Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menyelamatkan Hutan Bakau di Pulau Bawean

15 Oktober 2017   17:50 Diperbarui: 17 Oktober 2017   05:52 4243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Al Muslimun Al Boyani berfoto dengan Ikan Maladang. (Foto: Gapey Sandy)

Petani merasakan dampaknya. Lahan kebun dan sawah seluas kurang lebih 45 hektar nyaris tidak bisa dikelola sama sekali. Jangankan untuk menanam padi dan palawija, bahkan bidang-bidang sawahnya pun rusak. Gerusan ombak laut terus merambah dan mencacah daratan, termasuk ya itu tadi, kebun juga sawah. Musim demi musim, abrasi pantai membuat warga masyarakat Pulau Bawean meradang. Mereka tersadar: ADA KESALAHAN YANG SUDAH DILAKUKAN.

Kesalahan yang dimaksud, tidak lain adalah penggundulan hutan bakau. Akibatnya, pada sekitar tahun 1995, sebagian besar sawah-sawah mereka tak lagi bisa dikelola sama sekali. Pengikisan pantai mengubah tanah bercocok-tanam jadi berlumpur juga berair asin. Air laut! Kerusakan ekosistem pantai yang dimulai dengan lenyapnya pohon-pohon bakau, kontan dibayar mahal.

Wajarlah alam murka. Pohon-pohon bakau (mangrove) yang oleh masyarakat lokal disebut tanjheng semakin habis dibabat. Bukan cuma batang-batang tanjheng yang ditebas, bahkan daun-daunnya pun sengaja dirontokkan.

Untuk menuju ke lokasi hutan bakau di Desa Daun, Kec Sangkapura, Pulau Bawean harus melintasi pematang sawah yang berlika-liku menggunakan sepeda motor. (Foto: Gapey Sandy)
Untuk menuju ke lokasi hutan bakau di Desa Daun, Kec Sangkapura, Pulau Bawean harus melintasi pematang sawah yang berlika-liku menggunakan sepeda motor. (Foto: Gapey Sandy)
Peta Mangrove Pokmaswas Hijau Daun Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Peta Mangrove Pokmaswas Hijau Daun Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Penebangan pohon-pohon bakau ini semakin merajalela, manakala mulai bersiap memasuki musim penghujan. Maklum, batang-batang tanjheng dimanfaatkan sebagai kayu api atau kayu bakar untuk memasak. Juga, dijual. Kualitas perapian yang dihasilkan dari kayu pohon bakau memang lebih baik dibandingkan jenis kayu lainnya. Lantas bagaimana dengan daun-daunnya? Ternyata, masyarakat memanfaatkannya sebagai pakan ternak.

Lengkaplah sudah, batang-batang pohon bakau dieksploitasi. Daun-daunnya pun digunduli. Ekosistem pantai hancur. Abrasi pantai membuat babak belur.

Menghadapi kondisi tidak menguntungkan ini, kesadaran masyarakat untuk melestarikan pohon-pohon bakau pun tumbuh. Aksi nyata ditunjukkan kepada bumi. Perairan sekitar pantai yang gundul mulai ditanami bakau lagi. Bakau yang masih tersisa, semampu tenaga dirawat dan dipelihara.

Pintu masuk hutan lindung bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Pintu masuk hutan lindung bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Pos depan dan pintu masuk ke hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Pos depan dan pintu masuk ke hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Sebenarnya, upaya konservasi bakau ini sudah berlangsung sejak 1980-an. Tetapi karena dilakukan sporadis dan tidak secara bersama-sama, maka hasilnya pun kurang memuaskan. Karena, ada sebagian warga yang giat memelihara pohon bakau, sementara yang lain justru malah menggundulinya.

Meski begitu, semangat melakukan penghijauan di lokasi sepanjang garis pantai tak pernah pupus. Aparat Pemerintah, para tokoh masyarakat dan warga masyarakat terus bahu-membahu menyelamatkan pohon-pohon bakau yang masih tersisa. Sedangkan untuk penanaman bakaunya masih belum dilakukan secara masif.

