hartiningsih:

Bagaimana Anda melihat dukungan dunia blogging dalam upaya membangun literasi atau tulis-menulis?

Blogging ini kan seperti suatu entitas baru dalam dunia tulis menulis. Ia juga seperti memberikan ruang yang lain dari dunia tulis-menulis yang dulu enggak pernah ada. Dulu 'kan adanya koran. Koran itu begitu powerful. Koran punya standar sendiri dan punya kontrol yang kuat terhadap content. Sedangkan blogger 'kanenggak seperti itu.

Blogging ini sebenarnya mengusik atau mengikis kekuasaan atau otoritas yang luar biasa besar dari media massa konvensional. Dan dia (blogger) punya special interest-nya sendiri. Cuma buat aku sih, enggak tahu juga apakah tulisan blogger itu termasuk karya jurnalistik atau bukan. Misalnya tulisan blogger itu tentang citizen journalism atau tentang apalah gitu, maka bisa saja kemudian dipertanyakan kembali jurnalisme dari tulisan blogger tersebut mana, dan bagaimana? Orang akan selalu menanyakan hal itu. Tapi 'kan namanya juga blogger maka unsur subyektifitasnya tinggi. Cuma tetap harus diingat bahwa karena blogging itu terbuka maka mendahulukan kepentingan bersama. Atau, kira-kira tidak membuat berita hoax.

Kepentingan bersama itu luas artinya, tapi itu ada tanggung-jawab secara moral. Apalagi belum ada aturan-aturan yang jelas atau semacam Kode Etik Blogger, tapi blogger tetap punya tanggung-jawab secara moral. Artinya begini, okelah blogging ini adalah merupakan bahagian dari salah satu kebebasan (freedom) menulis, dengan ruang tulisan yang bisa sampai kemana-mana. Tapi harus diingat bahwa freedom is not free. Freedom harus diikuti dengan responsibility. Freedom dan responsibility harus jadi satu. Jangan mentang-mentang freedom lalu menulis sesuka-sukanya tanpa punya rasa tanggung-jawab.

Apabila freedom dan responsibility ini sudah dilaksanakan oleh blogger, maka ia akan memberikan sumbangan signifikan juga terhadap literasi. Sebaliknya, kalau freedom tidak disertai responsibility maka itu artinya sama dengan merusak literasi.

Maria Margaretha Hartiningsih, aktivis kemanusiaan dan mantan wartawati Kompas. (Foto: Gapey Sandy)
Maria Margaretha Hartiningsih, aktivis kemanusiaan dan mantan wartawati Kompas. (Foto: Gapey Sandy)

Tadi Anda katakan blogger itu bebas dan subyektifitasnya tinggi. Sedangkan dunia blogging juga tidak punya aturan semacam Kode Etik Jurnalistik misalnya, apakah ini berarti blogging adalah negatif?  

Enggak dong. Mungkin sisi itu dikarenakan blogging bukanlah sesuatu yang formal, bukan seperti Koran yang semuanya diformalkan. Jadi ya terserah mau pakai kata yang mana, karena aku juga tidak memakai kata "positif" maupun "negatif" terhadap blogging itu. Justru sebenarnya itu menjadi bahagian dari suatu kebebasan sehingga blogger bisa menulis lebih longgar tetapi tetap harus ada responsibility.

Aku sendiri pernah membaca beberapa blog yang isinya bagus-bagus banget, dan itu memberikan enlightenment atau pencerahan bagi banyak orang.

Contoh blog mana yang pernah Anda baca itu?

Waktu itu pernah aku baca blog, ketika aku sedang membicarakan soal UU Desa. Ternyata, aku menemukan ada blogger yang menulis khusus mengenai hal tersebut secara kontinyu dan itu isinya bagus banget. Blogger ini menulis dengan gayanya mengupas soal UU Desa, mulai dari sejarahnya, maknanya dan seterusnya.

Seperti kita tahu, kalau melihat dari sejarahnya, selama ini desa hanya menjadi obyek dari negara, waktu zaman Presiden Soeharto. Bahkan namanya pun disebut sebagai desa, padahal setiap tempat ada namanya sendiri-sendiri. Selain itu, kepentingan Pemerintah waktu itu adalah menjadikan desa sebagai massa mengambang, jadi merupakan kepentingan politik.

Apa yang aku baca dari blog ini menandakan bahwa ada banyak blog-blog yang sangat bagus dan sangat memberikan pencerahan kepada masyarakat. Blog juga punya sisi positif, misalnya dari segi space yang tidak harus dibatasi halaman, sehingga maka dari itu blog haruslah ditulis dengan sangat serius.

Saya dan Ibu Maria Hartiningsih foto bareng di acara Media Jabar Visit bersama water.org di Bogor. (Foto: Gapey Sandy)
Saya dan Ibu Maria Hartiningsih foto bareng di acara Media Jabar Visit bersama water.org di Bogor. (Foto: Gapey Sandy)

Jadi Anda melihat lebih banyak sisi positif atau justru sisi negatifnya dari blogging ini?   

Kalau dikaitkan dengan konteks sesuatu ruang yang bebas, maka blogging ini merupakan sesuatu yang positif dong. Aku katakana bahwa ini ada competitive advantage. Setiap karya tulis-menulis pasti ada competitiveness-nya. Blogger mungkin tidak mengerjakan sesuatu hal seperti yang dilakukan jurnalis, tetapi bukan berarti blogger misalnya tidak boleh menulis Opini. Boleh, blogger menulis Opini tetapi juga bukan berarti asal suka-suka semaunya sendiri saja. Aku membaca tulisan Opini pada beberapa blog, ternyata juga menggunakan acuan dan sebagainya. Ini 'kan bagus sekali. Selain memang aku sendiri tidak pernah mau membuka blog-blog yang jelek.

Blog ini 'kan pribadi sekali sifatnya. Selain juga subyektif karena blog itu sendiri adalah milik dari seseorang. Artinya, blog menjadi ruang bagi blogger yang bersangkutan untuk menuliskan apa saja selama harus tetap punya responsibility.

Bukankah ada UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) nomor 11 tahun 20018 yang bisa diberlakukan apabila blogger menulis hal-hal yang melanggar ketentuan?

Ya, jadi batasannya adalah UU ITE tersebut.

Ada yang beranggapan, blogger kini cenderung mengerjakan hal-hal yang menjadikan dirinya sebagai buzzer dari suatu produk maupun jasa. Bagaimana penilaian Anda sendiri?  

Ya, aku juga mendengar hal-hal seperti itu. Bahkan, blogger bisa dapat uang ya, dari hal-hal kayak gitu.

Ucapan Selamat Hari Blogger Nasional. (Foto: MalangOnline)
Ucapan Selamat Hari Blogger Nasional. (Foto: MalangOnline)

Nah menurut Anda, blogger yang mengedepankan sisi materil seperti itu, apakah bisa dikatakan mendidik atau malah sebaliknya bila dikaitkan dengan upaya membangun budaya literasi?  

Begini lho, blogger itu 'kan juga enggak punya kewajiban untuk mendidik orang. Suka-sukanya si blogger saja. Selain itu, kita juga tidak punya hak untuk melarang orang membaca karya blogger yang cenderung lebih mengarah kepada monetize seperti tadi itu. Ini adalah salah satu konsekwensi dari ruang kebebasan yang dibuka. Jadi, dilarang pun hal-hal semacam itu juga enggak boleh.

Persoalan yang paling penting, buat aku adalah media literacy. Media literacy itu berarti, pembaca bisa membedakan apakah hal-hal yang ada di media tersebut harus diikuti, atau malah justru memilih hal lain. Sehingga ini menjadi media literacy buat pembacanya.

Kalau sekadar nge-blog dan fokus mencari uang dari tulisan-tulisannya di blog itu, bagaimana menurut Anda?    

Lho, sekarang 'kan semuanya terbuka. Kita tidak bisa melarang 'toh. Makanya, semua itu tergantung dari blogger-nya sendiri, mau diapakan blog-nya itu. Tapi buat aku, semua itu akan ada seleksi alamnya.

Buat aku, tulisan-tulisan yang serius di blog sekalipun sebenarnya itu bisa menghasilkan uang 'loh. Bahkan malah bisa menjadi penghasilan. Tulisan Kolom dari blogger-blogger tertentu misalnya, bisa dimanfaatkan sebagai endorsement oleh pihak lain demi kepentingan tertentu.

Jadi, lumrah saja ya blogger mengedepankan sisi komersil terkait aktivitas ngeblog-nya?    

Inilah dinamika yang harus kita lihat dan kita enggak bisa menghindar.

Ucapan Selamat Hari Blogger Nasional. (Foto: Facebook Amril Taufik Gobel)
Ucapan Selamat Hari Blogger Nasional. (Foto: Facebook Amril Taufik Gobel)

Saran Anda, dunia blogging harus punya semacam Kode Etik, atau bagaimana?             

Untuk urusan yang satu ini, aku enggak tahu. Ada banyak orang yang nyuruh aku supaya ngeblog, tapi entah kenapa aku seperti enggak punya energi untuk melakukan aktivitas ngeblog itu. Meskipun, tulisanku banyak sekali, yang kalau dituangkan dalam blog pasti akan penuh.

Cuma 'gini loh, aku enggak tahu apakah yang semacam Kode Etik Blog itu harus diformalkan. Karena, sudah ada UU ITE sebenarnya sudah cukup. Tapi, setiap orang sebenarnya punya kode etik, artinya itu inherently ada di dalam diri seorang penulis. Kode etik itu bagian dari tanggung-jawab 'loh. Maksudnya, kalau orang itu bertanggung-jawab maka pasti dia punya kode etik untuk dirinya sendiri.

Setidaknya, kode etik di dunia maya juga mengikuti dengan kode etik di dunia nyata, seperti tidak boleh berbohong, melakukan fitnah dan lainnya. Begitukah?

Ya, itu kan sebenarnya adalah bentuk tanggung-jawab tadi. Dan itu sebenarnya inherently, harusnya dimiliki oleh penulis, seperti tidak boleh menipu, berbohong apalagi membuat berita palsu.

Kalau jurnalis merangkap sebagai blogger, bagaimana menurut Anda?

Oh, itu bisa juga. Jurnalistik itu ketat pada prinsip dan kaidah-kaidah, walaupun sekarang-sekarang ini juga tidak dilakukan. Kayaknya sudah tidak banyak jurnalis yang menerapkan kaidah-kaidah jurnalistik. Apalagi menjelang situasi tahun politik seperti saat sekarang ini, ah sudahlah, jurnalistik bisa saja dimanfaatkan untuk kepentingan macam-macam.

Menurut Anda, ngeblog yang baik itu bagaimana? Apakah harus punya passion khusus sendiri, misalnya masalah sanitasi dan air bersih, maka tulisan blog-nya ya berisi tentang segala hal terkait isu tersebut saja?  

Sebenarnya enggak harus satu tema atau passion tertentu saja yang harus ditulisnya. Tapi kalau memang punya ketertarikan pada salah satu fokus maka percayalah ruang lingkupnya tetap akan merambah kemana-mana 'kok. Ibaratnya seperti menggali. Kita ini menggali dengan lurus dan dalam, tetapi begitu sampai jauh lebih dalam lagi ternyata jauh di dalam sana malah lebih lebar lagi ruang yang bisa diketemukan, atau ternyata persoalannya menjadi begitu besar.

Ucapan Selamat Hari Blogger Nasional. (Foto: MRCI)
Ucapan Selamat Hari Blogger Nasional. (Foto: MRCI)

Jadi, kalau blogger itu punya passion khusus dalam tulisan-tulisan blog-nya maka hal ini adalah bagus, tetapi kalau blogger menulis dengan banyak tema pun tidak masalah juga?

Ya, benar. Enggak apa-apa juga 'toh kalau blogger itu menulis dengan banyak tema, meskipun aku akui pasti akan agak susah juga melakukannya. Fokus pada passion tertentu juga baik, karena 'toh pada akhirnya cakupannya juga akan kemana-mana.

Bagaimana menurut Anda, bila ada blogger yang tidak tanggap untuk menulis hal-hal yang terjadi di sekelilingnya, tetapi justru getol untuk menulis hal-hal yang cenderung komersil dan menguntungkan dirinya belaka?

Sekali lagi, itu 'kan soal tanggung-jawabnya si blogger itu sendiri. Kita juga 'kan tidak bisa menyalahkan si blogger kalau memang kenyataannya seperti begitu. Suka-suka si blogger saja mau memilih untuk menulis hal yang mana. Tetapi maaf, ini mencerminkan sikap tidak peduli terhadap kondisi sekeliling yang terdekat dengan dirinya. Meskipun bisa jadi, blogger tersebut juga beranggapan bahwa ketidakberesan yang terjadi di sekelilingnya, seperti sampah yang dibuang sembarangan, ancaman banjir, kerusakan jalan yang mengancam keselamatan bersama dan lainnya itu adalah bukan menjadi tanggung-jawabnya.

Cuma aku pikir, kalau kita ini hidup bersama, maka sudah sewajarnya kita memiliki rasa tanggung-jawab moral. Hanya saja memang, faktor yang terjadi dalam hal ini adalah karena sikap ketidakpedulian si blogger tersebut terhadap lingkungan sekitarnya. Padahal untuk menjadi penulis, rasa kepedulian itu sangat penting sekali.

 * * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun