Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mereka Berjuang Supaya Punya Jamban

27 Oktober 2017   14:23 Diperbarui: 27 Oktober 2017   15:55 3654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sulitnya medan jalan yang harus ditempuh di belakang rumah Siti Nur Laelah Sari, untuk menuju ke sungai kecil tempatnya biasa BAB, sebelum punya jamban sendiri di rumahnya. (Foto: Gapey Sandy)

"Sudah sejak lama kami enggak punya kamar mandi dan jamban sendiri di dalam rumah. Jadi, kalau mau buang air besar (BAB) musti ke sungai kecil di arah belakang rumah. Jalan menuju ke sana harus melewati belukar, terkadang bertemu ular. Kalau hujan pun licin karena jalanannya menurun dan terjal. Soal terpeleset dan jatuh, itu sudah biasa. Susahnya lagi, kalau malam hari, saya harus bawa obor untuk bisa BAB ke sana."

Begitu yang disampaikan Siti Nur Laelah Sari, warga RT 2 RW 7 No. 14 Kampung Kantalarang 2, Desa Leuwibatu, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor di rumahnya, ketika menerima kehadiran sejumlah jurnalis Jawa Barat bersama water.org, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli terhadap isu air bersih dan sanitasi. Turut bersama rombongan pada Senin (23 Oktober 2017) adalah sejumlah staf Koperasi Karya Usaha Mandiri (KKUM) Syariah, Bogor. [Sebagai gambaran lokasi, kalau merujukGoogle Maps, waktu tempuh bermobil dari Monas (Gambir, Jakarta Pusat) ke Kantor Desa Leuwibatu ini cukup 2 jam 20 menit sajaloh. Jauh jaraknya pun 'hanya' 69,4 km].

Boleh percaya juga tidak, tapi sudah sejak kecil, Ela --- sapaan akrabnya ---, hidup bersama keluarganya tanpa pernah merasakan punya kamar mandi dan jamban (WC) sendiri. Sungai kecil dengan air yang agak kecoklatan dan mengalir diantara bebatuan menjadi tujuan Ela atau anggota keluarganya yang lain bila hendak BAB.

Lokasi Kantor Desa Leuwibatu - Kab Bogor dari Tugu Monas, Jakarta, hanya 69,4 km. (Foto: Google Maps)
Lokasi Kantor Desa Leuwibatu - Kab Bogor dari Tugu Monas, Jakarta, hanya 69,4 km. (Foto: Google Maps)
"Dulu, waktu Ela masih tinggal bersama orangtua, kami punya empang dan di atasnya ada jamban untuk BAB. Waktu pindah ke sini, sejak 12 tahun lalu, saya tinggal bersama suami yang bekerja serabutan, bersama dengan anak-anak, saya enggak mau membiarkan si Dedek kecil untuk BAB di jamban atas empang. Takut si Dedek kecemplung empang. Makanya, saya dan keluarga, kalau BAB ke sungai kecil di belakang rumah, dekat hutan," tutur ibu dua anak ini lugu.

Ketika penulis bersama rombongan melakukan napak tilas perjalanan ulang-alik menuju sungai kecil tempat BAB keluarga Ela, kepala ini tak henti bergeleng-geleng. Betapa tidak, perjalanan Ela menyusuri jalan setapak dengan kiri kanan pepohonan dan belukar menjadi perjuangan tersendiri hanya untuk sekadar membuang hajat. Belum lagi, pada beberapa bagian jalan, ada medan yang cukup terjal. Terbayang bila musim penghujan tiba, jalanan pasti licin dan membahayakan.

"Terpeleset lalu jatuh, itu sudah biasa. Apalagi kalau malam hari, karena harus bawa obor. Pernah juga ketemu ular sewaktu mau BAB. Karena takut, saya buru-buru lari pulang lagi. Anehnya, rasa kebelet ingin BAB malah jadi hilang," ujar Ela yang biasa menjualkan telur ayam milik agen telur ini sembari berderai tawa.

Bersilaturahim ke rumah Siti Nur Laelah Sari di Desa Leuwibatu, Kab Bogor. (Foto: Gapey Sandy)
Bersilaturahim ke rumah Siti Nur Laelah Sari di Desa Leuwibatu, Kab Bogor. (Foto: Gapey Sandy)
Posisi di sebelah kiri dapur, sebelum punya kamar mandi sendiri, Siti Nur Laelah Sari biasa mandi, sebelum punya kamar mandi sendiri. Hanya bertutupkan bekas karung plastik. (Foto: Gapey Sandy)
Posisi di sebelah kiri dapur, sebelum punya kamar mandi sendiri, Siti Nur Laelah Sari biasa mandi, sebelum punya kamar mandi sendiri. Hanya bertutupkan bekas karung plastik. (Foto: Gapey Sandy)
Hal yang sama disampaikan Yuliana, warga Kampung Cipeuteuy, Desa Sibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Rumahnya yang terbilang sudah cukup apik ternyata masih belum memiliki kamar mandi, apalagi jamban.

"Makanya, kami kalau kebelet ingin BAB, terpaksa pergi ke rumah kakak saya yang jaraknya tidak begitu jauh, numpang BAB. Sedangkan untuk mandi, biasanya kami melakukannya di sungai kecil yang ada pancuran airnya. Adapun untuk memenuhi kebutuhan air di rumah, saya dan suami biasa bolak-balik mengambil air menggunakan jerigen, dari lokasi di bawah sana ke rumah saya yang posisinya ada di atas. Sehari biasa lima sampai enam kali ambil airnya. Sangat capek tentu saja, apalagi kalau harus mengambil air sambil menggendong anak saya yang paling kecil," tutur Yuliana, ibu beranak tiga ini di teras rumahnya.

Cerita Ela dan Yuliana tentang masa-masa mereka belum punya kamar mandi dan jamban sendiri di dalam rumah, bukan hal aneh di Kabupaten Bogor ini. Masih banyak lho ternyata, keluarga-keluarga yang memiliki rumah tetapi tidak punya kamar mandi dan jamban sendiri. Ya itu tadi, sungai (dan empang) menjadi satu-satunya tempat untuk buang hajat.

Sulitnya medan jalan yang harus ditempuh di belakang rumah Siti Nur Laelah Sari, untuk menuju ke sungai kecil tempatnya biasa BAB, sebelum punya jamban sendiri di rumahnya. (Foto: Gapey Sandy)
Sulitnya medan jalan yang harus ditempuh di belakang rumah Siti Nur Laelah Sari, untuk menuju ke sungai kecil tempatnya biasa BAB, sebelum punya jamban sendiri di rumahnya. (Foto: Gapey Sandy)
Sungai kecil tempat biasa Siti Nur Laelah Sari dan keluarganya melakukan BAB, sebelum punya kamar mandi dan jamban sendiri di Desa Leuwibatu, Kab Bogor. (Foto: Gapey Sandy)
Sungai kecil tempat biasa Siti Nur Laelah Sari dan keluarganya melakukan BAB, sebelum punya kamar mandi dan jamban sendiri di Desa Leuwibatu, Kab Bogor. (Foto: Gapey Sandy)
Meski rata-rata rumah warga di sini sudah berdinding tembok, bahkan lantainya dipasangi keramik, tetapi kamar mandi dan jamban tidaklah serta-merta menjadi prioritas pembangunan. Lebih nyentrik lagi, terkadang di halaman depan rumah mereka terpasang antena parabola yang bundar. Waduh, punya parabola tapi tidak punya WC di rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun