Kota Tangerang Selatan (Tangsel) itu sudah mau merayakan hari jadinya yang ke-9. Persisnya, 26 November 2017. Tapi jujur, saya baru pertama kali "memanfaatkan" acara open house yang rutin dilaksanakan Walikota Airin Rachmi Diany.
Open house atau kesempatan terbuka bagi siapa saja warga Tangsel yang hendak bertatap-wajah dengan Ibu Airin di gedung balaikota, biasa dilaksanakan setiap Jumat pagi. Waktunya mulai jam 08.00 pagi sampai selesai. Ya, pasti ada limit waktu karena toh harus ada kewajiban shalat Jumat juga bukan?
Nah ceritanya, saya bersama lima pengurus RW 09 dan RW 013 di Kelurahan Pamulang Barat, berhasrat untuk mengadukan satu permasalahan yang sekarang dihadapi dan dinilai meresahkan serta mengganggu lingkungan.
Permasalahan tersebut adalah adanya aktivitas fisik pembukaan lahan yang berbatasan dengan perumahan tempat kami tinggal. Bukan soal anti pembangunan sih, tapi aktivitas pembukaan lahan yang kemudian disusul dengan pembangunan dinding turap, kurang disosialisasikan kepada pengurus RT maupun RW terdekat. Akibatnya, banyak warga mengeluh, resah dan protes adanya pembukaan lahan yang konon akan dijadikan lokasi proyek property.
Antara lain yang membuat warga perumahan kami bersepakat menolak adalah, karena pihak pengembang melalui oknum Ormas ini meminta agar akses jalan di perumahan kami diizinkan untuk dibuka demi kelancaran aktivitas pembangunan proyek mereka. Hampir seluruh warga tentu saja menolak. Alasannya sederhana. Apabila akses jalan yang melalui perumahan kami dibuka, maka minimal ada dua persoalan yang bisa saja terjadi, yaitu: SOSIAL KEAMANAN dan ANCAMAN BANJIR.
Sosial keamanan menjadi kepedulian bersama kami, pengurus RT/RW dan seluruh warga, karena mengingat perumahan tempat kami tinggal belum bisa dikatakan terjaga keamanannya secara penuh. Memang, ada tenaga satuan pengaman (Satpam), tapi jumlahnya masih belum memadai. Artinya, kalau akses jalan penghubung --- di perumahan kami dibuka untuk menjadi akses juga bagi perumahan yang baru akan dibangun --- dibuka, itu artinya sama saja dengan menambah energi dan biaya untuk menjaga keamanan dan masalah sosial di lingkungan.
Hal kedua yang juga menjadi risiko ancaman adalah, masalah banjir. Perumahan kami belum mampu mengatasi banjir. Itu sudah diakui. Rumah-rumah di sini banyak yang harus menderita kebanjiran, karena memang posisi perumahan tempat kami tinggal berada di ceruk pebukitan. Jadinya, air dari arah Timur maupun Barat selalu tumplek blek ke perumahan kami.
Nah, kalau saja aktivitas proyek property yang kini tengah dipersoalkan tidak memikirkan saluran maupun pembuangan limbah air yang baik, maka ekses negatifnya, air akan mengalir ke perumahan kami. 'Kan enggakasyik, mereka yang membangun property, tapi limbah air dan buangannya justru menjadi penyebab baru bagi masalah banjir di perumahan kami. Padahal, penyebab yang lama-lama saja, belum sepenuhnya tertanggulangi. Alamaakkkk ...
Mengadu ke Ibu Airin
Berdasarkan keresahan dan penolakan warga terhadap aktivitas fisik pembangunan proyek property di "lahan tetangga" inilah, kami bertekad mengadukannya ke Ibu Airin. Maka, Jumat pagi ini, 20 Oktober 2017, kami janjian bertemu di gedung Balaikota Tangsel yang berlokasi di Jalan Parakan, Pamulang Dua.
Turun dari mobil, kami harus menuruni anak tangga berlantai keramik dengan pegangan besi. Musti gesit, karena maklum saja, banyak genangan air, hamburan pasir dan bekas cor-coran semen yang mengeras. Belum lagi, di sana sini banyak material bangunan berikut papan-papan pembatas parkir.
Bagi warga yang berkendara sepeda motor juga enggak usah khawatir, ada tempat parkiran motor yang khusus disediakan pengelola gedung, tak jauh dari kantin-kantin penjaja makanan di area belakang gedung balaikota.
Dari gedung parkir, kami berjalan menuju lobby utama. Seraya menuju lobby, saya memperhatikan ada beberapa kolam di sisi kiri gedung balaikota. Kolam yang agak besar berbentuk persegi panjang, dan posisinya agak ke taman. Sedangkan kolam yang agak kecil persis menempel dengan dinding kaca sebelah kiri gedung. Di atas kolam yang ukurannya lebih kecil ini ada patung orang berwarna silver yang nampak seperti sedang berlari. Entah apa maksudnya, mungkin perlambang bahwa Kota Tangsel harus berlari menyongsong kemajuan bersama ... #eeeaaaaaaaaa
Tapi, yang paling kontras adalah keberadaan Bunga Anggrek Ungu keputihan jenis Van Douglas. Ketika sudah ada di luas lobby gedung balaikota, maka Van Douglas seolah menyapa. Dari mulai sudut kiri, tengah dan kanan, semua dihias dengan warna keunguannya yang eksotik. Bahkan mengapit pintu kaca lobby, ada dua pot berwarna merah besar yang isinya bunga AnggrekVan Douglas.
Penempatan Anggrek Van Douglas yang begitu khusus ini memang seiring sejalan dengan harapan dari Ibu Airin untuk menjadikan bunga yang satu ini sebagai ikon dari Kota Tangsel. Harapan ini sudah lama disampaikan. Tak cuma itu, malah sudah memasyarakat dengan munculnya banyak karya kreatif warga Tangsel yang desainnya berbasiskan motif Anggrek Van Douglas.
Masih di luar lobby, saya sempat berjalan menuju ke arah depan gedung. Halaman upacara di sini tidak sepenuhnya dibeton apalagi diaspal. Tetapi, diberi ruang sedikit demi sedikit sebagai pembatas beton untuk ditanami rumput. Tujuannya, tentu supaya air hujan dapat langsung terserap ke dalam tanah.
Wah pokoknya, halaman depan Gedung Balaikota Tangsel ini cukup keren. Aspek penghijauannya muncul. Begitu juga dengan aspek lokal yang diangkat melalui kehadiran bunga-bunga Anggrek Van Douglas di berbagai sudut.
Di bawah atap lobby ada dua tempat parkir. Satu untuk kendaraan dinas Ibu Airin yakni Kijang Innova warna hitam, dan sebelahnya untuk kendaraan dinas Wakil Walikota Benyamin Davnie.
Puas melihat-lihat suasana di luar gedung, kami bergegas masuk ke lobby. Resepsionis dan Satpam yang ramah menyambut dengan senyum. Mereka sudah paham banget, bahwa kalau hari Jumat pagi, pasti akan ada banyak warga yang datang ke balaikota untuk bertemu dengan Ibu Airin.
Tanpa perlu birokrasi njlimet dan juga tak harus meninggalkan kartu identitas diri ini-itu, kami langsung diarahkan seorang petugas Satpam untuk masuk ke ruang tunggu. Eh, lhadalah ... kok gampang begini toh prosedurnya, wkwkwkwkkkk ...
Ruang tunggu ini seperti aula, besar. Sejuk dan nyaman. Selain tempat duduk yang berpencar, ada juga ruang khusus yang dindingnya kaca dengan kursi sofa yang cukup mewah. Saya pikir, mungkin itu untuk tamu khusus yang harus menunggu dengan privacy serta layanan khusus pula.
Sembari menunggu waktu, koran-koran pagi bisa dibaca di tempat. Tak ada buku, cuma koran pagi saja. Nah, ini juga menjadi perhatian buat pengelola gedung, khususnya Ibu Airin, supaya menyediakan Pojok Baca di ruang tunggu ini. Sediakanlah almari-almari berisi buku dan bahan bacaan lain. Bukankah SKPD dalam hal ini Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah gencar mengembangkan minat baca hingga ke pelosok kota, termasuk rajin juga membantu pengadaan buku di Taman Baca Masyarakat (TBM). Selain itu, bukankah Ibu Airin juga menjadi inisiator berdirinya MAGMA alias Masyarakat Gemar Membaca, 'toh?
Oh, mungkin ini form isian ini seharusnya diisi ketika masuk lobby dan di meja respsionis tadi, pikir saya.
Mendekati jam 08.00 wib. Rombongan demi rombongan yang ada di ruang tunggu sebelah kanan lobby atau meja bundar respsionis, mulai dipersilakan memasuki Ruang Display. Lokasinya ya di sebelah kiri meja resepsionis. Nah, di ruangan ini, meja kursinya sudah diatur dalam bentuk 'meja bundar' dengan taplak berwarna hijau tua, dan kursi yang juga beralas sandaran warna hijau. Serasi. Di atas meja bundar ada bunga buket bunga di tengah meja bundar, piring kecil berisi aneka permen, dan beberapa botol minuman kemasan ukuran mini.
Nah, yang tak kalah menarik. Di sisi kiri pintu masuk Ruang Display yang juga seluruhnya berdinding kaca sehingga bisa melihat pemandangan ke luar lobby dan halaman upacara, disiapkan meja panjang lengkap sajian makanan sarapan pagi.
Eeeiiitttttssss... ini tidak boleh disia-siakan. Apapun menunya, yang penting sarapan pagi dulu. Mumpung gretong alias gratis, hahahahaaa. Rupanya, pagi ini menunya, Nasi Uduk, Telur balado, Telur dadar, Kentang di-orek, Tempe goreng tepung dan Kerupuk udang. Ada juga sambal merahnya loh. Bagi yang tidak biasa sarapan pagi, silakan ambil kopi atau teh, yang sudah disediakan berikut dua macam kuenya. Mau bolak-balik ambil makanan ya enggak apa-apa, asal enggak malu aja ... hahahahahaaa. Anggap aja "rumah sendiri",wkwkwkwkkk
Karena tiba-tiba ... jreng jreeeeng, Ibu Airin sudah memasuki ruangan dan langsung bergegas bertanya kepada staf-nya mana rombongan yang sudah siap berjumpa dengannya. Rupanya, karena rombongan tamu yang lain masih sibuk dan belum siap, akhirnya Ibu Airin menghampiri kursi meja bundar kami. Blingsatan-lah semua anggota rombongan. Ada yang masih aduk kopi, ada yang belum sempat menyendok nasinya meski porsi sarapan sudah stand by di piring, hahahaaaa ... jadi lucu juga.
Kursi untuk Ibu Airin pun dipersiapkan oleh ajudan. Space di meja tempatnya duduk juga dibersihkan. Buku map dan handphone saya termasuk yang kena "garuk" pembersihan mendadak itu. Meski akhirnya dikembalikan, karena ketika itu saya masih ada di sisi tempat ambil makanan prasmanan.
Akhirnya, pagi ini, meski nomor urut rombongan kami adalah yang ke-4, tapi karena kami kelihatannya sudah siap, maka menjadi rombongan pertama yang disapa dan diajak berdialog dengan Ibu Walikota yang parasnya cantik ini.
Ketika sudah saling duduk melingkari meja bundar, Ibu Airin terlebih dahulu yang menyapa salam dan menanyakan apa kira-kira permasalahan yang hendak disampaikan. Sambil pimpinan rombongan kami mulai menjawab, Ibu Airin masih terlihat sibuk dengan menu Tab lebar-nya yang baru membuka aplikasi 'Note'.
Mulailah Ibu Airin menulis lembar catatan baru per tanggal 20 Oktober 2017. Ia mencatat setiap detil yang kami sampaikan, sambil sesekali meminta penegasan ulang. Jemarinya yang lentik dan terawat memegang semacam "pensil" alat untuk menulis tangan langsung ke Tab. Bukan mengetikkannya 'lho.
Diantara jemari kanannya melingkar cincin warna perak, bukan keemasan. Sementara di lengan kanannya ia mengenakan arloji bertali kulit warna coklat ketuaan. Kemeja putihnya berpadu dengan celana panjang hitam khas gaya "Kerja Bersama"ala Pak Joko Widodo, Presiden kita. Sementara jilbabnya elok dilihat karena punya motif simetris warna-warni dengan dasar putih ungu muda. Ayu dan modis bingitlah pokoke.
Ibu Airin memang pendengar yang baik. Ia juga pencatat yang teladan. Selain, pengingat yang mumpuni. Makanya, setiap pengaduan demi pengaduan yang kami sampaikan, ia simak secara serius. Dialog yang bergulir pun bukan satu arah. Semua kita yang duduk di meja bundar berhak melontarkan pernyataan, pertanyaan maupun pendapat. Tidak ada istilah dialog satu arah. Semua interaktif dan begitu cair. Sikap keibuan sesekali muncul ketika Ibu Airin tersentuh dengan persoalan yang menyangkut masalah sosial. Di lain waktu, sikap tegasnya juga ditampakkan sebagai orang nomor satu di kota berpenduduk lebih dari 1,5 juta jiwa ini.
"Saya akan perintahkan SKPD terkait untuk meninjau langsung permasalahan ini di lapangan," ujar Ibu Airin yang sudah mencatat secara persis lokasi maupun nama-nama pejabat daerah yang bakal terkait. Termasuk mencatat nama dan nomor kontak RW 09 dan RW 013 untuk siap dihubungi bila diperlukan.