Akhirnya, pada 2013, di Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, terbentuk komunitas warga pelestari pohon tanjheng. Mereka menamakan diri Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Hijau Daun, tugasnya tidak sekadar melakukan konservasi tapi juga edukasi. Secara legalitas formal, Pokmaswas Hijau Daun resmi dinyatakan berbadan hukum oleh Kemenkum dan HAM pada 2016.

Subhan, Koordinator Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)
Subhan, Koordinator Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon bakau yang sempat gundul kini semakin bersemi kembali di Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon bakau yang sempat gundul kini semakin bersemi kembali di Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Dalam praktiknya, Pokmaswas Hijau Daun juga memperoleh bimbingan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur, termasuk dengan mengikutsertakan studi banding upaya pelestarian alam ke berbagai kota, seperti Surabaya dan Malang. Tak hanya berguru secara teori, kelompok ini juga membangun jembatan kayu sepanjang 170 meter yang mengelilingi area konservasi hutan bakau. 

Jembatan kayu setinggi 1 hingga 2 meter ini membuat siapa saja yang melintasinya dapat menyaksikan pepohonan bakau yang lebat, dan bibit-bibit bakau dibawahnya yang banyak ditanam dan terus bertumbuh.

"Setelah jembatan kayu selesai dibuat, mulai banyak yang tertarik datang ke hutan bakau ini. Kami pun tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan mengedukasi, khususnya kepada anak-anak sekolah, tentang pentingnya konservasi hutan bakau. Sekaligus, mengajak siapa saja yang hadir di sini untuk menanam bibit bakau.," ujar Subhan, Koordinator Pokmaswas Hijau Daun kepada penulis, Minggu (8/10) kemarin.

Hingga kini, sudah cukup banyak pengunjung yang ikut menanam bibit bakau. Bahkan, Pokmaswas Hijau Daun pun menawarkan layanan menarik. Bagi siapa saja yang menanam sebanyak 15 bibit bakau, maka berhak memperoleh papan nama bertuliskan dirinya, yang ditancapkan dekat bibit bakau yang ditanam. Oh ya, harga bibit bakau yang bisa dibeli di Pokmaswas Hijau Daun adalah Rp 7.500 per bibit. "Hasil pengumpulan uangnya, menambah biaya operasional kami. Misalnya, untuk dibelikan polybag yang digunakan pada proses pembibitan bakau," kata pria kelahiran Gresik, 9 April 1985 ini.

Lintasan jembatan kayu dan larangan membuang sampah di area konservasi bakau Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)
Lintasan jembatan kayu dan larangan membuang sampah di area konservasi bakau Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)
Apresiasi untuk konsistensi dan kegigihan Pokmaswas Hijau Daun dalam melakukan konservasi hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Apresiasi untuk konsistensi dan kegigihan Pokmaswas Hijau Daun dalam melakukan konservasi hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Berkat kegigihan Pokmaswas Hijau Daun melakukan konservasi hutan bakau, DKP Provinsi Jatim pun mulai mengajak serta para mitra sesama instansi Pemerintah untuk andil melakukan penanaman bakau. Termasuk, ke PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Unit Pembangkitan Gresik. Hasilnya memuaskan. Karena, PJB bersedia menanam sebanyak 10.000 bibit bakau.

"Awalnya, PJB sempat menyatakan bahwa mereka sendiri yang akan membawa 10.000 bibit bakau ke Pulau Bawean. Tapi akhirnya, rencana tersebut berubah sesuai saran kami agar PJB membeli saja bibitnya dari Pokmaswas Hijau Daun, lalu segera ditanam di hutan lindung ini," tutur Subhan seraya menambahkan bahwa pembelian bibit bakau sebanyak ini pun langsung menambah pundi-pundi kas kelompoknya guna dijadikan biaya operasional agenda kerja berikutnya.

Dua tahun kemudian, tepatnya awal 2017, PT PJB UP Gresik lagi-lagi membeli 10.000 bibit bakau. Penanamannya sudah dilakukan. Di sisi sebelah Timur area konservasi hutan bakau. Itu artinya, pundi-pundi kas Pokmaswas Hijau Daun kembali menggelembung hasil penjualan bibit.

Sinergi bersama Pemda, Instansi Pemerintah dan elemen warga masyarakat termasuk Pokmaswas Hijau Daun dalam melakukan konservasi hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Sinergi bersama Pemda, Instansi Pemerintah dan elemen warga masyarakat termasuk Pokmaswas Hijau Daun dalam melakukan konservasi hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Petani tak lagi kesulitan menangkap ikan, kepiting dan udang di perairan pantai, berkah dari konservasi bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Petani tak lagi kesulitan menangkap ikan, kepiting dan udang di perairan pantai, berkah dari konservasi bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Penjualan bibit bakau yang disediakan Pokmaswas Hijau Daun bukan saja untuk memenuhi permintaan para peminat yang hendak menanam di hutan bakau Desa Daun, tapi juga merambah juga ke kecamatan tetangga yaitu Tambak. "Saat ini, pihak Dinas Kelautan dan Perikanan di Kecamatan Sangkapura, kalau ingin melakukan konservasi hutan bakau di Kecamatan Tambak pun membeli bibit dari kami juga," ungkap suami dari Rahmah, dan ayah dari dua anak Imel serta Ofal ini.

Selain bakau, pohon cemara juga ditanam demi melengkapi upaya konservasi alam. Sekitar 2,5 tahun lalu, Pokmaswas Hijau Daun memperoleh bantuan dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Gresik yakni sebanyak 6.000 bibit pohon cemara. Karena lahan yang terbatas, maka hanya 200 bibit cemara yang ditanam di dekat hutan bakau Desa Daun. Selebihnya disebar ke berbagai wilayah di Pulau Bawean, termasuk ditanam juga di Pulau Noko Selayar dan Noko Gili. Penulis menyaksikan sendiri, tinggi pohon-pohon cemara di hutan bakau Desa Daun dan di Pulau Noko Gili sudah mencapai 3 meter dengan kondisi yang segar.

"Mengapa kami menanam pohon cemara di area berpasir sepanjang pantai di Desa Daun dan berseberangan dengan bakau, karena akar dari pohon cemara sanggup memperkuat sedimen pasir sehingga sama seperti bakau, fungsinya dapat menahan abrasi pantai. Selain, cemara yang rindang juga dapat menjadi tempat bernaung para pengunjung dari teriknya sinar matahari," jelas Subhan yang juga menyebutkan bahwa sepengetahuan dirinya jarang terjadi ada penanaman pohon-pohon cemara di area berpasir hutan bakau.

Jembatan kayu melintasi sungai untuk menuju dermaga tempat boat yang biasa digunakan pengunjung mengelilingi perairan dan hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Jembatan kayu melintasi sungai untuk menuju dermaga tempat boat yang biasa digunakan pengunjung mengelilingi perairan dan hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Boat yang siap mengantar pengunjung berkeliling perairan serta hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Boat yang siap mengantar pengunjung berkeliling perairan serta hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)
Lho, apa tidak khawatir masyarakat menggunduli pohon-pohon cemara untuk diambil batang-batang pohonnya sebagai kayu bakar? "Tidak mungkinlah. Kami akan terus menjaga kelestarian pohon-pohon cemara juga," tukas Subhan sembari tertawa.

Saat ini, lanjut Subhan, luas hutan bakau yang ada di Desa Daun mencapai 6,5 hektar. Seluruhnya dikelola bersama dengan segenap elemen masyarakat. Adapun 3 hektar diantaranya merupakan lahan konservasi garapan Pokmaswas Hijau Daun. Kini, Pokmaswas Hijau Daun juga sedang menyelesaikan jembatan kayu baru sepanjang 120 meter dan dilengkapi rumah singgah. Keberadaan rumah singgah ini selain sebagai tempat bernaung dan beristirahat, juga akan menjadi semacam wahana informasi melalui foto-foto dan tulisan tentang apa-apa saja kegiatan yang sudah dilaksanakan Pokmaswas Hijau Daun.

"Bukan cuma penebangan liar pohon bakau dan cemara saja yang kami jaga, tapi juga pola dan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya untuk menangkap ikan, udang, kepiting serta hasil laut lainnya. Kami melarang penggunaan stroom listrik, potassium, pastac, tuba dan sejenisnya. Hal ini penting, supaya ekosistem di pantai tidak rusak," ujar Subhan yang ternyata juga mengantongi dua sertifikat sebagai instruktur penyelaman dari Scuba Schools International (SSI) di Pulau Bawean, dan ADS di Situbondo.