Ya, masalah banjir di Tangsel memang merupakan salah satu concern Ibu Airin untuk mengentaskannya. Makanya, ketika disampaikan bahwa ancaman paling potensial dari aktivitas proyek fisik pembangunan property yang bersebelahan dengan perumahan kami adalah musibah banjir, maka Ibu Airin kelihatan lebih bersemangat lagi. Pada Februari kemarin misalnya, ketika musim hujan besar melanda, sekurangnya ada sembilan titik banjir yang cukup parah di Tangsel. Termasuk di jalan tol BSD Serpong dimana ada genangan air setinggi 30 cm pada kilometer 7.200.
Salah satu solusi yang ditawarkan Ibu Airin menanggapi banyaknya pengaduan dari rombongan kami adalah untuk memanfaatkan "SIARAN TANGSEL". Ini merupakan aplikasi pengaduan secara online yang harus diunduh melalui gadget. "Tinggal difoto permasalahannya, lalu ketik keterangan singkat dan segera di-share melalui 'Siaran Tangsel'. Misalnya, soal aktivitas pembukaan lahan proyek yang dianggap meresahkan ini, silakan Ibu-ibu sebelum mandi sekalipun bisa memfoto dan mengirimkannya ke aplikasi online kita itu," ujarnya melucu dan dibalas gelak tawa kami semua yang hadir.
Menurut Ibu Airin, aplikasi pengaduan online 'Siaran Tangsel' sangat bermanfaat sebagai masukan kepada Pemkot beserta jajarannya. "Pasti semua akan dibaca, dan saya harap segera ditindaklanjuti. Malah, pada tahun depan, SKPD yang tidak merespon laporan pengaduan warga melalui aplikasi 'Siaran Tangsel' ini akan memperoleh penilaian kinerja yang tidak baik. Jajaran pemerintahan yang tidak merespon laporan pengaduan online ini akan berdampak pada tidak akan diberikannya TPP atau Tunjangan Penghasilan Pegawai kepada mereka. Begitupun sebaliknya," tegas ibu dari dua anak ini.
Perlu ditulis juga, melalui terobosan aplikasi pengaduan online "Siaran Tangsel" ini, Ibu Airin sempat menerima penghargaan sebagai Kepala Daerah Inovatif (KDI) dari Pemerintah Pusat. Penghargaannya disampaikan langsung oleh Mendagri Tjahjo Kumolo kepada Ibu Airin, pada 1 Agustus kemarin. "Bagi kami inovasi adalah salah satu ruh pembangunan, untuk melayani masyarakat lebih baik. Bagaimana kita meningkatkan inovasi, menggunakan teknologi untuk meningkatkan pelayanan publik bagi masyarakat," ujar Ibu Airin dengan bangga usai menerima penghargaan tersebut.
Satu hal yang 'kurang enak' dalam dialog ini adalah staf dan ajudan Ibu Airin yang beberapa kali mulai menampakkan gelagat untuk mengingatkan soal waktu dialog. Maklum, waktu open house ini memang terbatas. Ibu Airin harus berpindah ke meja bundar lainnya, demi menyimak keluhan, pengaduan atau hal apapun dari warganya secara langsung. Tanpa birokrasi berbelit lho. Keren ya ...
Berakhir deh, waktu bagi rombongan kami beraudiensi melalui open house dengan Ibu Walikota. Semuanya lancar, cair, hangat dan melegakan. Meskipun masih harus ditunggu lagi respon langsung di lapangan nanti.
Oh ya, seharusnya ketika di Ruang Display, seluruh warga dan rombongan yang hendak menyampaikan berbagai laporan harus mengisi form isian, mulai dari nama, alamat, nomor handphone dan juga keperluan yang akan disampaikan. Tapi, karena rombongan kami langsung pertama yang dihampiri Ibu Airin, maka isian ini sempat terlewat.
Selain rombongan kami yang mengadukan persoalan lingkungan, ada juga rombongan peserta open house Jumat pagi ini dari SMP Islam Al Azhar BSD Serpong. Dipimpin Kepala Sekolahnya, Pak H Moch Mukrim SPd, mereka hendak meminta restu dari Ibu Airin.
Selesai bersilaturahim dengan Ibu Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany rombongan kami pun bergegas pulang. Aaahhhh ... perut kenyang. Hati pun senang, plus pikiran juga jadi lapang.
Semoga, metode open house yang sedemikian rupa hangat, cair, ramah dan tanpa birokrasi berbelit seperti ini dapat diteruskan kelak, oleh siapa saja pengganti Ibu Airin sebagai Walikota Tangsel.
Warga masyarakat butuh saluran aspirasi. Jangan sampai dibuat mampet oleh birokrasi.
Salam, berkah Jumat pagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H