Rumah singgah yang dikerjakan penyelesaiannya oleh Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)
Rumah singgah yang dikerjakan penyelesaiannya oleh Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon cemara, pasir putih, perairan sungai dan pantai serta hutan bakau, ekosistem yang tak boleh hilang. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon cemara, pasir putih, perairan sungai dan pantai serta hutan bakau, ekosistem yang tak boleh hilang. (Foto: Gapey Sandy)
Hasil perjuangan Subhan bersama Pokmaswas Hijau Daun yang konsisten melestarikan hutan bakau menunjukkan hasil. Kini, warga masyarakat tidak lagi kesulitan menangkap ikan dan udang di sepanjang perairan pantai. Hal ini makin menyadarkan semua pihak bahwa ternyata dampak dari konservasi bakau begitu amat berarti bagi kehidupan. Hutan bakau memang menjadi lahan pembiakkan paling tepat bagi udang, kepiting, ikan dan lainnya.

Warga masyarakat sekitar bukan cuma dimudahkan dalam mencari hasil perikanan, tapi juga mereka dapat merasakan secara langsung keberadaan konservasi hutan bakau di Desa Daun. Caranya? Hasil keuntungan yang diperoleh Pokmaswas Hijau Daun dari hasil penjualan tiket masuk area konservasi dan penjualan bibit pohon bakau dibagi-bagi juga secara merata kepada warga sekitar, melalui proyek pembangunan akses jalan dan sebagainya. Disinilah masyarakat semakin merasakan dampak positif keberadaan lahan konservasi bakau.

Atas perjuangan menyulap kondisi perairan pantai yang gundul akibat hutan bakaunya ditebang secara liar menjadi lebat kembali, Pokmaswas Hijau Daun sempat meraih penghargaan sebagai Juara I Evaluasi Kelompok Masyarakat Pengawas Tingkat Provinsi Jawa Timur Tahun 2016 Pengawasan Bidang Pelestarian Sumber Daya Perikanan dari DKP Provinsi Jatim.

Lokasi hutan cemara yang harus juga dipelihara bersama. (Foto: Gapey Sandy)
Lokasi hutan cemara yang harus juga dipelihara bersama. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon-pohon cemara yang baru berusia 2,5 tahun menambah sempurna konservasi hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon-pohon cemara yang baru berusia 2,5 tahun menambah sempurna konservasi hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Tak pelak, hutan lindung bakau di Desa Daun potensial menjadi salah satu obyek wisata unggulan Pulau Bawean. Jaraknya juga tak terlalu jauh. Sekitar 30 menit perjalanan sepeda motor dari alun-alun Kecamatan Sangkapura. Apakah akses ke hutan bakau ini bisa dengan mengendarai mobil? Tentu tidak, karena dari Desa Daun, pengunjung harus melintasi jalan berlika-liku yang sempit di pematang sawah milik warga. Pemandangan ketika melintasi persawahan ini sangat eksotis, karena juga langsung menyaksikan alam pegunungan Pulau Bawean yang seolah menjadi 'pagar alam'. Apalagi, Pulau Bawean yang hanya terdiri dari dua kecamatan ini sering disebut orang sebagai 'pulau dengan 99 gunung'.

"Khusus untuk wisata, silakan pengunjung datang dan menikmati hijaunya suasana di hutan bakau ini. Tetapi ingat, kami belum membuka lahan khusus untuk perkemabahan, karena fasilitas pendukung lainnya belum memadai. Insya Allah, lokasi perkemahan akan disiapkan, bila semua fasilitas penunjang juga sudah siap," urai Subhan sambil mewanti-wanti pengunjung agar tidak memasuki area konservasi tertentu yang kini baru memasuki tahap awal.

Oh ya, di lokasi hutan bakau Desa Daun ini, pengunjung bisa menyewa perahu kanu (chukong) seharga Rp 35.000 untuk melihat sekeliling melalui perairan. Bisa juga menaiki boat wisata --- hasil sumbangan dari DKP Provinsi Jatim --- untuk berkeliling sungai dan menyaksikan lebatnya hutan bakau, cukup dengan tarif Rp 5.000 per orang.

Aneka bakau ada di hutan bakau Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Aneka bakau ada di hutan bakau Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Rombongan WriteVenture menyaksikan hijaunya hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Rombongan WriteVenture menyaksikan hijaunya hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
"Kami juga menyiapkan perahu bermesin bagi rombongan dengan jumlah maksimal 15 orang, yang hendak mengelilingi hutan bakau sekaligus menuju Pulau Noko Selayar, dengan biaya Rp 300.000. Selain, penanaman bibit pohon bakau yang kami hargai Rp 7.500 per bibitnya, dengan minimal jumlah bibit yang ditanam 15 -- 20 bibit bakau. Bagi para pelajar TK dan SD, Pokmaswas Hijau menetapkan tarif Rp 150.000 per paket, lengkap dengan edukasi, keliling hutan bakau, dan naik boat. Sedangkan bagi siswa SMP dan SMA, biaya per paketnya Rp 200.000," jelas Subhan sambil menawarkan juga penyewaan alat diving.

Ketika penulis bersama rombongan peserta WriteVenture berkeliling hutan tanjheng, banyak dijumpai tong-tong sampah berbahan dasar ban bekas, hasil sumbangan dari Persatuan Saudagar Bawean. Juga, banyak ditemui rambu-rambu peringatan semisal larangan membuang sampah sembarangan, larangan membakar ikan di lokasi hutan cemara dan masih banyak lagi. Tak kalah unik adalah tulisan-tulisan kreatif yang rada 'gombal' dan membuat senyum tersungging, misalnya tulisan berbunyi "Lupakan Mantan, Bahagia Di Sini", atau "Saat Ini Aku Masih Bahagia Tanpa Kamu", "Maaf ..., Saat Ini Aku Pengen Sendiri", dan lainnya.

Seolah pada antri ingin sendiri. (Foto: Gapey Sandy)
Seolah pada antri ingin sendiri. (Foto: Gapey Sandy)
Lupakan Mantan, Bahagia Di Sini. (Foto: Gapey Sandy)
Lupakan Mantan, Bahagia Di Sini. (Foto: Gapey Sandy)
By the way, hutan bakau di Desa Daun mirip-mirip dengan yang ada di Jakarta, tepatnya di hutan mangrove Pantai Indah Kapuk. Tapi, untuk yang ada di Pulau Bawean jelas punya kelebihannya sendiri, karena tersedia lahan berpasir putih, juga hutan cemara yang semakin menambah eksotik untuk berwisata di sini. Selain, keramahtamahan warga masyarakat sebagai bahagian dari kearifan budaya lokal Bawean atau Boyan.

Masyarakat Siap Tanam Bakau

Kesadaran warga masyarakat untuk tidak lagi menebang pohon bakau guna dijadikan kayu api atau kayu bakar, semakin hari terus meningkat. Hal ini diakui Wahid, nelayan asal Desa Dekatagung, Kecamatan Sangkapura yang dijumpai dekat lokasi wisata Pantai Gili Barat, Senin, 9 Oktober 2017.

“Saat sekarang ini sudah tidak ada lagi warga yang mengambil batang-batang pohon bakau untuk kayu bakar. Apalagi, merontokkan daun-daun bakau untuk dijadikan pakan ternak. Cuma memang, kalau pohon bakaunya sudah mati, barulah warga memanfaatkan dengan mengambil batang-batang kayunya kemudian dibawa pulang untuk dijadikan kayu api. Artinya, sudah ada kesadaran warga yang datang dari pemahamannya sendiri untuk tidak merusak pohon-pohon bakau yang masih ada,” akunya.

Wahid, nelayan dari Desa Dekatagung, Kecamatan Sangkapura. (Foto: Gapey Sandy)
Wahid, nelayan dari Desa Dekatagung, Kecamatan Sangkapura. (Foto: Gapey Sandy)
Kondisi bakau di lokasi tempat nelayan berlabuh dan hasil ikannya dijemput sanak keluarga. Lokasi berada di dekat obyek wisata Pantai Gili Barat, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Kondisi bakau di lokasi tempat nelayan berlabuh dan hasil ikannya dijemput sanak keluarga. Lokasi berada di dekat obyek wisata Pantai Gili Barat, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Tetapi, lanjut Wahid, kalau diharuskan untuk menambah jumlah pohon-pohon bakau di sepanjang garis pantai lebih banyak lagi, warga di sekitar masih kebingungan harus bagaimana caranya, termasuk dari mana mendapatkan bibit pohon bakaunya. “Harapan saya, kalau Pemerintah Kabupaten ini ada perhatian untuk menanam pohon-pohon bakau di sekitar pantai, maka saya dan warga di sini senang untuk ikut membantu menanamnya,” ujar pria berkumis lebat ini.

Sebelum mencapai lokasi wisata Pantai Gili Barat, Wahid bersama sejumlah warga lain termasuk para ibu, menanti perahu-perahu nelayan merapat tak jauh dari pantai. Begitu perahu datang, bergegas mereka berlarian menjemput menuju laut sambil membawa bak plastik berukuran besar sebagai wadah ikan. Terkadang, bak plastik tak sanggup menampung semua ikan. Apalagi ikan Maladang yang memang ukuran panjangnya bisa mencapai satu meter bahkan lebih.

Siang itu, perolehan ikan Maladang memang mendominasi. Selain ada juga, ikan Kakap Merah, Tenggiri dan lainnya. Sibuk dengan timbangan yang digantung pada kayu atap pondok nelayan, Wahid mengaku sudah menimbang ikan sebanyak 3 kwintal atau 300 kilogram. Sehingga, kalau harga ikan perkilogramnya adalah Rp 12.000,- maka dipastikan, Wahid beserta keluarganya bakal memperoleh uang senilai Rp 3.600.000,-

Ikan hasil tangkapan nelayan dijemput oleh para istri yang setia menunggu di daratan. (Foto: Gapey Sandy)
Ikan hasil tangkapan nelayan dijemput oleh para istri yang setia menunggu di daratan. (Foto: Gapey Sandy)
Ikan Maladang hasil tangkapan dari laut, langsung ditimbang. (Foto: Gapey Sandy)
Ikan Maladang hasil tangkapan dari laut, langsung ditimbang. (Foto: Gapey Sandy)
Sayangnya, ketika berada di pondok nelayan dekat pantai ini, nampak sekali sedikit sekali keberadaan pohon bakau. Padahal, masih banyak lahan terbuka yang bisa ditanami bibit-bibit bakau. Menjelaskan kondisi kurangnya penghijauan pohon bakau di sini, Wahid menyebut bahwa hal ini sudah lama terjadi.

“Dari dulu, memang sudah begini kondisi pohon-pohon bakau di sini, tidak ada kerusakan yang terjadi. Tapi juga, tidak ada penanaman pohon bakau baru. Pernah ada penanaman pohon bakau yang merupakan bantuan dari pihak Pemerintah Kabupaten, tapi cuma dilakukan di sisi sebelah kiri dari akses jalan masuk menuju ke lokasi obyek wisata Pulau Gili Barat,” tuturnya.

Wahid mengakui, pohon bakau sangat bermanfaat untuk menjaga ekosistem pantai. “Manfaat bakau adalah untuk menangkis gelombang sehingga pantai tidak mengalami kerusakan. Juga, supaya pantainya menghijau, bagus. Kalau dikaitkan dengan perolehan hasil tangkapan ikan, keberadaan pohon bakau banyak mempengaruhi,” jelasnya.

Al Muslimun Al Boyani berfoto dengan Ikan Maladang. (Foto: Gapey Sandy)
Al Muslimun Al Boyani berfoto dengan Ikan Maladang. (Foto: Gapey Sandy)
Desa nelayan di lokasi wisata Pulau Gili Barat, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Desa nelayan di lokasi wisata Pulau Gili Barat, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Kesadaran warga untuk menanam dan memelihara pohon bakau di perairan pantai, akunya lagi, sangat dirasa kurang. “Kurang sekali perhatian yang secara khusus tertuju kepada upaya penanaman maupun pemeliharaan pohon bakau. Kalau pun ada penanaman pohon bakau, dikarenakan pihak DKP setempat memberikan bibit pohon bakau untuk ditanam oleh warga di sini. Warga dikasih ongkos untuk menanam bibit bakau tersebut,” kata Wahid semangat.

* * *

Tonton:


VLOG kunjungan ke hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun